Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

NU dan PDI Perjuangan Memiliki Sejarah Panjang Kedekatan Emosional

24 Desember 2022   12:38 Diperbarui: 24 Desember 2022   12:43 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menarik dan penuh ispirasi, layak jadi bahan dialog artikel  Wahyu Triono KS di Kompasiana berjudul   Peta Politik NU 2024 , yang pada intinya menyampaikan arti penting institusionalisai partai politik berkaitan dengan Volatility (pola kompetisi partai politik).

Institusionalisasi atau pelembagaan partai politik dalam pemilihan umum atau demokratisasi kehidupan bernegara memang sangat penting di aktualisasikan karena partai politik merupakan instrumen utama demokrasi berfungsi sebagai kanalisasi aspirasi masyarakat sebagai konstituen.

Netherlands Institute for Multiparty Democracy (IMD) mendefinisikan dan mengutarakan arti penting institusionalisasi partai politik sebagai ketangguhan dan daya tahan partai politik, sehingga sanggup menghadapi krisis, dan menyuguhkan pemerintahan alternatif yang dapat dipercaya rakyat.

Ramlan Surbakti menguraikan pelembagaan partai politik sebagai suatu proses pemantapan partai politik, baik dalam wujud perilaku yang memola maupun dalam sikap atau budaya (the process by which the party becomes established in terms of both of integrated patterns of behavior and of attitude or culture).

Partai politik dikatakan sudah melembaga bila mencapai empat dimensi, derajat kesisteman (systemness), derajat identitas nilai (value infusion),  otonom dalam pembuatan keputusan (decisional autonomy), dan derajat pengetahuan atau citra publik (reification) terhadap suatu partai politik.

Dari berbagai defenisi institusionalisasi partai politik, disimpulkan melalui pelembagaan partai politik diharapkan terwujud pola kompetisi partai politik yang stabil dan tidak ada dominasi personal dari seorang elite politik, partai politik memiliki akar kuat di masyarakat karena ikatan ideologi dan loyalitas masyarakat, serta muncul pengakuan arti penting partai politik dalam atmosfir demokrasi. 

Ditengah mengemukanya degradasi fungsi partai politik di mata publik dewasa ini, institusionalisasi partai politik merupakan langkah yang tepat dan urgen di aktualisasikan sebagai barometer kualitas demokrasi yang baik dan benar. Serta mengembalikan partai politik sebagai instrumen pilihan terbaik saat ini dalam demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Institusionalisasi partai politik dalam konteks pola kompetisi partai politik (volatility) sangat penting sebagai ukuran kualitas demokrasi karena dengan institusionaliasi partai politik akan muncul kompetisi partai politik berlandaskan idiologi, nilai, atau visi misi sebagai salah satu jalan pilihan meretas maraknya politik transaksional (money politics).

Liberalisasi pemilihan umum dengan sistem pemilu proporsional terbuka saat ini cenderung melemahkan arti penting partai politik dan menjadikan pigur calon eksekutif dan legislatif sebagai tokoh utama peraup perolehan suara (elektabilitas). 

Dalam artikel Peta Politik NU 2022, Wahyu Triono S K menguraikan bahwa tampaknya pemilih dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) tetap akan setia secara ideologis di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Hal ini ada benarnya jika menelisik hasil perolehan suara PKB dari pemilu ke pemilu yang selalu memperoleh suara sangat signifikan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, khususnya wilayah Tapal Kuda Jawa Timur. PKB eksis sampai hari ini dan tetap mampu sebagai partai papan menengah karena pilihan warga NU. Walau secara institusi NU sebenarnyabersikap netral.

Baca juga   Pulau Jawa Ajang Pertempuran Sengit Parpol 2024 yang dapat menunjukkan bagaimana pemilih tradisional PKB yang loyal dari masa pemilu ke pemilu.

Berdasarkan data perolehan pemilu sebelumnya, sebenarnya bukan hanya PKB memiliki pemilih loyal karena adanya ikatan emosional dengan partai politik, maupun karena terjadinya institusionalisasi partai politik. Selain PKB, PDI Perjuangan juga memiliki basis massa yang loyal dan memiliki kedekatan idiologis ajaran Bung Karno yaitu Pancasila 1 Juni 1945 dan Marhaenisme menjadikan PDI Perjuangan memiliki basis massa pemilih loyal yang sangat signifikan di beberapa wilayah Indonesia, khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Secara historis PDI Perjuangan juga memiliki kedekatan emosional dengan institusi NU dan masyarakat anggota NU, baik sejak zaman Bung Karno maupun era kepimpinan Megawati Soekarno Putri. Dalam masa pergerakan reformasi Gus Dur sebagai tokoh sentral NU saat itu memiliki kedekatan pribadi dengan Megawati sebagai tokoh penting barisan Sukarno (PDI).

