Mohon tunggu...
Daud Sihombing
Daud Sihombing Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa pascasarjana Studi Agama dan Lintas Budaya Universitas Gadjah Mada

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sehari di Cibeo

3 April 2016   15:32 Diperbarui: 3 April 2016   15:39 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“24 tahun.” dengan ramah dia menjawab.

Kodo ini adalah anak pertama Mang Aja. Dia sudah mempunyai seorang istri⎯yang juga orang Baduy Dalam⎯namun masih tinggal bersama Mang Aja. Kodo dan istri belum mempunyai rumah sendiri karena aturan adat mereka hanya memperbolehkan pembangunan 1 rumah dalam 7 tahun dan itu pun perlu bermusywarah terlebih dahulu tentang siapa yang berhak mendiri rumah. Kodo juga sempat bercerita tentang perjalanannya ke Tangerang dan Jakarta yang memakan waktu pulang-pergi selama 7 hari. 

Maklum saja, peraturan adat mereka tidak memperbolehkan orang Baduy Dalam untuk menggunakan kendaraan. Tujuan perjalanan tersebut untuk mengunjungi teman sembari menjual kerajinan. Teman yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang pernah berkunjung ke Desa Cibeo. Jika ada orang yang memberikan alamatnya kepada orang Baduy Dalam, maka mereka pasti akan mengunjungi alamat tersebut.

Sekitar 1 kilometer sebelum sampai sampai di Desa Cibeo, saya melihat beberapa anak kecil sedang bermain di sebuah ladang. Juga ada anak perempuan yang umurnya mungkin belum sampai 10 tahun sedang membawa kayu bakar dengan jumlah yang tidak sedikit namun langkahnya sangat cepat. Selain itu ada seorang ibu yang juga membawa kayu bakar sembari menggendong anaknya yang belum genap setahun, melangkah sigap hingga dengan cepat sudah jauh berlalu di depan saya.

Tak lama kemudian akhirnya tiba juga di Desa Cibeo. Hari sudah mulai gelap. Beberapa anak kecil terlihat sedang mandi di sungai. Saat tiba di rumah Mang Aja⎯dimana saya akan bermalam⎯saya baru tahu ternyata anak perempuan dan ibu yang saya jumpai itu adalah anak ke-3 Mang Aja dan istri Mang Aja yang menggendong anak ke-4 mereka. Rumah Seperti rumah orang Baduy Dalam lainnya, rumah Mang Aja berbentuk rumah panggung yang dibuat dari kayu dan bambu serta didirikan hanya dengan menggunakan pasak. Tak ada listrik karena memang peraturan suku Baduy Dalam seperti itu. Penerangan hanya berupa lampu petromaks.

Walau tanpa listrik, sausana Desa Cibeo sudah cukup terang berkat cahaya bulan karena kebetulan malam itu sedang terang bulan. Lalu percakapan saya dengan Herman⎯kali ini tanpa Asep⎯berlanjut. Jujur saja, saya penasaran tentang pandangan anak Baduy Dalam tentang pendidikan.

Saya mulai bertanya, “Maneh tiasa maca?”

“Teu tiasa.” Herman menjawab seraya menggelengkan kepala.

“Maneh hayang sakola teu?” saya kembali bertanya.

Agak ragu Herman menjawab, “Hayang sih, lamun teu elok.”

“Naha?” saya penasaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun