Mohon tunggu...
Dawud Iskandar
Dawud Iskandar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nikmatilah dan selalu bersyukur apapun yang terjadi disetiap hari-harimu, karena tidak ada yang tau apakah besok kamu masih bisa menjalani hari-harimu seperti biasanya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menolak Budaya Money Politik para Caleg Pemilu 2024

8 Januari 2023   05:58 Diperbarui: 8 Januari 2023   07:15 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nama: Dawud Iskandar Rohman (221420000632) 

Dosen Pengampu : Dr. Wahidullah, S.H.I, M.H.

tugas ini dibuat untuk memenuhi kriteria penilaian ujian Akhir Semester mata kuliah pancasila

Universitas Islam Nahdlatul Ulama(UNISNU)

Indonesia merupakan Negara Demokrasi yang sistem demokrasinya diimplementasikan secara prosedural dalam pemilihan umum atau (pemilu). Pemilihan umum sudah ada sejak tahun 1955 menjadi prosedural yang dilaksanakan untuk mewujudkan negara yang demokrasi. Pemilihan umum sendiri dibagi menjadi dua yaitu pemilihan umum legeslatif dan pemilihan presiden dan juga pemilihan kepala daerah (pilkada).


Menurut Pasal 1 ayat (1) undang-undang nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, pemilu merupakan sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota DPR, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, serta memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan langsung, bebas, umum, jujur, rahasia,dan adil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Repiblik Indonesia Tahun 1945.


Namun, dalam perjalanan proses demikrasi tersebut terdapat hal yang selalu menjadi penghambat tercapainya demokrasi secara subtansial, yaitu praktik politik uang. Politik Uang (Money Politik) adalah kegiatan yang dilakukan pasangan calon untuk mempengaruhi masyarakat agar memilihnya dengan imbalan uang atau barang yang tentunya menyimpang dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Praktik ini tentunya tidak hanya melanggar undang-undang tetapi juga secara moral melanggar demokrasi yang sedang berjalan di Indonesia, namun tindakan ini dianggap biasa oleh sebagian orang yang memiliki suara mudah untuk membeli tanpa memikirkan terlebih dahulu nasib negara Indonesia 5 tahun kedepannya. Pemikiran seperti ini tentunya akan membuat generasi kedepannya semakin dibutakan oleh orang yang berkuasa.


Dalam hal ini banyakyang perlu diubah oleh kader intelektual, contohnya dalam persoalan politik uang. Politik uang bukan lagi menjadi hal baru bagi garda depan politik. Politik uang bahkan digunakan sebagai sebagai cara untuk memenangkan politik bagi partai atau individu yang curang. Politik uang biasanya diberikan sebelum pemungutan suara berlangsung. Bagi masyarakat yang kurang memahami dunia politik, mereka akan mencoblos dan memberikan hak suaranya kepada para oknum yang telah memberikan mereka uang.


Politik uang tidak hanya diberikan kepada mereka (rakyat) yang memiliki hak pilih, tetapi juga diberikan kepada para pemegang kekuasaan rakyat. Hal inilah yang menjadikan kekuasaan tidak lagi berada di tangan rakyat melainkan ditangan "uang", sehingga menjadikan kedaulatan bukan untuk rakyat melainkan untuk para "pemilik uang". Dampak dari adanya praktik politik uang dapat merusak sistem demokrasi di Indonesia, hal ini dapat menyebabkan demokrasi yang sakit atau tidak stabil, demokrasi yang seharusnya "bebas" menjadi tidak bebas karena pembelian hak pilih tersebut.


Kedaulatan yang seharusnya menjadi milik semua masyarakat, kini hanya menjadi milik uang. Selain itu, Praktik politik uang juga dapat merusak moral demokrasi. Karena rakyat menjadi memilih pemimpin bukan karena prinsip kepemimpinanya,bukan karena kinerjanya, bukan karena visi misinya, akan tetapi karena uang yang telah diberikan untuk menambah hak pilih demi kepentingan pihak tersebut.


