Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Menelisik Wujud Asli Gugatan Anies dan Ganjar di MK

27 Maret 2024   22:17 Diperbarui: 27 Maret 2024   22:32 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gugatan Calon Presiden, baik pasangan Anies dan Ganjar, ke Mahkamah Konstitusi (MK) telah nampak wujudnya.

Bukan melulu tentang hasil perolehan suara (kuantitatif), tapi lebih condong menggugat proses pelaksanaan (kualitas) kontestasi pemilihan presiden (Pilpres).

Secara substantif, gugatan bermuara untuk membuktikan penyimpangan pelaksanaan Pilpres yang terindikasi melibatkan pemerintah, tidak netral, abuse of power dan pemanfaatan instrumen kekuasaan.

Jika direnungkan secara jernih, gagasan itu sangat baik, serta berguna untuk evaluasi dan perbaikan sistem pemilu.

Banyak pengamat menyatakan pelaksanaan Pemilu, khususnya Pilpres 2024 merupakan Pemilu terburuk selama era reformasi karena pemerintah dianggap tidak netral dan memobilisasi aparat pemerintah.

Idealnya pemilu tidak terjebak hanya pada pemilu prosedural dan elektoral belaka, karena hal itu hanya menjadikan pemilu sekedar legitimasi kekuasaan tanpa melihat kualitas pelaksanaan pemilu.

Mahfud MD sebagai pemohon di Mahkamah Konstitusi, Hari Rabu (27/3/2024) mengatakan, "MK harus melakukan penilaian atas proses pemilu tidak sebatas hasil".

Mahfud menyampaikan itu, mengutip ucapan Profesor Yusril Ihza Mahendra saat jadi ahli pada sengketa hasil Pemilu 2014.

Yusril pada saat sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2024 menjadi pihak  terkait dan pembela hukum pihak terkait.

Pendapat ini mengusulkan agar MK tidak hanya sekedar mahkamah kalkulator, sikap seperti itu dipandang merupakan pandangan lama yang perlu diperbaharui.

Perkembangan pandangan di Mahkamah Konstitusi ini menunjukkan sesungguhnya penggugat bukan hanya berorientasi kepada persoalan menang atau kalah, tapi menggugat kualitas Pemilu.

Jadi sangat bertolak belakang dengan pernyataan kocak Gibran Rakabuming Raka ketika memberi tanggapan tentang gugatan ke MK , Selasa (26/3/2024), dengan berkata :

"Misalnya nanti diulang, terus jagoannya kalah, apa minta diulang lagi ? Apakah minta diulang sampai menang ?"

Ucapan Gibran sebagai calon wakil presiden dalam hal ini sebagai pihak terkait, sangat kontroversial, dan menuai cemoohan, karena nampak ucapannya sangat dangkal makna.

Padahal tujuan utama para penggugat adalah ingin membuktikan ke publik dan secara dugaan adanya campur tangan pemerintah yang menyimpang dalam pelaksanaan pemilu, yang lazim diasosiasikan sebagai konsep politik "Pork Barrel Politics" atau "Politik Gentong Babi".

Pork Barrel Politics identik dengan tindakan pemerintah menggunakan instrumen kekuasaan untuk memenangkan pemilu 2024, baik dalam bentuk rekayasa konstitusi maupun menjadikan bantuan sosial (bansos) sebagai alat politik.

Hal senada pernah diuraikan dalam film dokumenter "Dirty Vote", dimana dengan lugas dijelaskan apa itu "politik gentong babi".

Bivitri Susanti, ahli hukum tata negara, dalam film itu bicara tentang anggaran bansos meningkat drastis jumlahnya setiap tahun menjelang pemilu dan pilpres. Sehingga diduga Bansos rawan dijadikan sebagai alat politik melalui aparat dan pejabat negara.

Padahal dana bansos tersebut bersumber dari dana negara dipergunakan untuk mempengaruhi rakyat penerima bansos memilih calon presiden dukungan pemerintah.

Benar tidaknya dugaan itu hanya dapat dibuktikan lewat pengadilan yang berwibawa. Suka tidak suka benteng terakhir keadilan, terutama berkaitan dengan pemilu adalah domain MK (Mahkamah Konstitusi).

Oleh karena itu Paslon Capres Anies dan Ganjar menggugat lewat MK.

Maka wajar Paslon Pilpres Anies dan Ganjar mencoba mencari kebenaran dan keadilan di MK karena memang disitulah tempatnya.

Betapa naif-nya jika ada pihak terlalu dini memandang gugatan itu dengan pandangan minor, apalagi menjadikannya sebagai lelucon.

Harus dipahami dengan baik bahwa gugatan itu bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan ada atau tidak penyelewengan kekuasaan untuk kepentingan sempit pribadi maupun untuk kepentingan kelompok dengan merugikan kepentingan umum.

Kalau memang tidak ada yang salah dilakukan oleh pemerintah kenapa mesti kuatir dan terlalu reaktif ?

Justru publik sekarang ragu terhadap independensi dan objektivitas MK dalam menangani perkara hukum bercermin dari pengalaman sebelumnya tentang keputusan batas usia calon wakil presiden.

Keraguan publik ini justru dapat diuji dalam sidang sengketa pilpres 2024 kali ini. Ketika pihak terkait terlalu reaktif dan sinis, justru semakin menimbulkan ketidakpercayaan kepada pemerintah, dan semakin ragu terhadap eksistensi MK.

Kita nantikan proses penanganan dan hasil sidang MK dalam perkara ini membuktikan apakah mahkamah konstitusi kita masih bisa diharapkan dijadikan sebagai benteng terakhir hukum.

Ini adalah ujian penting bagi MK khususnya, dan pemerintah yang ditenggarai mengintervensi pemilu dan melanggar prinsip Langsung, Bebas dan Rahasia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun