Pada kenyataanya, WTO itu dikuasai oleh negara-negara besar yang memiliki kontribusi besar memberikan dana kepada WTO yang porsinya dihitung bagaikan besaran saham dan hak suara.
Maka wajar jika WTO akan lebih mengutamakan kepentingan negara-negara besar dan mengabaikan kepentingan negara-negara berkembang atau dunia ketiga.
Itulah bentuk penjajahan gaya baru negara besar, khususnya Amerika dan Eropa, terhadap negara lain dalam perdagangan internasional.
Fenomena itu jadi bahan permenungan menarik untuk mempertanyakan relevansi dan aktualisasi pemikiran-pemikiran Bung Karno.
Bung Karno memberi nama Marhaenisme terhadap buah pemikirannya untuk melawan kapitalisme dan imperialisme dengan mengasosiasikan  bahwa terjadinya pemiskinan terhadap petani disebabkan oleh sifat rakusnya kapitalisme, yaitu mendesain sistem menguras habis darah petani hingga sampai melarat.
Petani yang ditemui Bung Karno di Bandung Selatan yang kemudian diberi nama Kaum Marhaen, pada dasarnya memiliki alat-alat produksi, baik tenaga, cangkul dan tanah sendiri, tetapi hidup melarat karena sistem buatan para imperialis anak kandungnya Kapitalisme.
Oleh karena itu dalam pemikiran Bung Karno, jika ingin menyelamatkan rakyat dari kemelaratan dan kemiskinan maka tidak ada jalan selain mengusir para imperialis dari bumi Nusantara.
Kini kita tengah hidup di alam kemerdekaan bangsa Indonesia, sesuai dengan cita-cita para the founding father ingin mengisi kemerdekaan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sesuai dengan ideologi Pancasila, khususnya sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hal itu sudah tentu dapat dilakukan melalui pembangunan ekonomi untuk lebih maju lewat kemandirian ekonomi nasional sesuai dengan Trisakti Bung Karno, yaitu berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi.
Kemandirian ekonomi tersebut salah satu dilakukan lewat kebijakan pemerintah menguasai sumber daya alam untuk kepentingan bangsa dan rakyat selaras dengan isi pasal 33 UUD 1945.
Salah satu langkah mewujudkan kemandirian ekonomi nasional dilakukan dengan kebijakan hilirisasi industri, yaitu larangan ekspor bahan mentah (raw material) Minerba, seperti Nikel dan Bauksit.