Sebagai kaum intelektual kita harus mampu menyikapi hal-hal tersebut, misalnya dengan mencegah hal-hal yang mungkin terjadi dalam praktik politik uang, dengan cara sebagai berikut:
1. Menolak praktik politik uang yang ditawarkan tim sukses calon.
2. Sebagai kaum intelektual harus menjunjung tinggi prinsip demokrasi langsung, umum, bebas,rahasia, jujur, dan adil sebagai bentuk tindakan preventif dalam praktik politik uang.
3. Sebagai kaum intelektual harus mampu mensosialisasikan menggunakan bahasanya kepada publik mengenai dampak negatif praktik politik uang.


Dari sini dapat disimpulkan bahawa para kaum intelektual bisa menjadi pionir dalam mencegah praktik politik uang yang dapat merusak moral bangsa. Mengapa begitu banyak orang yang terlibat dalam politik uang? Dikarenakan keadaan masyarakat yang saat ini tidak mampu untuk memenuhi keburuhan dasar seperti: sandang, pangan kesehatan dan pendidikan.


Dalam kondisi tersebut, menjadikan sebagian orang terpaksa dan ditekan untuk segera mendapatkan uang. Politik uang telah menjadi arena bagi orang-orang untuk memperebutkan uang. Dalam dunia politik, rakyat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam politik atau hak untuk berpartisipasi dalam politik, karena kita menganut sistem demokrasi yang pada prinsipnya dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. Namun kenyataanya saat ini partisipasi masyarakat sangat rendah karena rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat tentang praktik politik.


Bisa diketahui bahwa politik uang bisa terjadi karena tiga faktor yaitu:
1. Faktor politik, politik uang terjadi karena caleg tidak punya program tetapi ingin menang.
2. Faktor hukum, lemahnya regulasi mengenai politik uang dalam pilkada dari tahun ke tahun yang merupakan kemunduran jika dibandingkan dengan pilkada tahun lalu.
3. Faktor budaya, ada beberapa kebiasaan yang sudah menjadi budaya di Indonesia yaitu tidak pantas jika seseorang menolak hadiah dan terbiasa mengembalikan hadiah. Instrumen budaya ini digunakan oleh para politis untuk melakukan politik uang.


Untuk menjadi cendekiawan sejati juga harus melalui beberapa tantangan, yaitu tantangan cendekiawan kepada masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan yang terjadi pada masyarakat dapat menurunkan moral bangsa, karena masyarakat memiliki peran penting dalam kemajuan bangsa.Bukan hanya kaum intelektual yang harus menyelesaikan masalah ini, namun perlu digarisbawahi bahwa kaum intelektual sering disebut juga sebagai perwakilan perubahan.


Jika dikaitkan dengan Pancasila sebagai etika politik dan berbicara tentang pemimpin yang mengandalkan uang dan kekuasaan sebagai landasan kepemimpinanya, maka semua itu tentu saja menyimpang dari etika berbangsa dan bernegara yang berlandaskan Pancasila yang terkandung dalam sila ke-4 yang berbunyi "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyarawatan perwakilan".


Seseorang pemimpin dengan latar tersebut, tentunya pemikirannya hanya curang dalam menjalankan kepemimpinanya. Konferensi yang telah digelar hanya akan menjadi permainan panggung politik bagi para pemimpin yang hanya berpijak yang hanya berpijak pada kekuasaan dan jabatan saja. Dengan cara ini negara bukan menjadi lebih baik akan tetapi menjadi lebih buruk sebagai akibat dari pemilihan pemimpin yang kurang berkualitas.