Namun pemilihan Presiden yang mendudukkan Gus Dur sebagai Presiden ke-4 Indonesia lewat Poros Tengah  permainan Amien Rais menyisakan catatan kelam hubungan Gus Dur dengan Megawati, dan kalangan NU dengan Barisan Nasional pengikut Bung Karno.

Tetapi Megawati  Sukarno Putri tidak memiliki dendam sejarah dengan NU. Hal ini dibuktikan kemudian dengan mencalonkan diri sebagai Capres 2024 berpasangan dengan Kiai Ahmad Hasyim Muzadi ulama besar Nahdlatul Ulama, Mantan Ketua Umum Pengurus Besar NU.

Presiden Joko Widodo sebagai calon yang diusung PDI Perjuangan di periode kedua (2019-2024) terpilih berpasangan dengan  K.H. Ma'ruf Amin sebagai Wakil Presiden yang merupakan tokoh NU, dan representasi kalangan NU.

PDI Perjuangan dan PKB sebagai dua partai politik yang memiliki basis massa jelas dan loyal dapat dikategorikan sudah memasuki fase institusionalisasi partai politik dan memiliki potensi besar sebagai partai memiliki idiologi jelas yang mengikat kedekatan emosional maupun kedekatan bathin antara partai politik dan konstituennya. Dan ada nilai penting mengikat loyalitas yang terjalin menjadikan kedua partai ini tetap eksis dalam dinamika kontestasi pemilu maupun dalam pola kompetisi partai politik (Volatility) Pemilu maupun Pilpres 2024.

Tidak dapat dipungkiri NU sebagai institusi dan pemilik massa besar dan loyal harus diperhitungkan dalam setiap kancah kontestasi pemilihan umum, khususnya Pemilihan Umum. Rencana Koalisi Partai Gerindra dan PKB mencalon pasangan Prabowo Subianto dan Muhaimin Iskandar juga merupakan salah satu bentuk barometer menunjukkan arti penting NU sebagai institusi maupun arti penting masyarakat NU.

Partai Gerindra melihat peluang itu sehingga tertarik berkoalisi dengan tokoh representasi NU sebagai salah satu cara penetrasi "ceruk" pemilih dari kalangan NU sebagai sebuah segmen potensial dalam rangka votatility.

PDI Perjuangan selain selama ini sudah membuktikan diri membangun koalisi dengan kalangan NU sudah barang tentu tidak akan mengabaikan catatan sejarah kedekatan sebelumnya, dan di prediksi akan tetap memberikan tempat yang indah dalam barisan koalisi PDI Perjuangan, apakah itu secara institusional maupun lewat representasi kalangan NU.

Seperti dikatakan Wahyu Triono dalam artikelnya, memang NU secara institusional sampai hari bersikap netral, tidak kemana-mana, tetapi tidak menutup kemungkinan akan ada dimana-mana, itulah celah yang memungkinkan bagi PDI Perjuangan untuk melanjutkan kemesraannya dengan NU.

Jika Wahyu Triono menantikan realisasi kemesraan NU dengan PKB, maka ijinkan aku menantikan kelanjutan kemesraan PDI Perjuangan dengan NU.

Koalisi PDI Perjuangan dengan PKB juga tidak menutup kemungkinan, karena semua rencana koalisi yang ada masih berbentuk cair, apapun masih bisa terjadi. Tetapi PDI Perjuangan berkoalisi dengan mengusung Muhaimin Iskandar sebagai capres bukan berarti PDI Perjuangan tidak mau.

Tetapi teringat dengan ucapan  Ibu Megawati Sukarno Putri di acara HUT PDI Perjuangan beberapa waktu lalu yang mengatakan Muhaimin Iskandar itu Adik Ibu Megawati Sukarno Putri, dan memiliki hubungan prinadi sangat dekat dengan Muhaimin Iskandar tetapi menurut Ibu Megawati Sukarno Putri saat itu " Muhaimin Iskandar itu Adik yang nakal".

Ucapan Ibu Megawati ini pun membuat Muhaimin Iskandar tertawa terkekeh saat itu sehingga berdiri dari duduknya dan memberi salam hormat kepada Ibu Megawati dan kepada kader PDI Perjuangan peserta Rakernas dan HUT PDI Perjuangan di JICC Jakarta.

Muhaimin Iskandar itu memiliki hubungan yang baik dengan kalangan nasionalis khususnya PDI Perjuangan tetapi rencana beliau untuk mencalonkan diri sebagai cawapres lewat koalisi dengan Gerindra merupakan suatu pilihan tetapi bukan berarti tidak ada hubungan yang baik dengan PDI Perjuangan yang menutup kemungkinan NU melanjutkan kebersamaannya dengan PDI Perjuangan di Pilpres 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun