Menko Polhukam Mahfud MD tiba-tiba mengeluarkan tanggapan keras atas kasus penganiayaan terhadap David oleh Mario Dandy Satrio.
Mahfud MD menilai pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo harus diperiksa terkait gaya hidup hedonisme yang diperlihatkan putranya Mario pelaku kekerasan brutal menyebabkan David seorang anak berusia 17 tidak sadarkan diri.
Dalam akun twitter pribadinya, Kamis, (23/2/2023), Mahfud MD menulis: "Secara hukum administrasi pejabat yang punya anak dalam tanggungan hedonis dan berfoya-foya harus diperiksa".
Mario anak kandung seorang pejabat Direktorat Jenderal Pajak santer diperbincangkan, dan jadi buah bibir di media sosial karena memiliki gaya hidup mewah, yaitu mengendarai sebuah mobil mahal merek Rubicon saat melakukan penganiayaan terhadap korban bernama David.
Mario, anak berusia 20 tahun dan mahasiswa salah satu Perguruan Tinggi Swasta Elit di Jakarta kemudian dipandang sinis oleh warga media sosial karena gaya hidupnya dianggap terlalu mewah.
Kemewahan itu kemudian dikaitkan dengan posisi Ayahnya yang merupakan seorang pejabat di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang berdasarkan laporan terakhir (2021) harta kekayaan pejabat negara (LHKPN), memiliki kekayaan sebesar Rp. 56 Miliar.
Harta kekayaan yang fantastik Rafael, serta gaya hidup Mario yang ditenggarai juga sering mengendarai Moge (Motor Gede) menjadi bahan "Cibiran" publik karena dianggap tidak sepadan dengan kedudukan Rafael sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan kementerian keuangan.
Kasus penganiayaan yang dilakukan seorang anak pejabat direktorat jenderal pajak terhadap seorang anak pengurus  GP Ansor ini kemudian melebar ke tentang harta kekayaan dan gaya hidup mewah anak pejabat yang dianggap mencederai marwah kementerian keuangan Republik Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani kemudian memberikan sanksi copot dan menonaktifkan Rafael Alun Trisambodo sebagai pejabat eselon III Ditjen Pajak.
Tidak pelak lagi, Rafael Alun Trisambodo jadi trending topic di berbagai flatform media sosial, dan jadi perbincangan publik.
Gara-gara kelakuan Mario anak pejabat teras Departemen Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, dianggap mencoret marwah Kementerian Keuangan, khususnya Dirjen Pajak.
Gaya hidup mewah, flexing (pamer) memang identik dengan gaya hedonis, yaitu gaya hidup mencari kebahagian dengan cara kesenangan sebanyak-banyaknya, dan lebih mementingkan kesenangan ketimbang kebutuhan.
Gaya hidup hedonisme dan Flexing memang sangat sensitif mengundang kecemburuan sosial di tengah kehidupan masyarakat dewasa ini yang tengah mengalami kesulitan ekonomi saat ini.
Maka wajar pejabat dan anak pejabat yang suka pamer kekayaan dan gaya hidup mewah jadi sorotan dan cibiran masyarakat, apalagi jika dikaitkan dengan pejabat-pejabat departemen keuangan, khususnya Dirjen Pajak.
Bukan ini kali pertama pejabat pajak departemen keuangan jadi sorotan publik, sebelumnya sudah beberapa kali terjadi, misalnya kisah kekayaan Gayus Tambunan, dan lainnya.
Itu semua menimbulkan persepsi negatif publik terhadap pejabat-pejabat departemen keuangan, dan mereka dianggap sebagai orang kaya raya dari perilaku korupsi.
Mario Dandy Satrio anak seorang pejabat Dirjen Pajak jadi sorotan tajam publik karena gaya hidup mewahnya, bahkan dianggap arogan dan sombong karena menganiaya David hingga tidak sadarkan diri.
Sikap arogansi itu diperlihatkan di salah satu cuplikan video amatir, dimana Mario menyebutkan dirinya tidak takut jika anak anak orang mati, dan juga tidak takut diadukan ke aparat keamanan.
