Menelisik rekapitulasi sementara perolehan suara partai politik peserta Pemilu 2024, menarik dicermati karena sarat dengan dengan dinamika kontroversi dan anomali.
Untuk sementara PDI Perjuangan bertengger di posisi pertama memimpin klasemen, kemudian di susul Partai Golkar dan Partai Gerindra.
Ironisnya Partai Gerindra yang identik dengan pendukung Utama Prabowo Subianto yang merupakan Ketua Umum Gerindra juga, berdasarkan data masuk sementara, Prabowo menang Pilpres tetapi partainya hanya berada di posisi ketiga.
Perolehan suara Prabowo di Pilpres yang tidak berbanding lurus dengan perolehan suara partai Gerindra menimbulkan tanda tanya karena seakan tidak ada cocktail effect, atau efek ekor jas kemenangan Prabowo Subianto terhadap Partai Gerindra.
Fenomena ini seakan membenarkan asumsi beberapa orang pengamat politik yang mengatakan bahwa Presiden Jokowi Widodo sesungguhnya merupakan orang yang paling berpengaruh sebagai Conductor berperan di depan mempengaruhi orkestra Pemilu 2024.
Di satu sisi Joko Widodo mendukung kemenangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, tetapi di sisi lain lebih memilih partai Golkar yang memenangkan Pemilihan Legislatif, bukan Partai Gerindra.
Bahkan Joko Widodo sangat berharap Partai Golkar mengalahkan PDI Perjuangan, dan mengharapkan PSI lolos parliamentary Threshold dan PSI memiliki perwakilan di parlemen.
Joko Widodo all out of love mendukung dan memenangkan pasangan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka, tetapi tidak mendukung kemenangan partai Gerindra sebagai salah satu upaya menjaga keseimbangan konstelasi politik nasional, dan menjaga harmoni diantara para elit politik.
Gerindra tidak memenangkan Pileg akan menutup pintu bagi mereka menguasai pimpinan parlemen atau DPR RI. Dengan demikian Ketua DPR RI diharapkan bisa diberikan kepada partai lain pendukung koalisi pemerintah, dalam hal ini yang diharapkan memimpin parlemen dari Partai Golkar.
Dan lebih indah lagi harapan itu jika terwujud PSI lolos ke parlemen. Dengan demikian Partai Gerindra tidak memonopoli kekuasaan, sehingga akan tetap terbuka luas pintu bagi Joko Widodo melanggengkan pengaruh atau kekuasaannya.
Untuk mempermulus skenario itu maka akan diusahakan semampu mungkin meloloskan PSI ke parlemen, dan mengharapkan PDI Perjuangan bukan jadi partai pemenang Pemilu di posisi pertama.
Joko Widodo memang sedang berusaha sebagai seorang pigur Conductor harmonisasi konstelasi politik nasional paska berakhir jabatannya sebagai Presiden Indonesia di akhir tahun 2024.
Oleh karena itu jangan heran jika selama ini sangat banyak muncul anomali politik, baik drama penghianatan terhadap PDI Perjuangan, drama utak atik produk konstitusi MK, politisasi BLT maupun anomali penggelembungan suara partai.
Partai Gerindra boleh berpuas diri atas keberhasilan Prabowo Subianto memenangkan Pilpres, tetapi ranjau penyanderaan juga tengah ditabur di tengah jalan bagi partai Gerindra dan Prabowo Subianto.
Menggandeng Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Prabowo Subianto merupakan jurus jitu memperoleh dukungan Joko Widodo dan aparat pemerintah dalam kemenangan.Â
Tetapi tidak bisa dilupakan azas manfaat itu tidak serta merta direlakan secara leluasa oleh Joko Widodo, hal ini nampak dari upaya Joko Widodo yang tetap ingin menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dan keluarganya dengan kepentingan Prabowo Subianto dan Partai Gerindra.
Upaya pemenangan Partai Golkar, dan mengupayakan Partai Golkar sebagai pemenang Pileg dan Pimpinan DPR sejak awal sudah terendus melalui salah seorang menteri kepercayaan Joko Widodo yang jor-joran membantu partai Golkar.
Dukungan ekstra besar terhadap pemenangan Partai Golkar tersebut sebagai salah satu indikator menimbulkan asumsi yang mengatakan Joko Widodo ingin bergabung dengan Partai Golkar, bahkan diduga ingin menguasai Partai Golkar.
Ibarat kata pepatah, "Tidak ada asap jika tidak ada api", maka dugaan bahwa Jokowi berniat menguasai Partai Golkar bukan hanya sebatas dugaan dangkal.
Niat itu semua bermuara kepada keinginan Joko Widodo untuk tetap memiliki panggung sebagai Conductor politik, dan melanggengkan kepentingan terselubungnya.
Hal itu sah-sah saja dilakukan oleh Joko Widodo karena dirinya sudah dengan jelas dan vulgar menunjukkan ke publik memiliki kepentingan melanggengkan kekuasaan dan kepentingannya lewat pencalonan anak sulungnya sebagai wakil presiden, dan menjadikan anak bungsunya sebagai Ketua Umum PSI.
Ibarat masuk lumpur, kaki sudah masuk sebelah jadi sekalian aja seluruh badan masuk lumpur.
Itulah konsekuensi sudah terlanjur ingin melanggengkan kekuasaan, dan kenikmatan semu yang diperoleh dari kekuasaan yang terus menggoda dan sulit untuk diabaikan.
Suka tidak suka, Joko Widodo sudah kadung memulai permainan, jadi akan tetap berusaha menguasai permainan itu, jika memungkinkan akan memilih permainan yang penuh harmoni seperti kidung indah yang dinyanyikan kelompok paduan suara profesional, dan Joko Widodo lah sang Conductor.
Tapi jangan lupa, jika permainan indah tidak bisa diwujudkan sesuai skenario dan harapan, maka tidak memungkinkan akan dilakukan lewat jalan tidak sebagaimana biasanya, bila penting memilih jalan gelap dan penuh anomali.
Mari membiarkan ruang dan waktu membuktikannya, kita hanya bisa menatap dari jarak jauh karena orang yang sudah terjebak dengan permainannya sendiri tidak akan peduli lagi apa pun kata orang.
Selamat Mencermati.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H