Di artikel ini saya ingin berbagi pengalaman saat saya melakukan penelitian pada usaha Salon and Spa. Tahun 2004 saya melakukan penelitian untuk usaha salon dan spa yang berlokasi di Kebayoran Baru, Jakarta. Atas permintaan pemiliknya, yang kebetulan temansaya sendiri, saya diminta membantu mencari jawaban akan penjualan jasa salon dan spa yang rendah.
Berdasarkan perbincangan dengan pemilik, dana yang diinvestasikan untuk usaha tersebut tidak kurang dari 5 milyar, sudah termasuk aset tanah dan bangunan yang dibeli. Usaha sudah berjalan selama 8 bulan, dengan menawarkan jasa perawatan rambut dan tubuh yang paling lengkap untuk masa itu. Dari pangkas hingga ratus, dari hair extension hingga ear therapy. Tinggal sebut semuanya ada.
Baik dari desain bangunan hingga desain kelengkapan dan peralatan, mengesankan cita rasa yang mewah. Penilaian untuk atmosphere dalam ruangan (baik aroma, suara, pencahayaan, suhu udara, dll) dapat diandalkan untuk menciptakan kenyamanan. Tampilan depan gedung menarik dan areal parkir luas (kapasitas 10 mobil). Harga jasa perawatannya tergolong lebih murah dibanding usaha sejenis yang banyak bertaburan di lokasi tersebut. Bahkan salon dan spa ini memiliki endoser yang mengesankan, artis sinetron dan penyanyi sering mangkal dan menggunakan jasa mereka. Memang pengadaan endoser adalah salah satu strategi pemilik, karena dia banyak teman selebritis. Para endoser diberi diskon 50% dan dilayani dengan baik sehingga mereka betah berlama-lama di salon dan spa tersebut.
Jadi apa permasalahan yang membuat penjualan jasa salon dan spa ini sulit merangkak naik? Riset menyeluruh saya lakukan untuk teman saya ini. Walaupun saya tidak dibayar (karena cuma bantu teman), saya tetap jalankan riset secara menyeluruh. Maklum, saya penasaran sampai kebawa di mimpi. Mulai dari riset kepuasan dan kesetiaan pelanggan, kualitas layanan, lokasi, pasar, pesaing, hingga harga. Kualitatif hingga kuantitatif. Exploratory hingga confirmatory. Tabel frekuensi hingga model persamaan struktural. Pendek kata, hampir semua ilmu untuk meneliti sudah dilakukan. Kesimpulannya? Semua berjalan baik. Kinerja semua elemen berjalan dengan baik dan ada dalam batas wajar.
Bukan mendapat jawaban akan permasalahan, saya makin tersesat dalam suatu fenomena yang unik. Akhirnya saya memutuskan untuk kembali pada hal-hal yang paling mendasar dari service marketing. Belajar lagi sifat alami dari jasa, seperti jasa tidak berwujud, produksi dan konsumsi terjadi di saat yang bersamaan, jasa tidak dapat disimpan, dan sebagainya. Mengenang kembali masa kuliah saat ambil matakuliah marketing 2. Setelah semua kembali diingat, barulah dirancang logika yang terbentuk menjadi suatu paradigma. Saat itu saya sadar kalau ada suatu hal yang penting yang terlewatkan. Bukan kualitas jasanya, tapi kualitas hubungan yang belum saya teliti. Sangat sederhana logika yang terbentuk, sifat jasa adalah produksi dan konsumsi terjadi di saat yang bersamaan sehingga keterlibatan (involvement) konsumen dan produsen (dalam hal ini karyawan) sangat tinggi, sedangkan kualitas jasa yang dievaluasi konsumen bukan kualitas fisik tapi experience quality (kualitas yang dapat dievaluasi dari pengalaman penggunaan jasa).
Involvement dan experience itulah 2 kata kuncinya. Hasil dari kedua kata tersebut adalah social or emotional bonding. Penelitian kemudian diarahkan berfokus pada pelanggan dan karyawan saja. Riset kualitas hubungan pelanggan dan karyawan dijalankan dengan menilai harmony, acceptance, participation simplicity, personal understanding, personal awareness, dan professional awareness. Wawancara untuk setiap karyawan mulai dijalankan, dari kapster/stylish hingga office boy. Semua informasi terkait dengan karyawan dikumpulkan, absensi, gaji dan komisi, target penjualannya (baik layanan maupun barang), target perolehan pelanggan, dan lain-lain. Demikian juga untuk pelanggan, dilakukan wawancara secara terselubung (pelanggan biasanya hanya diajak ngobrol biasa selagi dalam perawatan).
