Indonesia adalah negeri yang indah, sebuah negeri yang dihuni oleh berbagai suku dan agama yang berbeda, perbedaan yang indah sudah terjalin semenjak dahulu kala, dan perbedaan tersebut masih bertahan hingga sekarang, banyak bangsa-bangsa di luar sana mengagumi toleransi di Indonesia, bahkan seorang Obama yang notabene presiden USA mengakui bahwa Indonesia sangat toleran. “...itulah semangat Indonesia. Itulah pesan yang diimbuhkan dalam Pancasila. Di sebuah negeri kepulauan yang berisi beberapa ciptaan Tuhan yang paling elok, pulau-pulau yang menyembul dari samudera, orang bebas memilih Tuhan yang ingin mereka sembah. Indonesia mampu menyatukan ratusan juta orang yang memiliki kepercayaan berbeda di bawah satu bendera”. Betapa Indonesia sangat indah dalam perbedaan, yang dilahirkan melalui luka dan darah dari para Pahlawan dalam memperjuangkan bangsa dan negara.
Keindahan alam Indonesia juga menambah manisnya negeri ini, tanah yang subur dan sumber daya yang melimpah menjadikan bangsa ini selalu dimanjakan oleh alam. Seperti lirik lagu dari Koes Plus “bukan lautan hanya kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu”, lagu tersebut mewakili betapa subur dan melimpahnya alam Indonesia, maka tidaklah heran jika Indonesia mampu menghasilkan timah, ikan laut, batu bara, kelapa, pepaya, avokad, kopi, kayu manis, kelapa sawit, kakao, tembakau dan berbagai hasil alam lainnya, hasil alam tersebut menduduki posisi tiga hingga satu sebagai penghasil alam terbesar di dunia dari berbagai ratus negara.
Kita patut bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, negeri ini selalu dikaruninya, tinggal kita sebagai manusia yang dipercayai oleh Tuhan untuk mengelola alam tersebut sebaik-baik mungkin.
Karena indahnya toleransi yang terjalin antara masyarakat dan indahnya alam yang subur menjadikan Indonesia sangat elok. Perlu kita ketahui juga, antara alam dan kebudayaan manusia memiliki hubungan yang sangat erat, salah satu contohnya adalah aturan adat istiadat di daerah Kalimantan oleh suku Dayak, masyarakat adat Dayak memiliki tradisi Sepan Pahewan, tradisi tersebut merupakan sebuah aturan untuk melestarikan sumber mata air agar tidak dirusak oleh manusia sehingga masyarakat dapat mengkonsumsi air tersebut, selain manusia, hewan juga bisa mengkonsumsi sumber mata air tersebut, dengan demikian masyarakat adat Dayak dapat berburu hewan di sekitar sumber air tanpa harus merusak alam lainnya.
Harmonisasi antara masyarakat dan alam bukan berarti tanpa halangan, harmonisasi tersebut sering kali dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang kompleks. Permasalahan tersebut terjadi karena dua faktor, yakni faktor manusia dan faktor alam itu sendiri. Permasalahan dari manusia bisa kita sebut sebagai konflik sosial, konflik sosial bisa terjadi karena adanya sikap manusia yang cenderung tidak terpuaskan oleh keputusan yang diambil dari kesepakatan tersebut, atau konflik sosial bisa juga terjadi jika ada sikap dari orang lain yang tidak sesuai dengan pemikirannya.
Hal ini tampak pada beberapa kasus di tahun 2013-2015 (hasil rekapitulasi satu tahun), Indonesia mengalami konflik sosial sebanyak 201 kasus, dari 201 kasus tersebut ada 8 kasus yang selalu terjadi secara berulang-ulang yakni kasus bentrokan antar warga, isu keamanan, sengketa lahan, konflik politik, isu sara, konflik pada institusi pendidikan dan kesenjangan sosial.
