Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pileg 2024: Menelisik Pertempuran Sengit Parpol di Pulau Jawa

6 Maret 2024   15:16 Diperbarui: 7 Maret 2024   11:32 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pemilu KOMPAS.COM/HANDINING

Dalam analis dan strategi politik, ada adagium berbunyi "Siapa menguasai Pulau Jawa maka akan menguasai Indonesia". Khususnya untuk konteks pertempuran elektoral partai politik, pendapat ini ada benarnya, karena jumlah pemilih terbesar berada di Pulau Jawa.

Maka wajar, partai politik yang mampu memperoleh suara terbesar di Pulau Jawa diprediksi akan jadi partai pemenang pemilu.

Menelisik hasil rekapitulasi perolehan sementara KPU, sampai awal bulan Maret 2024, PDI Perjuangan masih menempati posisi teratas perolehan suara di Pulau Jawa.

Walau PDI Perjuangan hanya unggul di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogjakarta, namun perolehan suaranya tidak terpaut jauh dengan keunggulan partai lain di Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jakarta dan Banten.

Hanya saja, di kedua wilayah ini, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Jogjakarta kemenangan PDI Perjuangan berjarak lumayan jauh dengan partai lain.

Khusus untuk Provinsi Jawa Tengah ada kecenderungan penurunan perolehan suara PDI Perjuangan di Pileg 2024 dibandingkan hasil Pileg 2019, namun PDI Perjuangan masih tetap mampu mempertahankan posisi nomor satu di Jawa Tengah yang selama ini juga merupakan basis massa pemilih PDI Perjuangan.

Penurunan ini ditenggarai karena memang wilayah pemilihan Provinsi Jawa Tengah sebagai wilayah penyumbang suara terbesar bagi PDI Perjuangan dijadikan  partai lain sebagai sasaran tembak bersama, dan PDI Perjuangan dijadikan musuh bersama dengan tujuan u menggerogoti perolehan suara PDI Perjuangan. 

Konon lagi, setelah Joko Widodo memilih berpisah dengan PDI Perjuangan dan kemudian bergabung mendukung pasangan Capres Prabowo Subianto, Joko Widodo ditenggarai mendukung penyerangan terhadap Jawa Tengah ini, khususnya untuk mengembosi suara PDI Perjuangan.

Namun keberuntungan masih tetap menghinggapi PDI Perjuangan hingga  tetap sebagai partai terunggul di Jawa Tengah dengan perolehan suara mencapai 27 persen.

Partai Golkar yang diharapkan sebagai mesin penghancur PDI Perjuangan ternyata hanya mampu memperoleh suara di kisaran 12 persen, sedangkan PSI yang diketuai oleh anak sulung Joko Widodo hanya mampu meraih suara sebesar 3 persen.

Di Jawa Tengah justru PKB berada di peringkat kedua dengan raihan suara sebesar 13 persen, dan di Jawa Timur PKB unggul dengan perolehan suara sebesar sebesar 18 persen, sedangkan PDI Perjuangan berada di posisi kedua dengan perolehan suara sebesar  16 persen. 

Dengan demikian Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur masih dikuasai oleh PDI Perjuamgan dan PKB. Upaya merebut Jawa Tengah dan Jawa Timur oleh koalisi dukungan Joko Widodo tidak berhasil.

Secara historis kedua Provinsi ini sejak awal merupakan basis PDI Perjuangan dan PKB, hingga saat ini belum bisa ditaklukkan oleh partai politik lain.

Sedangkan di Provinsi Jawa Barat dan Banten merupakan wilayah pertempuran sengit bagi semua partai politik papan atas, karena tidak ada partai politik memiliki catatan sejarah  penguasa tetap di wilayah ini. 

Perolehan suara sementara Pileg 2024, nampak jelas kedua wilayah ini merupakan arena pertempuran sengit, dan masing-masing partai, baik partai papan atas maupun partai papan menengah saling kejar-kejaran perolehan suaranya.

Dan paling sengit nampak jelas di di Provinsi Banten.  Berdasarkan data sudah masuk rekapitulasi KPU, Partai Golkar unggul tipis dibanding partai lain dengan perolehan suara 13 persen.  Di posisi selanjutnya ada PKB dan PDI Perjuangan dengan perolehan suara berimbang sebesar 11 persen.

Sedangkan Partai Gerindra dan Demokrat dengan masing-masing perolehan 10 persen, disusul PKS dengan raihan 9 persen.

Di Banten nampak jelas semua partai papan atas bersaing ketat, dan perolehan suara tidak berjarak jauh sebagai indikator Provinsi Banten merupakan wilayah pertempuran sengit.  Tidak ada partai unggul dengan rentang perolehan suara jauh berbeda seperti keberhasilan PDI Perjuangan di Jawa Tengah yang memiliki persentase perolehan suara relatif jauh antara PDI Perjuangan dengan partai lain. Bahkan dengan PKB sebagai peringkat dua ada selisih perolehan suara sebesar 14 atara PDI Perjuangan dengan PKB.

Di Banten persaingan semakin sengit karena Partai Demokrat yang tidak unggul di daerah lain se-pulau Jawa justru di Banten mampu meraih suara sebesar 10 persen, sama dengan persentase perolehan suara Partai Gerindra.

Bahkan PAN yang di Provinsi lain tidak masuk kategori partai papan atas justru di Banten menohok dengan  perolehan suara sebesar 8 persen.

Sedangkan di Jawa Barat di posisi pertama ditempati Partai Golkar dengan perolehan suara 16 persen, diikuti Gerindra 15 persen. Sedangkan PKB, PKS dan PDI Perjuangan berada pada posisi perolehan suara 11 persen. Sedangkan di Jakarta justru PKS berada di posisi pertama dengan perolehan suara sebesar 19 persen, disusul PDI Perjuangan hampir 16 persen. Sedangkan Gerindra 10 persen dan Golkar 9 persen.

Dari data perolehan suara diatas terlihat bahwa hanya PDI Perjuangan yang mampu memperoleh suara sebesar 27 persen dan menjadikannya Partai terunggul di Jawa Tengah dengan rentang jarak jauh dengan partai lain, dan yang mengagetkan juga datang dari PKS di Jakarta mampu memperoleh 19 persen mengalahkan persentase keunggulan partai Golkar di Jawa Barat dan Banten.

Ironisnya justru Partai Gerindra yang berhasil mengantar ketua umumnya Prabowo Subianto unggul di Pilpres, malah partainya tidak ada memperoleh posisi rangking pertama di semua Provinsi Pulau Jawa. Padahal Pulau Jawa itu sebagai lumbung suara terbesar jika dibandingkan dengan jumlah suara di luar pulau Jawa. 

Keunggulan Prabowo Subianto di perolehan suara Pilpres berdasarkan data masuk sementara, berbanding terbalik dengan perolehan suara Partai Gerindra besutannya.

Ini merupakan anomali, dan menimbulkan tanda tanya apakah perolehan suara pilpres tidak berbanding lurus dengan suara pilpres.

Anomali ini semakin memperkuat dugaan kemenangan Prabowo Subianto kemunkinan besar karena pengaruh dukungan Joko Widodo dan instrumen kekuasaan yang diberdayakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun