Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Makna Uang dalam Pesta Adat Masyarakat Karo sebagai Bentuk Solidaritas dan Subsidiaritas

5 Februari 2023   22:35 Diperbarui: 5 Februari 2023   22:48 871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Uang, Muhammad Admaja / Antara Foto. Kompas.Com

Dalam masyarakat Karo, salah satu etnis di Sumatera Utara, memiliki tradisi menyumbangkan uang dalam jumlah sukarela dalam setiap perhelatan pesta adat perkawinan, dan acara adat kematian.

Untuk acara perkawinan, keluarga maupun kerabat yang diundang lajim memberi uang yang dicatat di list atau buku yang lajim disediakan setiap pesta adat.

Jumlah uang yang disumbangkan bervariasi dan tergantung niat masing-masing pemberi, tetapi besaran jumlah uang yang disumbangkan seseorang sering dijadikan sebagai ukuran besar kecilnya partisipasi seseorang membantu pelaksanaan pesta. Tidak ubahnya dianggap sebagai salah satu bentuk rasa kebersamaan atau gotong royong oleh semua keluarga dan kerabat melaksanakan pesta adat.

Pemberian uang atau donasi ini juga lajim dilakukan dalam acara adat duka atau prosesi pemakaman orang yang meninggal dunia, yang disebut sebagai uang pertangis, berasal dari kata dasar tangis dalam bahasa Karo yang artinya menangis. Jika diartikan ke bahasa Indonesia uang pertangis berarti uang sumbangan sebagai tanda rasa turut berduka.

Mencermati tradisi masyarakat Karo yang menyumbangkan uang secara suka rela dalam setiap acara adat atau pesta, baik acara suka dan duka, secara inplisit memuat makna sangat mendalam bahwa sumbangan uang yang diberikan dalam sebuah hajatan menunjukkan rasa kebersamaan serta persaudaraan dan gotong royong sebagai pertanda saling membantu antara sesama keluarga dan kerabat, bukan sekedar sebagai hadiah atau kado.

Sudah lajim setiap selesai pelaksanaan acara, baik pesta perkawinan maupun acara duka dilakukan perhitungan jumlah total uang masuk, kemudian dibandingkan dengan uang keluar pelaksanaan hajatan tersebut.

Pihak yang melaksanakan hajatan jika memperoleh uang surplus, atau ada sisa dari uang masuk setelah dikurangi uang keluar maka pihak yang melaksanakan pesta tersebut dianggap sebagai orang yang selama hidupnya memang memiliki jalinan kekerabatan dan persaudaraan yang baik, memiliki interaksi sosial yang baik sehingga sering dianggap sebagai orang yang rajin mengikuti acara adat, atau dianggap sebagai orang beradat.

Sebaliknya pihak yang mengalami defisit atau rugi melaksanakan pesta dihitung dari jumlah uang masuk (sumbangan) dikurangi uang keluar, maka orang tersebut atau keluarganya dianggap tidak baik dalam berinteraksi sosial atau mengikuti acara adat selama hidupnya.

Artinya jumlah perolehan uang sumbangan yang diberikan saudara dan kerabat dalam sebuah pesta dijadikan sebagai salah satu ukuran tinggi rendahnya kemampuan seseorang membina relasi kekeluargaan atau kekerabatan, dan menjadi ukuran kemampuan seseorang membina harmonisasi interaksi sosial.

Dengan demikian pemberian sumbangan uang dalam pesta adat masyarakat Karo bukan sekedar berbentuk hadiah tetapi memiliki makna penting sebagai aktualisasi nilai-nilai gotong royong dalam persaudaraan serta jadi salah satu bukti nyata sikap "Solidaritas dan Subsidiaritas".

Pemberian uang dalam acara adat jadi sarana menunjukkan rasa solidaritas, turut merasakan apa yang sedang dirasakan kerabat kita yang diekspresikan lewat memberi bantuan.

Dan merupakan salah satu bentuk saling membantu atau subsidiaritas baik saat acara bersuka cita maupun duka cita. Subsidiaritas dalam hal ini dapat juga dimaknai sebagai tindakan saling memberi secara silih berganti, saat tertentu kita yang membantu saat saudara kita melaksanakan hajatan, dan sebaliknya saat saudara kita melaksanakan hajatan maka giliran kita yang membantu lewat memberi sumbangan uang.

Ada hubungan sebab akibat, timbal balik atau hukum tabur tuai dalam pemberian sumbangan uang dalam suatu pesta tersebut, maka orang yang tidak rajin menghadiri pesta dan memberi sumbangan maka suatu ketika dia juga akan memperoleh perlakuan setimpal tidak akan banyak menghadiri pesta yang dilaksanakan, serta tidak memperoleh sumbangan uang yang sepadan.

Pemberian uang dalam suatu pesta, khususnya dalam pesta adat masyarakat Karo bukan semata-mata berbentuk pemberian hadiah bersifat materi tetapi didalamnya terkandung perwujudan nilai-nilai kebersamaan, kekeluargaan dan gotong royong sebagai salah satu bentuk aktualisasi sikap solidaritas dan subsidiaritas bernilai luhur dan mulia.

Manusia sebagai makhluk sosial dalam menjalani kehidupan harus memiliki jiwa sosial, saling membantu baik dalam suasana gembira dalam pesta, apalagi ketika mengalami kondisi berduka. Ekspresi kepedulian atau berempati itu dapat dilakukan dengan membantu meringankan beban saudara kita lewat donasi uang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun