Setelah sebelumnya marak diskursus tentang "Krisis Seks", kini muncul lagi dialog tentang Childfree, yaitu sebuah sikap parenting suami istri enggan memiliki anak.
Childfree dan Childless memiliki perbedaan, dimana childfree merupakan pilihan sikap untuk tidak memiliki anak berdasarkan alasan tertentu yang menghinggapi kerangka berpikir seseorang.
Sedangkan Childless adalah suatu kondisi yang menjadikan seseorang tidak mungkin memperoleh anak karena ada kondisi gangguan fisiologis atau tubuh seseorang, misalnya karena kemandulan atau gangguan kesehatan yang tidak mengizinkan terjadinya proses kehamilan dan melahirkan.
Jadi, Childfree identik dengan sebuah pilihan secara sadar untuk tidak ingin memiliki anak dengan alasan tertentu, misalnya karena tidak suka terhadap anak-anak, pengalaman traumatis tentang anak, pertimbangan kondisi keuangan, dan karena prinsif mengutamakan karir.
Dengan demikian, childfree berkaitan erat dengan pengingkaran terhadap kelaziman, atau out of the values (diluar norma atau nilai-nilai budaya yang berlaku. Sehingga menimbulkan kontroversi, dan dipandang tidak sesuai dengan kerangka berpikir yang umumnya terjadi.
Dalam kultur masyarakat Batak, umumnya akan memandang sebagai sesuatu hal aneh dan bertentangan dengan norma yang ada jika ada orang yang memiliki niat tidak memiliki anak.
Karena dalam masyarakat Batak ada ungkapan berbunyi "Anakhon hi do hamoraon di au".
Artinya anak merupakan harta paling berharga bagi orang batak, dan merupakan bentuk ekspresi keberhasilan dan kesuksesan sebagai orang tua, bukan hanya menunjukkan kemampuan memiliki anak, tetapi sebagai ukuran kesuksesan dan keberhasilan menyekolahkan anak dan memperoleh jabatan atau karir yang gemilang.
Secara philosopis terkandung nilai-nilai luhur bahwa perkawinan bukan melulu untuk memiliki anak, tetapi ada tanggungjawab moral untuk mengasuh, membimbing dan mempersiapkan masa depan anak.
Jika dibandingkan dengan alasan yang dipergunakan oleh orang yang memilih sikap Childfree yang didominasi oleh alasan psikis dan ekonomis, maka hal itu tidak dapat dipungkiri sebagai sebuah sikap yang bertentangan dengan norma dan nilai-nilai yang dianut dan sedang berlaku di tengah-tengah masyarakat dewasa ini.
Selain tidak sesuai dengan nilai-nilai atau norma yang sedang dianut masyarakat umumnya, sikap memilih Childfree juga menunjukkan fenomena terjadi degradasi kemampuan mengekspresikan rasa cinta kepada anak sebagai pribadi yang sesungguhnya merupakan individu memiliki kedekatan psikologis paling dekat dengan ibunya.
Kedekatan psikologis berbentuk cinta dari seorang laki-laki terhadap seorang perempuan, walaupun itu pasangan suami istri, jauh berbeda nilai dan ekspresinya jika dibandingkan dengan cinta atau kasih sayang seorang ibu dengan anak yang lahir dari rahimnya sendiri.
Dan demikian juga sebaliknya, kedekatan emosional dan rasa sayang seorang anak terhadap ibu kandungnya tidak dapat dibandingkan dengan besarnya kasih sayang yang diperoleh dari pihak lain selain dari ibunya sendiri.
Konon, seorang bayi yang berada di dalam kandungan seorang ibu selama sembilan bulan bukan hanya menjadikan keduanya dekat secara biologis, tetapi menjadikan mereka dekat secara psikologis, terutama sangat dekat secara emosional atau perasaan.
Hal itu terjadi karena seorang bayi berada selama sembilan bulan di dalam kandungan menjadikannya sangat mengenal persis detak jantung itunya, dan diyakini bahwa hanya anak itulah yang paling mengenal detak jantung ibunya.
Sehingga ketika seorang bayi menangis, ketika digendong oleh orang lain sebagai sebuah cara bujukan meredakan tangisnya sering gagal, bahkan si bayi makin kuat menangis.
Tetapi ketika bayi tersebut digendong ibu kandungnya, dan kepalanya si bayu di sandarkan ke dada si ibu, dengan seketika tangis bayi itu reda karena memang kenal betul siapa ibu yang menyayangi lewat pengenalan terhadap detak jantung milik ibunya yang menemaninya dengan sabar dan setia selama sembilan bulan saat berada dalam kandungan.
Itulah bentuk ekspresi cinta dan kedekatan bathin yang dimiliki antara seorang ibu dan anak yang tidak bisa digantikan lewat cara apapun, dan tidak mungkin dirasakan oleh siapapun yang tidak pernah mengandung dan melahirkan seorang anak.
Hal kedekatan perasaan dan emosional seperti itu adakalanya tidak dapat dirasakan oleh seorang ayah walaupun seorang anak lahir dari pembuahan sperma yang dimiliki si ayah.
Childfree bukan hanya tidak sesuai dengan norma-norma yang sedang berlaku di tengah-tengah masyarakat, tetapi pilihan itu juga merupakan bentuk sikap mengingkari keluhuran cinta antara seorang ibu dengan anak yang tidak bisa digantikan oleh bentuk cinta seperti apapun.
Jika seorang perempuan, sudah jadi istri, tetapi memilih untuk tidak memiliki anak yang lahir dari rahimnya sendiri berarti tidak ingin merasakan ekspresi bentuk cinta sesungguhnya yang hanya dapat diperoleh melalui kedekatan emosional dengan anak kandungnya sendiri.
Dan Childfree juga menunjukkan bahwa seseorang sebagai perempuan hanya ingin mengutamakan kepentingan dirinya sendiri, tidak ingin dibebani oleh kewajiban mengandung, merawat dan membesarkan anak.
Dunia modern yang identik dengan kebebasan (liberalisasi) dan demokratisasi merupakan legitimasi bagi semua orang untuk bebas menentukan pilihan, termasuk kebebasan untuk memilih tidak memiliki anak bagi seorang perempuan, hal itu memang harus dihargai sebagai hak azasi manusia, tetapi secara religius memilih untuk melakukan Childfree sesungguhnya mengingkari kodrat manusia itu sendiri, terutama pengingkaran terhadap kodrat perempuan yang pada realitanya hanya pada dirinya dapat terjadi proses kehamilan dan melahirkan anak.
Itulah kodrat mulia yang dimiliki seorang perempuan dan tidak dapat digantikan dengan apapun, karena hamil dan melahirkan bukan melulu dipandang sebagai proses biologis, tetapi didalamnya tersirat unsur psikis, unsur emosional atau ekspresi rasa cinta paling genuine, tulus dan mulia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI