Memperhitungkan potensi seperti itu sampai hari ini belum nampak di kalangan koalisi pengusung Anies Baswedan karena masih terbelenggu oleh kepentingan mengusung bakal Wacapres dari internal Partai Pengusung, dan mempersempit kemungkinan masuknya calon dari partai lain di luar PKS dan Partai Demokrat.
Berbeda dengan Partai Golkar dengan bergabungnya Ridwan Kamil justru semakin menambah nilai jual dan nilai tawar Partai Golkar dalam melakukan koalisi dengan partai lain.
Maka wajar jika saat ini Partai Golkar sangat "Seksi", bagaikan gadis rebutan bagi partai politik lain untuk disandingkan bersama dalam satu koalisi.
Kenaikan elektabilitas Partai Golkar dan mengalahkan Partai Demokrat berdasarkan hasil survei Litbang Kompas terakhir, jangan-jangan ada pengaruh Ridwan Kamil sudah bergabung dengan Partai Golkar.
Jika hal itu terbukti benar, maka semakin lengkaplah sebagai indikator menunjukkan pigur Ridwan Kamil layak diperhitungkan sebagai salah satu faktor penting menentukan kemenangan bagi partai manapun di Pemilu 2024.
Tinggal kunci penentu sekarang berada di tangan Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar, siap atau tidak melakukan "bargaining position" dengan membawa nilai jual Ridwan Kamil ?
Atau, memang Airlangga Hartarto lebih memilih membawa namanya sendiri ?
Seperti telah dikemukakan sebelum, apapun yang dipilih Airlangga Hartarto, tetap Ridwan Kamil memetik keuntungan lebih besar, yaitu boleh jadi sebagai Capres, Cawapres, atau kembali maju ikut pemilihan Gubernur Jawa Barat lewat kapal Partai Golkar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H