Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Anomali Lonjakan Rekapitulasi Suara PSI di Awal Maret 2024

3 Maret 2024   19:57 Diperbarui: 3 Maret 2024   19:59 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : st.depositphotos.com

Bagaikan terbangun dari mimpi tidur, tiba-tiba banyak pihak kaget dan berteriak melihat perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) per-tanggal 3 Maret 2024, pukul 07.00 WIB di perhitungan real count KPU (Komisi Pemilihan Umum).

Ledakan perolehan suara PSI mencapai perolehan 3,13 persen untuk suara DPR RI dari jumlah suara yang sudah masuk hitungan sebanyak 65, 79 persen.

Pada Hari Minggu, 3 Maret 2024,  PSI merupakan satu-satunya partai politik yang mengalami lonjakan perolehan suara sangat drastis, sehingga menimbulkan tanda tanya dan kecurigaan.

Melihat perkembangan data yang dianggap tiba-tiba menggelembung itu, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu  Demokratis mengatakan hal itu tidak masuk akal, dan menduga ada usaha penggelembungan suara PSI untuk memenuhi ambisi Presiden Joko Widodo memenangkan partai politik pimpinan putra bungsunya Kaesang Pangarep.

Julius Ibrani, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), yang turut bergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil, dalam keterangan tertulisnya, Jumat 2 Maret 2024, mengatakan "Nyaris sempurna lah pembajakan Pemilu 2024 oleh rezin despotik ini untuk kepentingan dan ambisi kekuasaan Jokowi, keluarga dan kroni-kroninya." 

Romarhurmuziy, Ketua Majelis Pertimbangan PPP (Partai Persatuan Pembangunan), lewat akun Instragram pribadinya, Minggu, 3 Maret 2024,  menulis, "Mohon atensi KPU dan Bawaslu, operasi apa ini ? Meminjam bahasa Pak Jusuf Kalla, apakah ini  operasi "sayang anak" lagi ?"

Mencermati respon negatif dari berbagai pihak itu, apakah serta merta dapat dibenarkan telah terjadi operasi khusus penggelembungan suara PSI agar bisa lolos minimal 4 persen untuk memenuhi syarat parliement threshold ? 

Untuk kebenarannya dibutuhkan pembuktian lebih mendalam. Lagi pula ledakan perolehan suara PSI itu terjadi pada level suara yang masuk hitungan baru sebesar 65, 79 persen, dan dengan masuknya suara sebesar kurang lebih 30 persen lagi masih memungkinan menjadikan perolehan suara PSI turun maupun naik.

Sampai  pukul 14.00 WIB, Hari Minggu, 3 Maret 2024, perolehan suara PSI mencapai 2.403.258 suara di perhitungan  541.734 TPS dari 823.236 TPS yang ada. Artinya perhitungan yang dilakukan masih mencapai 65,81 persen.

Namun, Jadi bahan permenungan menarik untuk bahan pembelajaran adalah kecurigaan terhadap adanya operasi penggelembungan perolehan suara PSI dengan begitu gampang jadi bahan sinisme, tidak terlepas dari pengalaman buruk dalam pandangan masyarakat terhadap Joko Widodo sudah sedemikian besar berkembang biak.

Secara kasat mata, kini publik sudah tidak percaya secara utuh lagi terhadap sepak terjang Joko Widodo yang sejak awal telah terlihat ikut "cawe-cawe" dan campur tangan dalam pemilu 2024. Baik itu pengaruhnya terhadap keputusan MK merubah batas usia calon wakil presiden, maupun getolnya Joko Widodo turut berkampanye secara diam-diam untuk mendukung kemenangan salah satu pasangan capres.

Suka tidak suka, Joko Widodo dalam persepsi publik sudah terlanjur dianggap tidak akan bersikap netral, bahkan mempunyai gerakan terselubung untuk mempengaruhi kemenangan salah satu partai politik demi kepentingan pribadi dan keluarganya.

Oleh karena itu kecurigaan yang muncul terhadap diri Joko Widodo disebabkan oleh sikap Joko Widodo sendiri yang telah menabur rasa untuk tidak dipercayai lagi oleh masyarakat.

PSI sebagai partai politik yang di ketuai oleh Putra Sulungnya sudah barang tentu dianggap akan diintervensi dengan berbagai cara agar bisa lolos ke parlemen. Bukan karena ingin merealisasikan rasa sayang terhadap anak kandung, tetapi juga berguna untuk menjamin kesinambungan pengaruh kekuasaan Joko Widodo setelah tidak jadi Presiden lagi.

Memang sampai hari ini Joko Widodo dianggap sebagai pimpinan orkestra koalisi besar pendukung Prabowo Subianto, dan banyak partai politik ikut ritme yang diayunkan Joko Widodo. Tetapi tidak ada garansi hal itu akan berjalan langgeng dan selamanya manut memenuhi keinginan Joko Widodo sampai dia tidak menjabat jadi presiden lagi, itu kekuatan semu (The Illution of Strength) Joko Widodo, oleh karena itu untuk mengamankan kepentingannya berlangsung panjang kedepan tetap dia membutuhkan partai politik yang memang benar bisa dia kendalikan. Partai yang memungkinkan untuk itu adalah PSI pimpinan putra bungsunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun