Partai Demokrat tampak di Pemilu 2024 dengan jelas dengan begitu mudah beradaftasi dan berganti kulit dari partai posisi, dan sebelumnya sebagai partai paling getol mengkritisi kepemimpinan Presiden Joko Widodo,dengan cepat kemudian beralih jadi partai pendukung Jokowi paling antusias.
Itulah secuil gambaran karakteristik perilaku elite partai politik di Indonesia, gampang gonta ganti sikap dan pendirian, tergantung kepentingan memperoleh jabatan di kekuasaan.Â
Ketika berada di lingkaran kekuasaan akan jadi pendukung dan pembela penguasa, sebaliknya jika tidak berada posisi bagian kekuasaan bicara lantang mencari-cari dan mengada-ada tentang kekurangan kekuasaan.
Partai Demokrat sebagai salah satu contoh paling aktual, sebelumnya paling getol mengkritisi program pembangunan insfrastruktur jalan tol, food estate, IKN. Dan sering mengatakan bahwa bangsa Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Setelah diberikan posisi sebagai menteri ATR dan BPN tiba-tiba jadi orang paling terdepan pembela penguasa.Â
Hal ini terlihat terasa sumbang dari ucapan Agus Harimurti Yudhoyono yang  mengatakan."Kesan pertama, saya terpukau dengan apa yangmenjadi mimpi besar Bapak Joko Widodo".Â
Padahal jika ditelisik sejenak kebelakang, proses bergabungnya partai Demokrat ke koalisi pendukung Prabowo Subianto setelah sebelumnya pecah kongsi dengan koalisi pendukung Anies Baswedan, sesungguhnya hal itu merupakan pilihan terakhir, dan  merupakan keharusan karena tidak ada pilihan lain. Jika bergabung dengan koalisi pendukung Ganjar Pranowo tidak mungkin, jika tidak bergabung kemana-mana akan kena sanksi konstitusi terancam tidak bisa ikut Pemilu di periode yang akan datang.
Namanya rejeki nomplok, keterpaksaan itu ternyata menjadikan Agus Harimurty Yudhoyono memperoleh hadiah bagaikan durian runtuh, yaitu dilantik Presiden Joko Widodo sebagai menteri.
Pemberian jabatan ini sebenarnya dipandang berbagai kalangan, terutama dari internal Partai Gerindra sebagai pemberian yang terlalu dini, dan sangat mengagetkan bagi para elit partai Gerindra. Namun disisi lain pemberian tersebut dipandang oleh sebagian pengamat politik sebagai strategi Jokowi untuk menjinakkan Partai Demokrat sebagai salah satu partai yang harus mendukung Presiden Joko Widodo jika mengalami turbelensi politik, khususnya untuk menghadapi kemungkinan dilakukannya pengajuan hak angket di parlemen,
Dalam hal ini Joko Widodo memang semakin memperkokoh posisinya dengan semakin banyaknya partai politik papan atas jadi bagian dari koalisi besar yang  mendukung dirinya, antara lain ada Gerindra, Golkar dan PAN.
Tetapi dalam permainan Joko Widodo seperti itu konon membuat kalangan internal Partai Gerindra merasa tidak nyaman, karena bergabungnya Partai Demokrat pada awalnya adalah sebagai bagian pendukung Koalisi pemenangan Prabowo Subianto, bukan bergabung untuk koalisi pendukung Presiden Joko Widodo. Dengan pemberian jabatan menteri kepada Agus Harimurty Yudhoyono justru yang terjadi adalah menjadikan Partai Demokrat sebagai tambahan pendukung Presiden Joko Widodo.