Eureka!! Ditemukan 3 hal penting. Pertama, hubungan pelanggan dan karyawan sangat akrab. Sebagian pelanggan adalah pelanggan lama dari karyawan (biasanya stylish) di tempat kerja sebelumnya. Hubungan pelanggan yang sangat akrab ini dinyatakan oleh sebagian karyawan yang mengaku sering beraktifitas bersama pelanggan di luar tempat kerja. Kedua, hubungan pelanggan tertentu dengan pelanggan lain sangat akrab, bahkan beberapa pelanggan memiliki komunitas tertentu, seperti komunitas Vespa Piaggio. Ketiga, turnover karyawan tergolong tinggi. Selama 9 bulan beroperasi, karena berbagai alasan, seperti tidak mencapai target penjualan, tidak mencapai target perolehan pelanggan, dan tingkat absensi yang melampaui batas yang ditentukan, sudah 9 karyawan yang diberhentikan. 5 karyawan di antaranya adalah stylish.
Dari ketiga temuan tersebut, dapat dijelaskan rendahnya penjualan salon dan spa tersebut, sebagai berikut:
- Karyawan yang pindah ke pesaing akan turut membawa pelanggan-pelanggan yang setia padanya. Sesuai dengan target yang ditetapkan pemilik, maka satu stylish memiliki minimal 10 pelanggan tetap dan rata-rata 15 pelanggan tetap dengan minimal 3 pelanggan baru setiap bulannya.
- Pelanggan yang pindah ke pesaing cenderung turut mengajak pelanggan lain yang memiliki hubungan akrab dengan untuk turut pindah.
- Karyawan yang pindah turut mengajak pelanggan tetapnya pindah, dan pelanggan tetap tersebut mengajak pelanggan lain yang berhubungan akrab dengannya turut pindah. Perpindahan karyawan memiliki multiplier effect yang merugikan.
Berdasarkan temuan ini, ada beberapa poin dapat dilakukan pemilik untuk memperbaiki usahanya, antara lain:
- Sudah saat pemilik memberikan kelonggaran pada karyawan, khususnya kelonggaran pada target yang ditetapkan. Target yang baik adalah target yang dapat dicapai dan mampu diukur.
- Untuk menghindari terjadi pelanggan berpindah karena adanya karyawan yang pindah pada pesaing, sebaiknya perusahaan memberikan perhatian yang cukup terhadap kepuasan dan loyalitas karyawan.
- Kurangi risiko pelanggan berpindah karena mengikuti karyawan yang pindah adalah dengan membuka kemungkinan agar setiap pelanggan dapat dilayani oleh lebih dari satu orang karyawan saja, dimana dua atau tiga karyawan bertanggungjawab untuk membina hubungan baik dengan satu orang pelanggan.
- Ada baiknya pemilik turut membina hubungan dengan pelanggan secara intens agar dapat membentuk emotional bonding juga dengan pelanggan, sehingga kepuasan pelanggan pada salon bukan hanya dikarenakan kepuasan pelanggan pada karyawan namun karena adanya social benefits yang didapat dari manajemen/pemilik. Special treatment bagi pelanggan yang berperilaku setia (dapat diamati dari frekuensi penggunaan jasa oleh pelanggan) akan sangat membantu pembentukan kesetiaan pelanggan pada salon dan spa tersebut.
Tidak selamanya riset pemasaran menemukan permasalahan dari sudut pandang pemasaran, terkadang kita harus menilik faktor lain di luar pemasaran yang berdampak pada usaha pemasaran.Dalam kasus ini, PHK karyawan dapat memicu turunnya penjualan karena adanya hubungan pelanggan dan karyawan yang erat. Hubungan pelanggan dan karyawan dapat memberikan hasil positif maupun negatif, demikian pula hubungan karyawan dan manajemen.
Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi pemasar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H