![perbandingan data konflik sosial tiap tahun (sumber: Kementerian Dalam Negeri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/09/17/img-20160917-222717-jpg-57dd6ff31697733e577b0f43.jpg?t=o&v=770)
Selain konflik sosial, Indonesia juga dihadapkan dengan permasalahan bencana alam. Bencana alam di Indonesia bisa dikatakan sebagai bencana alam luar biasa, hal ini diartikan sebagai bencana yang selalu terjadi setiap tahunnya seperti bencana kebakaran hutan, banjir, gempa bumi, tanah longsor dan bencana alam lainnya. Pada tahun 2016 (Januari s/d Agustus), Indonesia sudah mengalami 1.512 kali bencana alam, dengan korban meninggal dan hilang mencapai 322 jiwa, sedangkan korban jiwa yang menderita dan mengungsi berjumlah 2.086.769, serta kerusakan permukiman berjumlah 21.537 unit.
![Statistik bencana alam 2016 (sumber: BNPB)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/09/17/img-20160917-221331-jpg-57dd6fcd62afbd7a54b36990.jpg?t=o&v=770)
Pada tahun 2016, BPNB melaksanakan program sandiwara radio sebagai salah satu medium dalam mengedukasi bencana alam dan konflik sosial di Indonesia, pemilihan sandiwara radio memiliki alasan tertentu untuk menyampaikan betapa buruknya efek yang disebabkan oleh konflik sosial dan bencana alam.
Cover bencana pada tiap daerah melalui sandiwara radio
BNPB sadar bahwa setiap tahun Indonesia mengalami bencana alam dan konflik sosial yang berbeda namun berkesinambungan, untuk itu BNPB menggandeng radio di beberapa daerah untuk mengedukasikan bahaya bencana alam dan sosial, sebab tiap daerah di Indonesia memiliki pola bencana yang berbeda-beda dengan penanganan yang berbeda pula, seperti kisah roman sejarah yang berjudul asmara di tengah bencana dijadikan medium edukasi di beberapa daerah yang rawan bencana. Roman sejarah tersebut juga selain mengajak masyarakat Indonesia untuk bisa hidup harmonis dengan sesama dan alam, roman sejarah tersebut memberikan edukasi tentang kesadaran manusia dalam menanggulangi bencana alam melalui pembangunan fisik atau pengetahuan dalam menanggulangi bencana alam.
Sandiwara radio lebih mengenang dalam pikiran
Kisah roman sejarah yang dibalut dengan kisah cinta dan bencana menjadikan roman sejarah yang sangat unik untuk di dengar, secara pribadi saat kita mendengar sebuah kisah dari berbagai medium terutama medium radio maka akan menimbulkan rasa penasaran mengenai kisah-kisah yang akan terjadi antara tokoh-tokoh tersebut, tetapi tanpa kita sadari pula dalam pengambaran latar belakang yang kuat akan menimbulkan pengetahuan secara tidak langsung, seperti pengambaran latar belakang pada sandiwara radio yang berjudul asmara di tangah bencana berikut ini:
"Suatu hari saat berburu ditemani Umyang, Raditya bertemu dengan Sekar Kinanti di tepi sungai. Sekar Kinanti tampak malu-malu. Saat itu Raditya heran melihat Umyang tiba-tiba menjerit. Air sungai terasa panas, pepohonan kering. Suasana senyap. Di lain waktu, ia semakin heran melihat berbagai macam hewan turun gunung. Desa Jatisari kosong. Suasana terasa aneh dan menakutkan, pertanda bencana akan tiba”.
dari pengambaran kisah di atas, diketahui pengambaran tersebut merupakan gejala gunung berapi yang akan meletus. Jadi, saat kita mendengar sandiwara radio maka kita telah di edukasi, sehingga saat kita hubungkan dengan kejadian yang nyata jika terjadi hal yang sama dengan pengambaran latar belakang tersebut maka kita dapat melakukan tindakan mengungsi ke daerah yang aman.
Dengan demikian, BNPB melalui sandiwara radio yang berjudul Asmara di tangah bencana merupakan salah satu medium yang efektif dalam mengedukasi masyarakat Indonesia agar kuat dan tanguh dalam menghadapi bencana, sebab di roman sejarah yang di kemas melalui sandiwara radio tersebut berisikan informasi dan pengetahuan yang penting tentang bencana. Jadi, jangan ada yang ketinggalan mendengar kisah roman sejarah yang berjudul asmara di tengah bencana di radio kesayangan anda.
fb: Daud Wuring
twitter: Daud Wuring