“Di Ciboleger.” sambil tetap menunduk.
“Emangna maneh nyaho ieu teh gambar naon?” saya kembali bertanya.
Terus menunduk, ia jawab, “Teuing.”
“Ieu teh ngarana Mickey Mouse.” saya coba menjelaskan. “Terus naha meser kalung ieu lamun teu nyaho gambar naon?” kembali saya bertanya.
“Suka bae.” Asep menjawab.
Obrolan terus berlanjut sepanjang perjalanan. Dari obrolan tentang kegiatan mereka sehari-hari sampai obat tradisional yang mereka konsumsi jika sakit. Tanpa disadari kini Asep sudah tidak lagi menunduk ketika saya ajak bicara. Bahkan dia pun mau berpose saat saya ingin memotretnya. Lalu saya pun menyempatkan untuk bertanya apakah mereka tidak ingin berpenampilan seperti saya atau para pendatang yang lain. Dengan lugu sekaligus bangga, mereka bilang tak ingin sedikit pun berpenampilan seperti para pendatang. Mereka merasa sudah nyaman dengan apa yang mereka miliki.
[caption caption="Herman dan Asep"]
Setelah melewati perbatasan itu, saya menghampiri salah satu orang Baduy Dalam yang ikut mengantar kami.
“Ngarana saha, kang?” saya bertanya.
Dia menjawab, “Kodo.”
Saya kembali bertanya, “Umurna sabaraha?”