Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mencari Figur Presiden Seturut Panggilan Zaman di Pilpres 2024

5 Februari 2023   00:14 Diperbarui: 6 Februari 2023   19:11 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Atmosfer kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 makin hangat, kompetisi usung mengusung memenangkan calon presiden (capres) sudah vulgar, nampak jelas.

Figur capres besutan beberapa partai politik semakin menampakkan wujudnya, tetapi diskursus kriteria capres idaman sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi zaman masih miskin perbincangan.

Karena itu, perlu dilakukan diskusi intensif tentang kriteria atau dimensi primal kepemimpinan presiden yang bagaimana sesungguhnya dibutuhkan Bangsa Indonesia saat ini,  sebagai jawaban menghadapi trend perkembangan serta tantangan zaman.

Michiko Kakutani dalam buku The Death of Truth (2018) menguraikan,  kita tengah hidup di "Era Paska Kebenaran (Post Truth), yaitu  zaman atau era matinya kebenaran,  atau kejayaan kebohongan.

Narasi kebohongan secara sadar diproduksi, dikomodifikasi, dikemas, dan disebarluaskan demi kepentingan politik tanpa peduli konsekuensi buruk, dan daya rusaknya.

Kebohongan dalam ranah politik secara historis sudah berumur ratusan tahun, sudah ada sejak zaman Yunani Kuno,  semakin terkenal di tangan Adolf Hitler.

Tahun 1928 Hitler pimpinan Nazi, mengangkat Joseph Goebbels sebagai menteri propaganda Jerman, pemilik gelar Doktor Filologi lulusan Universitas Heidelberg Jerman, kemudian terkenal dengan strategi propaganda lewat cara "menyebarkan kebohongan secara terus menerus dan berulang-ulang, dan meyakini kebohongan yang disampaikan secara berulang-ulang akan dianggap sebagai kebenaran oleh publik".

Saat ini kehidupan kita ditandai oleh maraknya media sosial berupa Facebbook, Twitter, Instagram, dan Youtube, sehingga disebut sebagai era media sosial. Fenomena ini semakin mempermudah penyebaran berita bohong secara massif sehingga rentan disalah gunakan untuk kepentingan sempit.

Lewat media sosial ini narasi kebohongan semakin mencapai puncaknya, karena media sosial mudah diakses, berdaya jangkau luas dan efektif sebagai media penyebar informasi bohong (hoax), kabar burung atau desas-desus, fitnah dan opini sepihak menyesatkan (false hood information), atau firehose of falsehood (semburan dusta), yaitu teknik propaganda menyiarkan pesan bohong dalam jumlah besar secara cepat, berulang-ulang dan tanpa henti di media sosial tanpa memperdulikan kebenaran atau kepastian.

Donald Trump merupakan salah satu tokoh politik yang dianggap gemar mempergunakan gaya komunikasi politik kontroversial menyampaikan informasi tidak berdasarkan data dan fakta sehingga dianggap menyampaikan informasi kosong (Bullshits), sehingga Trump memperoleh penghargaan berbentuk satir "LIE OF THE YEAR 2017", yaitu sebuah penghargaan karena dianggap memberikan pernyataan sebagai sebuah kebohongan besar pada tahun 2017. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun