Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

WFH Dikuatirkan Menimbulkan Sikap Individualis Miskin Empati

19 Januari 2023   12:54 Diperbarui: 19 Januari 2023   13:13 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Work From Home (WFH) sebenarnya sudah lama jadi trend dan merupakan alternatif pilihan yang dilakoni oleh karyawan.

WFH semakin jadi pilihan tidak terelakkan belakangan ini karena munculnya endemi Covid 19 yang mengharuskan dilakukan pembatasan kerumunan massa.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, khususnya kemajuan internet, digitalisasi atau komputerisasi membantu karyawan melakukan pekerjaan dari jarak jauh tanpa masuk ke kantor (Work From Home).

Work Form Home lajim dilakukan karyawan perusahaan atau organisasi  internasional yang memiliki karyawan tersebar luas di berbagai negara.

Demikian juga para kaum profesional yang memiliki pekerjaan yang dapat dilakukan secara mandiri seperti konsultan, wartawan dan desainer sudah sejak munculnya jaringan internet melakukan pekerjaan tanpa harus masuk kantor.

Jadi perdebatan tentang untung rugi WFH atau WFO saat ini tidak begitu krusial karena keduanya dapat dipilih dan dilakukan sesuai dengan tuntutan jenis pekerjaan.

Hanya saja WFH semestinya jangan dilihat hanya dari sisi keuntungan pribadi yang dapat dipetik oleh karyawan dengan alasan menghemat waktu, menghindari kemacetan di perjalanan, maupun kepentingan keleluasaan karyawan menentukan jadwal kerja sendiri.

WFO pada esensinya bukan hanya kepentingan memastikan kehadiran karyawan di kantor untuk supervisi pekerjaan maupun absensi. 

Seharusnya WFO harus dipandang sebagai sebuah proses bekerja secara team (Team Work), baik untuk membangun kolaborasi, atau bekerja secara bersama-sama dan bergotongroyong mencapai target perusahaan atau organisasi yang merupakan orientasi bersama.

Tanpa disadari WFH yang sudah dilakukan selama ini sudah menimbulkan rasa nyaman (comfort zone) bagi sebagian kalangan pekerja atau karyawan, karena memberi ruang yang relatif bebas dan tidak terikat dengan aturan kantor yang sebelumnya mewajibkan kehadiran secara phisik di ruang kantor.

Rasa nyaman yang sudah menyusup ke dalam kalbu karyawan ini menyebabkan muncul anggapan para kaum milineal dewasa ini lebih memilih budaya kerja WFH daripada WFO. 

Padahal WFH itu sendiri menimbulkan kekuatiran terjadinya sikap individualis maupun one man show dalam diri karyawan perusahaan, dan menyusutnya kemampuan karyawan bekerja secara team.

Perusahaan sebagai sebuah orgamisasi merupakan satu kesatuan sistem yang terdiri dari beberapa sistem yang lajim disebut dengan devisi maupun departemen, dan setiap departemen memiliki sumber daya manusia yang terdiri dari beberapa individu.

Untuk mencapai tujuan atau target perusahaan dibutuhkan kemampuan managerial untuk mengorganisir semua komponen perusahaan yang demikian komplek, saling berbeda dan memiliki masing-masing fungsi yang harus dikolaborasi berjalan selaras melakukan fungsi masing-masing dalam koridor yang tepat demi mencapai tujuan bersama. Artinya dibutuhkan kerjasama yang erat, dan bukan sekedar sama-sama bekerja.

Dalam maintenance tim kerja atau team work fungsi managerial bukan sekedar melakukan supervisi pekerjaan agar sesuai dengan SOP (Standard Operasional Perusahaan), tetapi dibutuhkan kemampuan membangun kesedian diri masing-masing karyawan untuk berkolaborasi yang terdiri dari kemampuan berinteraksi sosial, komunikasi, berempati dan memotivasi.

Untuk membentuk team work yang solid dan produktif mencapai target perusahaan secara bersama-sama dibutuhkan kemampuan berinteraksi sebagai soft skill sebagai sebuah keterampilan terpenting menunjang keberhasilan kolaborasi tema work.

Tanpa adanya soft skill ini maka secara tidak langsung akan meniadakan arti penting Hard Skill berupa keterampilan kerja teknis yang dimiliki karyawan.

Salah satu contoh sederhana pentingnya manfaat Soft Skill adalah, kemampuan teknis karyawan yang mumpuni di bidang operasional mesin tidak akan berarti bila pekerjaan itu dilakukan tanpa kemampuan membina kerjasama dengan sesama karyawan lain yang memiliki pekerjaan pendukung operasional mesin.

Demikian juga halnya hasil produksi dari sebuah perusahaan yang dihasilkan pabrik tidak akan berguna bila tidak didukung oleh team marketing handal menjual produk, dan akan lebih kacau lagi jika tidak bisa bekerjasama dengan bagian administrasi maupun divisi lain.

Dari uraian singkat diatas jelas terlihat betapa pentingnya arti team work dalam sebuah perusahaan maupun organisasi untuk mencapai tujuan maupun target perusahaan.

Untuk membentuk team work yang solid dan handal tidak bisa dihindari perlunya interaksi intensif dinatara sesama karyawan maupun dengan semua organ yang ada di dalam sebuah perusahaan. Hal itu hanya bisa dilakukan secara efektif jika terjadi proses interaksi yang baik diantara semua karyawan dalam perusahaan.

WFH atau bekerja di kantor merupakan salah satu cara paling efektif membentuk team work, membina kemampuan bekerjasama diantara sesama, meningkatkan kemampuan berkomunikasi, baik kemampuan mendengar maupun menyampaikan pendapat diantara sesama karyawan.

Dan paling penting hal yang dapat diperoleh dari WFO adalah mengadah kemampuan berempati, yaitu kemampuan  memproyeksikan diri seseorang terhadap diri orang lain, sehingga mampu merasakan persis apa yang sedang dirasakan oleh orang lain.

Dengan kemampuan merasakan perasaan orang lain maka akan muncul kemampuan memenuhi apa yang sesungguhnya dibutuhkan oleh orang lain. Itulah makna sesungguhnya soft skill membina relasi dengan sesama manusia untuk membentuk kerjasama team yang solid dan handal sesuai harapan visi dan misi perusahaan.

WFH kiranya jangan hanya dipandang sebagai trend  pilihan alternatif untuk kenyamanan individu belaka, tapi alangkah bagusnya tidak melupakan adanya sesuatu hal penting yang bisa hilang dari pelaksanaan WFH.

Sesuatu yang dikuatirkan hilang dari budaya WFH adalah semakin tumpulnya kemampuan seseorang untuk berempati atau kemampuan memahami perasaan orang lain yang merupakan soft skill terpenting dalam mendukung suksesnya kemampuan seseorang dalam membentuk team work.

Semoga WFH tidak menjadikan kita sangat individualis, senang menyendiri dan hanya mementingkan diri sendiri, padahal sudah menjadi kodrat manusia hidup harus saling tergantung satu sama lain, dan dibutuhkan kemampuan bekerjasama dengan teman sesama umat manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun