Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Atasi Kemacetan lewat Pembatasan Kepemilikan Kendaraan Pribadi, Efektifkah?

25 Januari 2023   00:48 Diperbarui: 25 Januari 2023   08:18 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana kendaraan terjebak macet di Jalan Tol Cawang-Grogol, Jakarta Selatan, Jumat (5/6/2020).  (ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)

Tanpa adanya ketegasan orientasi manajemen transportasi publik ini maka dikuatirkan kejelasan kebijakan mengatasi tingkat kemacetan di jalan raya juga akan mengalami kebuntuan, serta menjadi pekerjaan semakin sulit dilakukan kedepannya.

Karena tanpa ada upaya membatasi jumlah populasi kendaraan pribadi justru akan dikuatirkan pertambahan jumlah kendaraan pribadi akan melaju lebih kencang dibandingkan dengan kemampuan pemerintah menyiapkan sarana dan infrastruktur transportasi, khususnya ruas jalan raya.

Rencana kenaikan ongkos KRL di Ibukota merupakan salah satu contoh kecil menunjukkan keberpihakan terhadap angkutan massal belum berjalan sebagaimana semestinya. 

Bukankah pemberian subsidi kepada moda transportasi umum sebagai angkutan massal justru lebih baik diberikan dibandingkan mendukung kebijakan yang mempermudah kepemilikan kendaraan pribadi di tengah semrawutnya lalulintas jalan raya dewasa ini?

Selain perlunya dukungan terhadap angkutan massal lewat penerbitan kebijakan, pemerintah juga diharapkan melalukan sosialiasi kepada masyarakat tentang arti penting menggunakan angkutan massal di tengah kerumitan menyelesaikan kemacetan jalan raya yang telah menimpa beberapa kota besar di seluruh Indonesia.

Kemacetan parah bukan lagi hanya milik kota Jakarta, tetapi sudah terjadi di beberapa kota besar Indonesia karena memang populasi kendaraan sangat banyak akibat orientasi kebijakan manajemen transportasi publik yang belum jelas.

Ironisnya tingkat kemacetan ini juga telah mengarah ke jalan antar kota dalam provinsi karena volume kendaraan yang melintas tidak seimbang dengan daya tampung jalan raya yang tersedia.

Jika tidak diantisipasi sejak sekarang maka dikuatirkan kemacetan juga akan menjadi pemandangan biasa di jalan-jalan menuju luar kota, atau kota-kota kecil.

Selain karena adanya kemudahan memperoleh kepemilikan kendaraan pribadi, fungsi kendaraan pribadi juga saat ini bukan hanya sebatas alat transportasi tetapi sudah berubah sebagai bentuk gaya hidup serta meningkatkan rasa gengsi masyarakat, atau dijadikan sebagai simbol kekayaan.

Bukankah itu merupakan sebuah pergeseran budaya yang naif serta mengkuatirkan merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat? Serta secara tidak langsung jadi beban berat yang ditanggung oleh pemerintah lewat pemberian subsidi ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun