Penerbangan itu butuh waktu  2 jam 35 menit sampai tujuan.  Sesampainya di tujuan beberapa saat kemudian mereka harus melakukan penerbangan kembali ke Jakarta.
Artinya semalaman itu para Crew pesawat dituntut oleh pekerjaan mereka untuk begadang, atau tidak tidur.
Ironisnya, menurut pengakuan co-pilot, k dia sendiri sebenarnya sebelumnya kurang jam tidur karena terganggu membantu istrinya menangani anak kembarnya yang rewel saat tidur.
Maka faktor kurang tidur menyebabkan co-pilot tanpa sengaja tertidur saat mengambil alih tugas mengendalikan pesawat. Murni tanpa sengaja oleh dirinya.
Sedangkan kapten dengan jujur mengakui permisi kepada rekannya untuk tidur karena mengantuk pengaruh penerbangan sebelumnya menyebabkan dirinya kurang tidur.
Peristiwa tidur dan tertidur oleh Pilot dan Co-Pilot jelas memperlihatkan faktor kelelahan fisik penyebab utama terjadinya gangguan dalam bekerja, serta rawan menimbulkan kecelakaan fatal penerbangan merenggut ratusan nyawa manusia.
Peristiwa ini cukup dari lebih memberi bahan perenungan dan pembelajaran bagi semua pihak untuk menyadarkan arti penting memperhatikan keselamatan penerbangan dari sisi "human error".
Hal ini, selain pelajaran berharga bagi operator penerbangan, kiranya tidak menjadikan kita semakin kuatir mempergunakan moda transportasi udara.
Ada asumsi di benak publik, bahwa semakin banyak seseorang mengetahui seluk beluk penerbangan justru membuat seseorang makin kuatir terbang naik pesawat.
Para operator penerbangan juga tidak cukup hanya meminimalisir kemungkinan terjadinya kecelakaan penerbangan, tetap harus mampu juga menghilangkan rasa kuatir penumpang pesawat.
Kali ini penerbangan Batik Air ini patut kita syukuri tidak tertimpa musibah dan selamat mencapai tujuan. Tetapi tidak menutup kemungkinan di penerbangan lain bisa saja terjadi kecelakaan bila kejadian yang sama "Pilot Tertidur" terjadi kembali.