Judul tulisan ini rada "nyeleneh", multi tafsir dan tidak bisa dipungkiri ada unsur humornya.Â
Mengamati sepak terjang dan manuver para elit partai dalam rangka pembentukan koalisi dukung mendukung Capres 2024 menarik sih, dan wajar mengundang banyak perhatian dan kontraversi.
Oleh karena itu harus dilihat dengan mempergunakan kacamata santai, penuh riang gembira, jangan terlalu dibawa serius agar "Jangan Baperan" sebagaimana  istilah anak muda jaman sekarang.
Pertemuan demi pertemuan, dan kunjungan antar satu partai dengan partai berlangsung silih berganti, bentuk koalisi yang direncanakan belum juga final, sehingga sampai hari ini tidak ada satu pun bentuk koalisi yang sudah pasti.
Wara-wari, ketemu sana-ketemu sani para elit partai  tak ubahnya bagaikan Ibu-Ibu yang sedang belanja di Pasar Tradisional, Bolak-balik keliling sambil memandangi semua pajangan barang dagangan, padahal yang hendak dibeli sebenarnya tidak lah banyak-banyak amat.Â
Tidak dapat dipungkiri, berbelanja ke pasar memang mengandung unsur hiburan selain untuk membeli sesuatu, sama halnya dengan masyarakat kalangan atas ketika berkunjung ke mall, lebih banyak unsur rileks atau hiburannya.
Maka pertemuan antara elit partai dalam rangka membentuk format koalisi Pilpres 2024 tak ubahnya bagaikan ritual belanja ke pasar maupun ke mall, masih dalam tahap penjajakan dan masih dominan unsur hiburannya, sebagaimana yang sedang dilakukan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartanto dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Jumat (10/2/2023) di bilangan Istora Bung Karno Jakarta.
Dibandingkan pertemuan yang dilakukan elit partai lain, pertemuan Airlangga dengan Muhaimin selain turut dihadiri Sekjen masing-masing partai, pertemuan yang dilakukan di Istora Bung Karno seakan mengandung pesat inplisit atau tersirat yang ingin disampaikan ke publik maupun kepada para elit partai.
Pemilihan tempat di Istora Bung Karno seakan menyampaikan bahwa koalisi yang hendak mereka bangun nantinya baik oleh Partai Golkar maupun PKB adalah koalisi yang erat kaitannya dengan unsur-unsur Bung Karno, apakah itu idiologi, partai maupun keluarga biologis.
Jika memang itu pesan tersirat di balik pemilihan tempat pertemuan di Gelora Bung Karno, memang masuk akal juga, karena di tengah kegalauan PKB yang belum juga memperoleh kepastian dari Partai Gerindra soal duet Prabowo Subianto-Muhaimin Iskandar memberi kemungkinan kepada PKB untuk berpaling mencari peluang koalisi dalam bentuk lain.
Kegalauan PKB dan Muhaimin Iskandar ini sungguh beralasan, karena dengan sikap Gerindra demikian tak ubahnya bagaikan sandera bagi Muhaimin.
Pressure yang sudah dilakukan lewat rekomendasi hasil Ijtima Ulama ala PKB ternyata tidak ampuh mendesak agar Prabowo Subianto menentukan sikap memilih Muhaimin. Â
Lebih kacau lagi, acara peringatan Harlah Se-Abad NU tanpa kehadiran Muhaimin Iskandar di Arena seakan menafikan klaim Ijtima Ulama sebagai rekomendasi representasi ulama dan kiai-kiai NU. Bahkan dengan tidak adanya Muhaimin Iskandar di acara penting NU itu justru mempertontonkan kebenaran ada ketidak harmonisan antara PKB dengan NU yang nota bene sebagai basis massanya.
Pertemuan PKB dengan Golkar di Istora Bung Karno selain sarat makna membawa nama Bung Karno secara inplisit, hal itu dilakukan PKB tak ubahnya bagaikan berpacu dengan waktu mengejar kepastian, jika memang tidak jelas dengan Gerindra maka tidak menutup kemungkinan untuk balik badan berkoalisi dengan barisan Partai Golkar.
Dipilihnya tempat di Istora Bung Karno juga tidak ubahnya bagaikan sinyal bahwa Partai Golkar dan PKB boleh jadi akan membentuk format koalisi baru bersama PDI Perjuangan yang identik dengan partai yang mewarisi idiologi Bung Karno.
Istora Bung Karno merupakan tempat yang selama ini langka dijadikan sebagai tempat pertemuan dan negosiasi oleh para elit parpol, sebagaimana kita lihat sebelumnya pertemuan lajim di lakukan di kantor partai, sekretariat bersama atau di sebuah tower yang tak ubahnya bagaikan lambang ketinggian strata sosial diatas kerendahan masyarakat sebagai calon konstituen.
Siapapun itu yang memprakarsai pemilihan tempat ini patut diberikan usapan jempol, karena merupakan sebuah pilihan kreatif serta mengandung makna penting mengundang permenungan untuk dijadikan bahan pertimbangan ataupun sebagai alternatif pertimbangan terhadap para elit partai di luar Golkar dan PKB.
Muhaimin Iskandar memang selalu melakukan manuver-manuver cantik dan kadang bentuknya di luar kelaziman (out of box) di tengah posisinya dirundung ketidakpastian serta sedang di timpa kondisi penggembosan dukungan dari basis massanya, terutama penolakan dari petinggi NU, institusi berupa Ibu kandung yang dari rahimnya sendiri lahir PKB.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H