Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Dilema Bakal Calon Legislatif 2024

10 Februari 2023   20:11 Diperbarui: 22 Februari 2023   02:15 1153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artinya, untuk bisa memperoleh kursi legislatif 2024 tidak bisa dipungkiri harus lewat kepemilikan modal atau jumlah uang yang relatif besar, dan bagi caleg yang tidak mengandalkan uang kecil kemungkinan akan memperoleh suara besar dan terpilih sebagai legislator.

Uang sudah merupakan alat penting untuk memenangkan seseorang jadi anggota legislatif lewat pemilu sistem proporsional terbuka saat ini.

Sistem pemilu proporsional terbuka merupakan salah satu bentuk liberalisasi demokrasi, semua orang memiliki kesempatan yang sama ikut bertarung dalam pemilihan umum berdasarkan mekanisme pasar terbuka, sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran transaksional mempergunakan uang sebagai alat transaksi.

Bertolak belakang dengan asumsi dasar makna dan fungsi partai politik yang pada hakekatnya merupakan peserta pemilu sesungguhnya, dan partai politik merupakan institusi resmi saluran aspirasi dan mengartikulasikan keinginan masyarakat lewat kebijakan budgeting, legislasi dan kontroling (pengawasan) yang merupakan aktualisasi fungsi sesungguhnya anggota legislatif.

Namun karena maraknya sistem pemilihan umum mengandalkan transaksi uang maka terjadi pergeseran jarak kedekatan partai politik dan anggota legislatif dengan masyarakat sebagai konstituen. Partai politik tidak lagi memiliki tanggungjawab moral sebagai artikulasi harapan masyarakat.

Degradasi keberadaan dan fungsi partai politik ini semakin menggiring kader internal partai yang militan dan ideologis diterpa kondisi monachopsis, gagap dan merasa terasing dengan kondisi serta realitas yang sedang terjadi.

Idealisme menjadi barang rongsokan yang tidak berlaku untuk diandalkan saat ini. Kader partai yang ideologis dan memiliki idealisme sebagai kanal memperjuangkan aspirasi masyarakat jadi tersingkir ke ruang hampa, tidak berarti dan menjadikan mereka dirundung perasaan bingung, tidak mampu memahami realitas dengan mempergunakan rasionalitas maupun idealisme yang dimiliki.

Kondisi ini bukan hanya memperburuk kualitas demokrasi diukur dari kuantitas maupun kuantitatif produk legislasi yang dihasilkan lembaga legislatif, tetapi secara paralel turut mendegradasi keberadaan dan fungsi sesungguhnya partai politik sebagai instrumen penting demokrasi.

Keruntuhan arti penting partai politik ini kemudian terakumulasi jadi pemicu kebencian dan ketidaksukaan masyarakat terhadap politik dan kader partai maupun caleg. 

Sehingga untuk mencari akar masalah memperbaiki kondisi ini tidak ubahnya bagaikan mengurai benang kusut, sulit mencari ujung pangkal dan mengurainya. 

Sehingga merupakan sebuah dilema bagi calon anggota legislatif yang memiliki idealisme untuk ikut bertarung di pileg 2024 dengan orientasi memperbaiki sistem maupun budaya buruk yang sedang terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun