Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pidato Presiden Jokowi tentang Pilpres Multi Tafsir Perlu Dihadapi dengan Bijaksana

22 November 2022   15:23 Diperbarui: 22 November 2022   15:27 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam acara Munas HIPMI ke-XVII, Senen (21 November 2020) di Hotel Alila Solo Presiden Joko Widodo kembali menyinggung soal Calon Presiden dan Wakil Presiden. Ini kedua kali Presiden Joko Widodo berbicara tentang pemilihan presiden yang mengundang perhatian setelah sebelumnya juga menyampaikan hal yang sama dalam acara HUT Partai Golkar, Jumat 21 Oktober 2022 di JIExpo Kemayoran Jakarta.

Publik dan Partai Politik kini memang sedang riuh bicara tentang calon Presiden Indonesia akan datang, hal itu wajar terjadi karena helatan pemilihan presiden sudah diambang mata. Tetapi ketika Presiden Jokowi berulangkali menyampaikan hal itu di forum resmi sudah pasti akan menimbulkan perdebatan dan penafsiran serius dari berbagai kalangan.

Yang membuat isi pidato Presiden Joko Widodo jadi bahan perdebatan adalah arah wejangannya yang secara terang-terangan meminta agar dalam memilih Presiden yang akan datang jangan dilakukan dengan "Semborono" dan jangan membawa politik SARA, serta jangan mempolitisasi Agama.

Ketika hal itu disampaikan sebagai anjuran untuk tetap menjaga suasana kondusif kehidupan berbangsa dan bernegara ditengah  kondisi beberapa negara lain saat ini tidak normal, maka pidato itu bisa ditafsirkan sebagai hal yang biasa dan lumrah dilakukan seorang Presiden untuk menjaga ketertiban dan kelangsungan roda pemerintahan di jalur yang tepat.

Dalam pidatonya di acara Munas HIPMI ke-XVII Presiden Jokowi menyampaikan agar para calon Presiden dan Wakil Presiden  untuk membawa suasana politik kita menuju 2024 tidak panas,

"Saya titipkan menjaga agar kondisifitas situasi politik itu tetap adem, kalau bisa. Kalau nggak bisa paling banter ya anget, tapi jangan panas."  pesan Presiden Jokowi.

Sampai disini bisa ditafsirkan, pesan yang disampaikan Presiden Joko Widodo merupakan hal yang wajar disampaikan oleh seorang pemimpin negara kepada publik karena hal itu memang semestinya tetap terpelihara dengan baik di tengah kondisi dunia saat ini yang kurang baik.

Yang menjadi perdebatan dan mengundang multi tafsir adalah ketika Presiden Joko Widodo menyampaikan agar pemilihan presiden jangan sampai panas karena melibatkan politik suku, agama dan ras (SARA) saat Munas HIPMI, demikian juga dengan Presiden Jokowi di HUT Partai Golkar ke -58 yang mewanti-wanti agar tidak sembrono deklarasi calon presiden (capres).

Di Munas HIPMI Presiden Jokowi menegaskan,  "Debat silakan, debat gagasan, debat ide membawa negara ini lebih baik silakan tapi jangan sampai panas apalagi membawa politik-politik SARA, politisasi  agama jangan. Kita sudah merasakan, dan itu terbawa lama, hindari ini."

"Lakukan politik gagasan ide. Tapi jangan masuk ke politik sara politisasi, agama, politisasi identitas jangan sangat berbahaya negara sebesar sangat beragam," pungkasnya.

Isi pidato ini sudah barang tentu mengingatkan publik terhadap perhelatan pemilihan gubernur Jakarta tahun 2017 lalu yang sarat dengan politisasi agama yang efeknya terus berlanjut di pemilihan umum 2019. Pilgub DKI Jakarta dimenangkan oleh pasangan Anies Baswedan dengan mengalahkan pasangan Basuki Tjahja Purnama alias Ahok.

Oleh karena itu maka banyak mengemuka penafsiran dan pendapat yang mengatakan Pidato Presiden Jokowi bermuara kepada pigur Anies Baswedan yang telah dideklarasikan Partai Nasdem sebagai Calon Presiden usungannya, di Nasdem Tower, Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (3/10/2022).

Penafsiran itu diperkuat lagi dengan adanya pidato Presiden Jokowi di acara HUT Partai Golkar ke-58 yang menganalogikan pemilihan presiden dan wakil presiden itu seperti sebuah perusahaan airlines memilih pilot dan co-pilot. Oleh sebab itu, Jokowi meminta dalam memilih calon pemimpin negara ini tidak boleh sembarangan.

"Jangan sembarangan menentukan calon pilot dan co-pilot yang akan dipilih oleh rakyat. Juga jangan sembarangan memilih calon presiden dan wakil presiden."

Dalam kedua pidato yang disampaiakan Presiden Joko Widodo memang tidak ada ucapan yang secara lugas menyebut pigur siapa yang beliau maksudkan, tetapi dari publik dan beberapa pengamat menafsirkan pidato itu mengarah kepada Anies Baswedan yang berniat ikut bertarung dalam pemilihan presiden tahun 2024 yang akan datang.

Banyak juga pihak yang menafsirkan bahwa Presiden Jokowi sudah mulai menunjukkan sikapnya tentang pigur calon presiden yang diharapkan, dan secara tidak langsung memperlihatkan sikapnya yang tidak berkenan dan tidak merestui Anies Baswedan sebagai calon presiden yang akan datang karena memiliki catatan buruk dalam kontestasi pemilihan umum. 

Berdasarkan pengalaman Pilgub DKI Jakarta 2017 memang tidak bisa dihindari Anies Baswedan kini identik dengan politisasi agama. Atmosfir Pilgub DKI Jakarta yang lalu memang merupakan praktek demokrasi terburuk yang pernah terjadi dalam atmosfir pemilihan umum di Indonesia karena sangat riskan menimbulkan perpecahan dan polarisasi tajam di tengah masyarakat. Bahkan rawan melahirkan kebencian dan perpecahan di tengah masyarakat maupun kehidupan berbangsa dan bernegara.

Oleh karena itu,  hal yang terpenting yang harus dipetik sebagai intisari kedua Pidato Presiden Joko Widodo adalah bukan mempersoalkan pigur yang mana jadi sasaran tembak Presiden Joko Widodo. Hal terpenting dan yang berguna untuk harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara adalah menangkap pesan inti yang menjadi harapan Presiden Joko Widodo adalah menjaga stabilitas negara dan menghindari politik yang berpotensi menimbulkan kerusahan serta menghindari politisasi suku, agama dan ras yang riskan menimbulkan pertentangan dan perpecahan diantara sesama warga negara Indonesia.

Dalam kedua pidato tersebut jelas Presiden Joko Widodo tidak menyebut nama pigur tertentu, walau ada yang mengaitkannya denga nama seseorang, hal ini harus disikapi dengan bijaksana dan positif thinking, yaitu bermuara kepada harapan terwujudkan pemilihan presiden yang akan datang berjalan dengan damai dan sportif untuk memilih Presiden yang sesuai dengan harapan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun