Tidak hadirnya Muhaimin Iskandar di arena peringatan satu abad NU, jadi tanda tanya besar, dan menimbulkan spekulasi.
Tanggapan publik dan pengamat politik berseliweran dengan asumsi hubungan PKB dan NU sedang tidak baik-baik saja.
Spekulasi demikian wajar mengemuka karena menganggap ada hal aneh dan ganjil jika seorang Ketua Umum PKB, sebuah partai yang lahir dari rahim NU dan sampai saat ini dianggap sebagai partai representasi NU tidak ada di perhelatan akbar memperingati satu abad NU.
Apalagi acara tersebut dihadiri oleh pimpinan teras partai-partai nasional tapi tanpa kehadiran Ketua Umum PKB yang secara historis memiliki hubungan emosional sangat dekat dengan NU, dan tidak bisa diabaikan bahwa PKB itu identik dengan NU.
Namun, ketidakhadiran Muhaimin Iskandar di acara besar NU kali ini merupakan pertanda sesungguhnya telah terjadi keretakan hubungan antara Muhaimin Iskandar dengan Pimpinan Besar NU.
Hal itu mempertegas kembali bahwa Muhaimin Iskandar sedang mengalami ujian berat dalam melakukan interaksi maupun untuk memperoleh dukungan dari kalangan NU, terutama petinggi NU saat ini.
Sebagaimana sering dikemukakan para petinggi NU belakangan ini yang mengatakan dalam berbagai kesempatan bahwa NU pada prinsipnya bersikap netral terhadap semua partai politik, dan tidak merupakan bagian dari partai tertentu menjadi sebuah pembenaran bahwa Muhaimin Iskandar sekarang tidak memperoleh dukungan secara institusional dari NU.
Berbeda jauh dengan sikap seorang mantan petinggi NU yang secara terang-terangan menyatakan PKB tidak bisa dipisahkan dengan NU. Karena saat era kepemimpinan Gus Dur kelahiran PKB dibidani sebagai partai politik yang diharapkan sebagai saluran aspirasi politik NU.
Kini silang pendapat antara setuju dan menolak keberadaan PKB sebagai bagian tak terpisahkan dengan NU justru semakin meruncing.
Ketidakhadiran Muhaimin Iskandar di acara ulang tahun NU merupakan sebuah pertanda dan pembenaran ada hubungan tidak harmonis diantara mereka yang tidak terlepas dari jejak masa lalu Muhaimin Iskandar saat merebut Ketua Umum PKB pertama sekali.
Sudah merupakan rahasia umum, keberhasilan Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum diluar ekspektasi dan restu Gus Dur sebagai tokoh sentral PKB saat itu.
Riak- riak ketidak harmonisan antara Muhaimin Iskandar dengan pendukung Gus Dur masih berlangsung sampai hari ini, dan kebetulan mereka saat ini menjadi tokoh-tokoh penting periode kepemimpinan NU saat ini.
Itulah ganjalan berarti memperumit hubungan Muhaimin Iskandar dengan petinggi NU saat ini sehingga jadi faktor utama penyebab Muhaimin Iskandar tidak ada nampak di acara resmi memperingati seratus tahun NU.
Disharmoni ini sudah barang tentu akan mempengaruhi performance Muhaimin Iskandar secara pribadi dalam rangka ikut kontestasi pilpres 2024, dan dikuatirkan akan mempengaruhi perolehan suara  dan dukungan basis massa NU terhadap  PKB.
Padahal sebelumnya PKB melaksanakan acara Ijtima Ulama yang diklaim mendapat dukungan besar dari para Kiai NU, mendesak kepastian pencalonan maupun pendeklarasian Muhaimin Iskandar sebagai Capres maupun Cawapres.
Keputusan Ijtima Ulama itu tak ubahnya bagaikan sebuah desakan kepada Partai Gerindra untuk memberi kepastian duet Prabowo Subianto dengan Muhaimin Iskandar sebagaimana sudah jauh hari digadang-gadang atas nama Koalisi Gerindra dan PKB.