Gaya hidup glamour dan kesombongan diri inilah kemudian jadi pemicu timbulnya perasaan semakin benci masyarakat terhadap sosok Mario.
Oleh karena itu sikap Mahfud MD yang juga turut "geram" melihat harta kekayaan Rafael Alun pejabat Ditjen Pajak, dan gaya hidup hedonis Mario sebagai anak pejabat Ditjen Pajak wajar memperoleh apresiasi masyarakat.
Dan hal itu harus jadi bahan kritik dan permenungan bagi para pejabat negara, khususnya pejabat kementerian keuangan untuk memperbaiki gaya hidup tidak glamour dan pamer kekayaan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga wajar marah dan memberi tindakan terhadap Rafael Alun karena memang merupakan contoh buruk terhadap instansi  yang dipimpinnya.
Ini juga merupakan momentum bagi Sri Mulyani untuk melakukan perbaikan terhadap gaya hidup pejabat-pejabat departemen keuangan, khususnya Dirjen Pajak yang sudah sejak lama ditenggarai sebagai sarang pejabat-pejabat kaya raya.
Dibalik kasus penganiayaan terhadap David yang dilakukan oleh Mario sebagai anak seorang pejabat Departemen Keuangan ternyata bukan hanya mempertontonkan sikap beringas dan arogansi seorang anak terhadap sesama manusia lewat penganiayaan.
Tetapi dibalik kesombongan diri itu ternyata ada latar belakang gaya hidup hedonis sebagai sumber utama menjadikan seseorang merasa memiliki kehebatan tersendiri di bandingkan orang lain, sehingga merasa pantas melakukan penganiayaan.
Harta kekayaan ternyata bukan hanya simbol strata sosial membedakan diri dengan orang miskin, tetapi kekayaan juga mampu menjadikan seseorang sombong dan menganggap orang lain kecil.
Kesombongan diri dan hilangnya rasa belas kasihan merupakan sikap yang sudah menghilang lama karena sebuah kekayaan.
Itu merupakan sebuah keprihatinan mendalam di tengah kasus penganiayaan yang terjadi terhadap David.
Kiranya kejadian ini jadi bahan permenungan bagi siapapun sebagai orang tua dalam mendidik anak.
Ternyata harta melimpah tidak selamanya sebagai jawaban untuk membahagiakan anak, karena dibalik gaya hidup kaya raya itu justru bisa menimbulkan malapetaka bukan hanya bagi anak itu sendiri, tetapi tanpa di duga bisa membuka borok orang tuanya sendiri.
Kasus penganiayaan yang dilakukan Mario bukan hanya menyeret dirinya masuk ke tuntutan hukum, tetapi tanpa sengaja telah menyeret orang tuanya sendiri dipertanyakan sumber kekayaannya yang dianggap tidak lazim dan tidak wajar.
Bukan hanya anak yang memperoleh hukuman karena perbuatannya, tetapi orang tua juga ketimpa hukum sosial lebih kejam, karena sangat memojokkan dan kadung menilai Rafael sebagai seorang koruptor tanpa pembuktian lewat jalur hukum terlebih dahulu.
Oleh karena itu jangan gila harta, dan kalaupun sudah nasib jadi orang kaya jangan suka pamer kekayaan (flexing) karena bisa saja kekayaan yang dipamerkan itu justru menimbulkan malapetaka.
Rafael Alun pejabat Dirjen Pajak pasti kaget dan tidak menduga, bahkan tidak pernah terpikirkan olehnya, harta kekayaannya digugat sekarang hanya karena kasus anaknya.
Gugatan terhadap kekayaannya bukan bersumber dari kesalahan atau kelalaian dirinya sendiri mengelola kekayaannya, tetapi karena gaya hidup mewah anaknya.
Tidak menyangka begitu jalan cerita munculnya gugatan terhadap harta kekayaannya.
Hanya karena perilaku anak, hancur martabat orang tua !!! Masih berarti kah harta melimpah itu kalau sudah begini ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H