Kontestasi pemilihan presiden Amerika selalu mencuri perhatian, jadi buah bibir dan menimbulkan perdebatan sengit.
Antusias publik global mencermati pemilihan presiden Amerika semakin meneguhkan Amerika sebagai negara Adi Kuasa memiliki posisi penting sehingga selalu diperhitungkan dinamika politiknya.
Siapa jadi presiden Amerika diyakini akan mewarnai atmosfir geopolitik global, dan mempengaruhi hubungan internasional.
Tahun 2024 Pemilihan Presiden akan dilaksanakan, maka perhatian publik dari seluruh penjuru dunia akan tertuju ke negeri Paman Sam.
Menariknya, kontestasi Pilpres Amerika kali ini diprediksi akan mempertemukan pertempuran antara Joe Biden dari Partai Demokrat Versus Donald Trump dari Partai Republik.
Diprediksi ini akan ajang pertempuran sengit. Sementara Joe Biden, sebagai presiden petahana mengalami penurunan elektabilitas beberapa tahun terakhir.
Bahkan hasil survey terakhir menunjukkan Donald Trump, eks presiden Amerika kemungkinan mengalahkan Joe Biden presiden saat ini di pemilu 2024.
Donald Trump diperkirakan memperoleh dukungan 49 persen, sedangkan Biden memperoleh 45 persen. Walau selisihnya tipis, hal ini menunjukkan peluang Trump sangat besar memenangkan Pilpres.
Menurut jajak pendapat New York Time, Trump menggungguli Biden di lima negara bagian, Navada, Georgia, Arizona, Michigan dan Pennsylvania. Biden hanya unggul di negara bagian Wisconsin.
Konon Joe Biden, sangat marah setelah mengetahui jajak pendapat di negara bagian Michigan dan Georgia menunjukkan hasil terjun bebas. Sementara dua negara bagian itu merupakan medan pertempuran sengit antara Biden dengan Trump. Keduanya merupakan dua negara bagian yang dimenangkan Biden dengan keunggulan tipis pada pilpres kemarin.
Menurut pengalaman selama ini di setiap pelaksanaan Pemilu di Amwrika, hasil pemilu di enam negara bagian ini sangat menentukan siapa memenangkan pilpres.
Menurut Max Abraham, pakar politik Northeastern University Boston, menurunnya elektabilitas atau dukungan terhadap Joe Biden dipengaruhi kebijakan Amerika terhadap Israel di Gaza.
Padahal pada kampanye pemilu sebelumnya Joe Biden berjanji akan mengakhiri "Perang Abadi" konflik di Gaza. Sikap Biden yang mendukung Israel menimbulkan kekecewaan publik Amerika, khususnya pemilih umat muslim.
Mereka merasa dikhianati Biden, sehingga menimbulkan penolakan terhadap Biden dari kalangan umat muskim, kelompok progresif, bahkan menimbulkan perpecahan dukunganhan di kalangan internal partai Demokrat.
Maka wajar Joe Biden marah dengan berteriak mengumpat dalam pertemuan pribadi di Gedung Putih bulan Januari 2024 lalu setelah mengetahui angka jajak pendapat memposisikan dirinya mengalami penurunan drastis.
Biden kemudian meminta para pembantunya meminimalisir kemungkinan kegagalan dan kekalahan di Pilpres yang akan datang.
Itulah ekspresi kegalauan Joe Biden saat ini menghadapi konstestasi Pilpres 2024. Mari kita cermati perkembangan selanjutnya, apakah Joe Biden memperoleh peluqng terpilih kembali jadi Presiden Amerika Serikat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H