Namun Gerindra belum juga bergeming, sehingga seakan meragukan kebenaran rekomendasi hasil Ijtima Ulama sebagai representasi sesungguhnya warga NU dan para Kiai NU. Padahal Gerindra dan PKB sudah sampai mendirikan posko / sekretarian bersama pemenangan paslon capres.
Tidak munculnya Muhaimin Iskandar di acara penting NU memperingati ulang tahun NU seabad, diprediksi semakin mempengaruhi keputusan penetapan Muhaimin Iskandar sebagai pasangan calon wakil presiden Prabowo Subianto untuk bertarung di Pilpres 2024.
Dengan demikian Muhaimin Iskandar akan semakin terombang-ambing di tengah ketidakpastian, bahkan bisa jadi tidak memperoleh kesempatan sebagai calon wakil presiden berpasangan dengan Prabowo Subianto.
Karena tidak bisa dipungkiri, dipilihnya Muhaimin Iskandar berpasangan dengan Prabowo Subianto tidak terlepas dari faktor latar belakang potensi besar warga NU pemilih PKB yang diharapkan nantinya memberikan pilihan terhadap pemenangan Prabowo Subianto sebagai Capres.
Semakin meruncingnya disharmoni Muhaimin Iskandar dengan NU yang tampak secara kasat mata saat ini tidak bisa dihindari harus jadi bahan pertimbangan berarti mengukur keberadaan dan kemampuan Muhaimin Iskandar membantu atau mengungkit pertambahan perolehan suara pemilih Prabowo Subianto dari akar rumput massa NU, khususnya pemilih di wilayah Jawa Timur yang identik dengan basis massa NU dan PKB.
Jika pencalonan Muhaimin Iskandar dianggap tidak akan mampu memperoleh dukungan signifikan dari warga NU maka wajar Partai Gerindra maupun Prabowo Subianto berpikir ulang, bahkan boleh jadi membatalkan niat mempersunting Muhaimin Iskandar sebagai pasangan Prabowo Subianto.
Kalaupun Partai Gerindra masih tetap ingin melanjutkan koalisi dengan PKB sudah barang tentu akan memilih pigur yang dianggap lebih mampu sebagai representasi NU, baik dari internal PKB maupun langsung dari NU.
Dengan demikian, Muhaimin Iskandar sepertinya masih lama lagi memperoleh kepastian diterima atau tidak sebagai pasangan Prabowo Subianto.
Muhaimin Iskandar pun akan mencoba berbagai cara lain untuk mendesak Partai Gerindra memberi kepastian.
Jika hasil rekomendasi Ijtima Ulama yang kemarin pun dianggap belum ampuh, maka Muhaimin Iskandar pun kemungkinan akan melakukan manuver lain, misalnya lewat rencananya menyambangi Partai Golkar untuk bertemu sebagaimana yang dilakukan Surya Paloh Ketua Umum Partai Nasdem sebelumnya.
Semua itu semakin mempertontonkan sesungguhnya rencana-rencana koalisi yang telah ada saat ini masih "Fragile", rentan terpecah belah bagaikan gelas-gelas kaca.
Sudah barang tentu, pihak yang paling besar kemungkinan mengalami nasib buruk adalah Muhaimin Iskandar karena di tengah nasib yang terombang-ambing dibuat Prabowo Subianto, kini hasil rekomendasi Ijtima Ulama sedang dipertanyakan efektivitasnya.
Muhaimin Iskandar sendiri sedang dihadapkan kepada ujian sejauh mana sesungguhnya dirinya dapat dijadikan sebagai representasi NU ditengah semakin menonjolnya secara terang menderang hubungan tidak harmonis antara dia dengan NU.
Sebuah penantian dan ujian melelahkan ditengah berbagai manuver menakjubkan yang dilakukan Muhaimin Iskandar dalam menentukan nasib atau suratan tangan selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H