Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Penolakan Proporsional Tertutup Indikasi Miskin Institusionalisasi Partai Politik

4 Januari 2023   10:43 Diperbarui: 8 Januari 2023   17:00 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mayoritas Partai Politik yang memiliki kursi di parlemen menolak kemungkinan kembali ke sistem pemilu proporsional tertutup merupakan salah satu petunjuk umumnya partai politik belum mampu mewujudkan pelembagaan atau institusionalisasi partai politik, dan indikator partai politik di era reformasi sesungguhnya belum dikelola sebagai partai modern.

Derajat pelembagaan partai politik menurut Yves Meny dan Andrew Knapp (1998) terdiri dari tiga parameter, yaitu usia, depersonalisasi organisasi dan differensiasi organisasi.

Pelembagaan partai umunya dilakukan melalui penguatan 4 komponen, yaitu pengakaran partai (party rooting), legitimasi partai (party legitimacy), aturan dan regulasi (rule and regulation) dan daya saing (competitiveness).

Partai politik yang telah dikelola secara modern dan profesionalitas akan menjadi party rooting, yaitu partai tersebut akan terikat secara organik dengan konstituen atau masyarakat, dan partai itu secara kontinyu menjalankan fungsi-fungsi yang berkaitan langsung dengan masyarakat seperti pendidikan politik, sosialisasi atau komunikasi politik, dan yang terpenting partai politik mampu sebagai agregasi kepentingan masyarakat.

Pelembagaan partai politik menjadi salah satu petunjuk tingginya kepercayaan publik terhadap partai politik dan menjadikan partai politik sebagai pilar utama demokrasi, oleh karena itu pelembagaan partai merupakan salah satu agenda penting dalam meningkatkan kualitas demokrasi.

Secara institusional, khususnya peraturan pemilihan umum, partai politik memiliki fungsi sebagai peserta pemilihan umum, artinya partai politik sebagai instrumen yang akan dipilih sebagai institusi untuk menampung dan memperjuangkan aspirasi masyarakat. Maka Partai Politik harus menjadi garda terdepan dalam kehidupan berdemokrasi baik untuk menentukan kebijakan pemerintah maupun untuk menyalurkan aspirasi masyarakat.

Sistem pemilihan umum proporsional terbuka yang diterapkan dalam beberapa kali pemilu terakhir secara kasat mata memang berhasil memberi kebebasan kepada masyarakat untuk memilih pigur anggota legislatif yang sesuai dengan pilihannya sehingga dianggap sangat demokratis karena masyarakat dianggap memperoleh kebebasan dan langsung memilih pigur tertentu.

Tetapi sistem pemilihan umum proporsional terbuka ini ternyata menjerumuskan pelaksanaan pemilihan umum jadi sangat liberal dan sarat praktek transaksional atau money politics sehingga mendegradasi peran dan fungsi sesungguhnya partai politik. Karena dalam pemilihan umum proporsional terbuka bukan platform, ide atau ideologi partai politik sebagai pertimbangan utama dalam menentukan keterpilihan partai politik tetapi berdasarkan pertimbangan pigur.

Ironisnya, memilih pigur calon anggota legislatif juga bukan karena faktor pertimbangan kualitas atau visi misi si calon tetapi karena adanya proses transaksional berbentuk money politics. Oleh karena itu anggota legislatif yang terpilih adalah pigur yang memiliki uang banyak tanpa memperhitungkan kemampuan dan ideologi calon legislatif.

Fenomena ini menjadikan partai politik mengalami pengurangan arti dan fungsi, karena anggota legislatif terpilih berpikir dirinya duduk sebagai anggota dewan bukan melulu karena faktor partai politik, tetapi berpikir keberhasilannya jadi anggota dewan karena kemampuan dirinya sendiri, berdasarkan kekuatan potensi uang yang dimilikinya, sehingga loyalitas terhadap partai politik sangat minim dan tidak memiliki rasa tanggungjawab untuk mengaktualisasikan platform atau ideologi partai.