Kemudian siapa yang akan bertanggung jawab setelah semua itu terjadi? Tentusaja orang-orang yang telah memberi hak suaranya dan mereka yang telah diberi hak suara oleh orang tersebut, karena mereka hanya memilih dikarenakan uang yang telah diberikan, dan pihak yang menggunakan cara curang tentunya melanggar peraturan perundang-undangan sesuai dengan pasal 73 ayat 3 nomor 3 tahun 1999 yang berbunyi:


 "Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang tersebut tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dengan pidana hukuman penjara paling lama yaitu 3 tahun, pidana ini juga berlaku kepada pemilih yang menerima suap berupa uang atau lain sebagainya. Menurut undang-undang nomor 10 tahun 2016 juga menjelaskan bahwa:


 "Selain mengatur siapa saja yang dapat dikenakan sanksi dan perbuatan apa saja yang termasuk dalam politik uang, juga mengatur ancaman atau sanksi yang dapat dikenakan berupa pencabutan pasangan calon yang terbukti melakukan kecurangan politik uang.


Ada juga beberapa cara untuk mencegahpraktik politik uang dalam masyarakat yaitu, penguatan pengawasan partisipatif, memaksimalkan sosialisasi, dan melaksanakan penegakan hukum yang tegas.

Program pengawasan partisipasi aktif dapat dilakukan dengan cara menggandeng berbagai pihak, baik Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), Ormas, Karang taruna, Perguruan tinggi hingga komunitas strategis lainnya yang dapat menjadi wadah partisipasi dalam pencegahan politik uang maupun efektivitas Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif (SKPP).

Selanjutnya ada Sosialisasi pencegahan pelanggaran pemilu harus dilakukan secara masif di masyarakat. Selain sebagai bentuk kesadaran politik, sosialisasi ini juga merupakan upaya pengawasan pemilu untuk melaksanakan kegiatan politik di masyarakat. Kegiatan ini dilakukan secara berkesinambungan oleh para pengawas pemilu dengan menyentuh atau mengarahkan masyarakat hingga ke akar-akarnya. Kemudian memberikan hukuman yang tegas tentunya akan menjadi pembelajaran bagi para oknum yang selalu mempraktekkan politik uang di masyarakat.


Kegiatan politik uang sudah mendarah daging bagi masyarakat Indonesia, sudah sejak lama kegiatan itu berlangsung dan tidak sedikit juga kasus yang telah berhasil diusut, setidaknya ada 27 kasus yang ada di provinsi jawa Tengah. Namun beberapa kasus tersebut masih dalam proses penyidikan lebih lanjut untuk memenuhi syarat yang formil dan material, ada kasus yang sudah ada yang sudah didaftarkan dan ada juga yang masih dalam proses penanganan. Modus dugaan kasus politik uang di jawa Tengah sendiri rata-rata berupa pemberian uang. Yaitu dengan membagi-bagikan uang baik secara langsung maupun amplop. Dan biasanya terdapat logo stiker atau gambar orang yang mencalonkan diri di pemilu tersebut.


Perbuatan yang dianggap kriteria politik uang antara lain adalah dengan sengaja memberikan uang atau materi lainnya dengan tujuan agar tidak menggunakan hak pilihnya agar memilih calon pasangan tertentu, tindakan ini tentunya sangat dilarang untuk para pemberi maupun kepada menerima.


Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa politik uang adalah perbuatan yang tentunya dilarang oleh agama maupun negara, maka sebaiknya praktek ini harus kita hindari. Dan kepada aparat penegak hukum tentunya untuk bisa memberantas atau meminimalisir kecenderungan praktik politik uang dalam setiap momentum pemilu. Praktek politik uang merupakan tanggung jawab bersama, sehingga peran pemerintah dan masyarakat harus sesuai dengan aturan, norma, hukum, dan peraturan perundan-undangan yang sudah ada.


Sebagai warga negara Indonesia yang cendekiawan atau intelektual mari bersama kita menolak kegiatan politik uang (money politik) pada pemilu 2024 dan juga seterusnya supaya menjadikan negara Indonesia lebih baik kedepannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun