Mohon tunggu...
Daud Iffa Fauzan Argana
Daud Iffa Fauzan Argana Mohon Tunggu... Programmer - Programmer / Penulis

Seorang mobile developer yang gemar menulis cerpen dan puisi dikarenakan minatnya pada dunia hiburan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menonton Dunia Monoton

18 Agustus 2024   16:50 Diperbarui: 18 Agustus 2024   17:52 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Mirek Schubert dari Publis Domain Pictures

Sekarang, dia terjebak di dunia yang dindingnya adalah rekaman kehidupan orang-orang yang bergantung padanya. Dia ingin marah, tetapi tidak ada hasrat yang bisa dikeluarkan. Rudi memeriksa kembali badannya dan menemukan hal yang mengejutkan: tubuhnya sekarang berlapiskan logam hingga menyerupai android. Bagaimana? Sejak kapan? Tempat yang biasanya mengirimkan Rudi makanan sekarang mengirimkan secarik kertas berisikan pesan.

“Sejak kamu menerima untuk berada di sini dan berhenti ingin keluar. Sejak kamu berhenti memperhatikan diri sendiri dan hanya mengerjakan yang kami suruh. Sejak kamu menyerahkan hatimu untuk menjadi bagian dari kami.”

Rudi berusaha marah kembali. Ia berpikir jika perubahan ini terjadi karena ia berhenti berperasaan, maka kebalikannya juga akan terjadi. Rudi mengangkat badannya dari kursi dan mulai berjalan. Dengan setiap langkah, logam-logam berkilau di sekujur tubuhnya tampak memudar dan nafasnya menjadi makin bertenaga. Yang ia perhatikan sekarang adalah monitor-monitor yang mengelilinginya. Dengan membakar sebanyak-banyaknya tenaga dalam dirinya, Rudi menarik salah satu monitor. Setelah ditarik terus-menerus hingga Rudi berkeringat, monitor tersebut akhirnya lepas dan tampaklah dinding kaca di baliknya. Lewat kaca tersebut, Rudi bisa melihat pemandangan kota yang dia rindukan. Rudi pun membantingkan monitor yang ia lepas ke dinding hingga dindingnya pecah dan ia dapat menghirup udara kota.

Rudi berjalan keluar gedung dan matanya terpana akan apa yang ia lihat. Entah sudah berapa lama ia tidak melihat langit bebas. Ia lalu menoleh ke belakang, tetapi tidak ada lubang di sana; hanya ada gedung biasa yang tampak tidak pernah dirusak. Muncul kembali sebuah perasaan yang sudah lama Rudi tidak rasakan: rasa lapar. Ia memikirkan untuk meminta bantuan saja kepada orang tua atau teman-temannya. Namun, ia juga melihat sebuah tawaran kerja baru dengan imbalan makanan di depannya. Lantas, apa yang hati manusiawinya akhirnya putuskan?

Penulis: Daud Iffa Fauzan Argana. Bekerja sebagai programmer di Yogyakarta setelah lulus S1 Ilmu Komputer Universitas Gadjah Mada. Terbiasa meluangkan waktu untuk menulis puisi, lagu, dan cerpen sejak tahun 2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun