Di tengah kebuntuan itu muncul kembali rencana penerapan Electronics Road Pricing yang pada prinsipnya sebuah kebijakan yang akan diterapkan kepada kepada kendaraan yang melintas di jalur sibuk pada saat jam sibuk. Bentuknya tidak sama dengan jalan berbayar jalan tol, tapi ERP hanya diberlakukan pada jam tertentu dan di jalur jalan tertentu yang dianggap perlu diatasi tingkat kemacetannya.
Apapun itu bentuk kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah sejauh dipandang berguna sebagai upaya menanggulangi kemacetan di Jakarta wajar diberi apresiasi dan dihargai.
Namun, sampai hari ini yang menjadi pertanyaan adalah apa sesungguhnya paradigma manajemen transportasi publik yang dianut oleh pemerintah sampai saat ini?
Apakah manajemen transportasi publik yang berorientasi kepada penggunaan angkutan massal seperti kereta api atau KRL serta bus umum, atau mengutamakan penggunaan kendaraan pribadi seperti mobil maupun sepeda motor.
Secara statistik Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki populasi kendaraan pribadi terbanyak di dunia, dan perbandingan antara jumlah kepemilikan kendaraan dengan jumlah serta ruas jalan tidak seimbang.
Bahkan cara memperoleh kepemilikan kendaraan pribadi tergolong relatif mudah, serta menjadikan Indonesia sebagai salah satu pangsa pasar paling menggiurkan bagi industri otomotif.
Ironisnya, pemerintah lewat kebijakannya juga mendukung kemudahan kepemilikan kendaraan pribadi, baik lewat dukungan produksi kendaraan kelas ekonomi maupun dengan cara memberi dukungan produksi kendaraan murah serta terjangkau.
Dukungan khusus terhadap kemudahan produksi dan penjualan kendaraan pribadi ini bagaikan buah simalakama bagi manajemen transportasi nasional, khususnya dalam rangka menerapkan kebijakan mengatasi tingkat kemacetan yang sudah merisaukan semua pihak.
Hingga akhir tahun 2022 lalu diprediksi jumlah kendaraan pribadi di Indonesia berkisar kurang lebih 140 juta, terdiri dari mobil dan sepeda motor. Merupakan sebuah jumlah yang fantastik ditengah insfrastruktur jalan raya yang relatif belum memadai.
Oleh karena itu dibutuhkan ketegasan dari pemerintah untuk menetapkan bentuk sesungguhnya manajemen transportasi publik saat ini, maupun untuk masa mendatang.
Jika memang berorientasi kepada mengutamakan penggunaan angkutan massal, maka dibutuhkan ketegasan regulasi yang jelas mendukung penggunaan angkutan massal, serta mengeluarkan juga regulasi yang bertujuan mengurangi jumlah populasi kendaraan pribadi.