Anggota Dewan, baik di DPR RI maupun DPRD yang merasa tidak penting mengutamakan realisasi dan aktualisasi nilai-nilai azas perjuangan partai politik akan melemahkan peran dan fungsi partai politik, serta menjadikan fungsi-fungsi institusi legislatif kurang bermutu. 

Sudah barang tentu konsekuensinya partai politik mengalami degradasi nilai maka wajar akhir-akhir ini banyak pandangan sinis terhadap peran partai politik. Partai politik akhirnya dipandang tidak berfungsi dengan baik untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat sesuai dengan platform partai yang ditawarkan ketika kampanye.

Inilah barangkali bahan pertimbangan kerangka pemikiran PDI Perjuangan yang akhir-akhir ini getol memperjuangkan kembalinya diberlakukan sistem pemilihan umum proporsional tertutup, sebagaimana disampaikan sekretaris jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto yang mengatakan bahwa PDI Perjuangan dalam mendukung rencana kemungkinan diberlakukannya kembali sistem pemilu proporsional tertutup mempertimbangkan nilai-nilai, bukan melulu menghitung untung rugi kontestasi pemilihan umum.

Hasto Kristiyanto menegaskan setiap partai politik harus memiliki prinsip dalam berpolitik, dan berdasarkan konstitusi partai lah peserta pemilu.

PDI Perjuangan dalam dua kali Pemilihan Umum terakhir berhasil menjadi pemenang dua kali berturut-turut, dan berdasarkan hasil survey beberapa lembaga selama tiga tahun terakhir PDI Perjuangan tetapi berada di peringkat pertama sebagai Partai Politik papan atas.

Kondisi ini sebagai indikator PDI Perjuangan sudah berhasil melakukan pelembagaan partai politik, dan memiliki ikatan kuat dengan akar rumput maupun massa yang memiliki loyalitas tinggi.

Oleh karena itu PDI Perjuangan sangat penuh percaya diri mendukung sistem pemilihan umum proporsional tertutup sebagai salah satu cara untuk meningkatkan institusionalisasi atau pelembagaan partai politik, dalam arti menjadikan PDI Perjuangan sebagai partai kader.

Partai Kader dalam hal ini berarti PDI Perjuangan telah berhasil melakukan konsolidasi partai secara internal, dan telah melakukan kaderisasi dengan baik untuk menghasilkan kader-kader militan dan berkualitas untuk didudukkan di lembaga eksekutif maupun legislatif sesuai dengan platform PDI Perjuangan, dan diharapkan akan mampu memperjuangkan ideologi dan azas perjuangan PDI Perjuangan.

Artinya PDI Perjuangan bukan melulu mempertimbangkan elektabilitas belaka dalam pemilu lewat mengutamakan calon-calon yang bertarung dalam setiap pemilihan umum hanya berorientasi mengandalkan uang sebagaimana trend umum terjadi dalam pemilihan umum sebelumnya. PDI Perjuangan melihat banyak kader partai yang loyal dan memiliki kualitas tersingkir karena tidak memiliki uang untuk berkompetisi, padahal mereka memiliki jam terbang tinggi sebagai aktivis partai politik dan memiliki ideologi jelas sesuai dengan platform PDI Perjuangan.

Ditengah kecenderungan partai politik yang umumnya tidak berhasil melakukan institusionalisasi atau pelembagaan partai politik memang sistem pemilihan umum proporsional terbuka memang alternatif pilihan terbaik karena dalam kontestasi pemilihan umum tidak perlu mengandalkan platform partai politik, tetapi yang perlu dilakukan adalah berkompetisi dengan mengandalkan pigur yang laku dijual terhadap pemilih.

Dan dengan sistem proporsional terbuka tidak memerlukan partai kader, tidak perlu menjual track record partai politik karena para calon legislatif lah yang bertarung di lapangan dengan mengandalkan segala cara, terutama lewat cara praktek transaksional money politics. 

Artinya partai politik hanya menjadikan pemilihan umum sebagai sarana mencapai tujuan kemenangan lewat prosedural tanpa memperhatikan kualitas ideologi calon, dan tidak mempertimbangkan kelangsungan aktualisasi platform partai politik, yang penting menang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun