Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Quo Vadis Koalisi Semi Permanen ala Barnas?

19 Maret 2024   04:03 Diperbarui: 19 Maret 2024   04:27 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Kompas.com

Pasca Pilpres 14 Februari 2024 dan selama proses rekapitulasi perolehan suara oleh KPU, Prabowo Subianto Capres yang diprediksi sebagai pemenang, justru tampak lebih banyak berdiam diri, dan irit bicara.

Bukan hanya seakan menghindar dari publik, kebersamaan Prabowo Subianto dengan Gibran Rakabuming Raka, bahkan bersama Presiden Joko Widodo juga semakin jarang terlihat dibandingkan sebelum Pemilu.

Berbanding terbalik dengan barisan pro Jokowi, tampak antusias bicara, bahkan terkesan terlalu bernafsu menyodorkan kepentingannya, terlihat dalam usulan format "Koalisi Semi Permanen" meniru "Barisan Nasional" di Malaysia.

Jeffrie Geovanie Ketua Dewan Pembina PSI merupakan sosok pertama mengemukakan ide dibentuk koalisi permanen partai politik pendukung,  atau koalisi Prabowo Subianto, dan mengusulkan Joko Widodo sebagai ketua, karena dinilai memiliki pengalaman memimpin dan kemampuan mumpuni dalam hal itu.

Gagasan itu menurut Jeffrie Geovanie akan membawa Indonesia maju di 2024 karena koalisi ini didukung "Mayoritas Kekuatan Nasional", dan hanya menyisakan satu atau dua partai oposisi.

Dengan demikian partai oposisi tidak memiliki jumlah kursi yang cukup dibandingkan koalisi permanen.

Koalisi permanen ini juga diharapkan sebagai kekuatan politik dari pusat hingga ke daerah, dan dijadikan sebagai kekuatan untuk memenangkan Pilkada oleh partai-partai Koalisi Permanen. Dengan demikian koalisi ini diharapkan menguasai semua struktur pemerintahan dari pusat sampai daerah.

Ide itu tampak sangat cemerlang sebagai tampilan politik (political performance). Dan sebagai klaim melegitimasi kekuasaan yang mereka peroleh lewat sistem demokrasi yang ideal, indah dan menarik padahal tanpa disadari ide itu mendegradasi demokrasi hanya sekedar pemilu prosedural.

Mereka ingin melegitimasi kekuasaan demi kesinambungan kepentingan mengatasnamakan demokrasi atau menang pemilu dengan tidak menghiraukan merebaknya gugatan terhadap pelaksanaan Pemilu 2024 yang ditengarai pemerintah justru tidak netral, terjadi abuse power dan mempergunakan instrumen kekuasaan pemerintah demi pemenangan salah satu calon pasangan presiden.

Di tengah polemik dan gugatan terhadap anomali pelaksanaan pemilu 2024 kemunculan ide membentuk koalisi permanen justru dicurigai memiliki "hidden agenda" untuk menutupi dan membentengi dugaan kecurangan maupun penggelembungan perolehan suara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun