Hanya ada satu kata yang pantas disematkan atas hadirnya "kampusiana" besutan Kompasiana, yaitu "SALUT"
Kehadiran Kampusiana layak diapresiasi dan didukung penuh antusiasme karena memiliki arti penting menjawab sesuatu yang sebenarnya telah lama hilang dari dunia pendidikan kita. Yaitu miskinnya kemampuan pelajar dan mahasiswa mengemukakan pendapat.
Padahal mereka memiliki asupan yang banyak tentang pengetahuan, baik pengetahuan umum maupun pengetahuan berdasarkan disiplin ilmu yang mereka geluti.
Namun pengetahuan yang mereka miliki itu tak ubahnya bagaikan sekedar perbendaharaan pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan menghadapi ujian, yaitu ujian semester yang mempergunakan nilai sebagai ukuran siswa atau mahasiswa lulus atau naik kelas.
Padahal ilmu pengetahuan tidak cukup sebagai perbendaharaan yang hanya disimpan dalam benak siswa dan pelajar tetapi harus dipergunakan sebagai pisau analisa membedah realita kehidupan, dan kemudian diramu sebagai narasi menyumbangkan kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Lewat kebiasaan menulis atau mengemukakan pendapat lewat tulisan merupakan salah satu jalan terbaik mengembangkan kemampuan pelajar dan mahasiswa mempraktekkan metode ilmiah membedah persoalan realita kehidupan dengan cara mempergunakan pendekatan philosopi thesis, anti thesis dan sintesis.
Lewat tulisan, mahasiswa maupun pelajar  dilatih dan dipacu berdialog tentang realita kehidupan, yaitu memahami realita dengan cara pandang sendiri, dan memahami cara pandang orang lain, kemudian mencari titik temu sebagai kesimpulan, baik sebagai kesepakatan maupun sepakat untuk tidak sepakat.
Mempublikasikan pendapat lewat tulisan bukan hanya sarana menyampaikan pendapat, atau memaksakan pendapat terhadap orang lain, tetapi didalamnya tersirat proses dialog serta refleksi mencari kebenaran universal.
Serta menjadikan seseorang mampu memahami dan menghargai pendapat orang lain tanpa harus menerima kebenaran pendapat orang lain, dan mempertahankan keyakinan kebenaran pendapat diri sendiri, tetapi harus dicari titik tengah atau titik temu sebagai manifestasi dialogis.
Lewat publikasi tulisan bukan hanya terjadi proses dialogis tetapi akan menjadikan seseorang mampu melihat realita kehidupan dari sudut pandang seseorang yang layak dikemukakan sebagai sumbangan alternatif pemikiran, serta memacu seseorang memecahkan masalah dan memberi solusi.