Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Putra Jawa Keturunan Sumatera Tidak Bisa Dipisahkan Dari Sejarah Kemajuan Perkebunan Sumatera Timur Zaman Kolonial

20 November 2022   18:51 Diperbarui: 20 November 2022   18:54 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sumatera Utara identik dengan etnis Batak. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2020 etnis Batak di Sumatera Utara memiliki populasi terbesar yaitu sebanyak 41,93 persen dari seluruh penduduk Sumatera Utara, sedangkan populasi etnis Jawa berada di urutan kedua dengan jumlah populasi sebesar 32.62 %.

Namun tidak bisa dilupakan bahwa Etnis Batak ini terdiri dari beberapa sub-etnis, Toba, Simalungun, Karo, Pakpak dan Mandailing, sehingga secara Statistik etnis Jawa menduduki posisi pertama sebagai penduduk yang memiliki populasi etnis terbesar di Sumatera Utara.

Etnis dengan populasi terbanyak di Sumatera Utara berdasarkan urutannya adalah sebagai berikut :

  • Batak, populasi penduduk terbesar 41.93%
  • Jawa, populasinya sebanyak 32.62%
  • Melayu, populasinya 6.36%
  • Nias, populasinya 5.92%
  • Tionghoa, populasinya 3.07%
  • Minang, populasinya 2.66%
  • Aceh, populasinya 1.03%

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2020, penduduk etnis Jawa di Sumatera Utara berjumlah 4.937.533, dari sekitar 14,8 Juta Jiwa penduduk Sumatera Utara.

Keberagaman komposisi etnis di Sumatera Utara, dan menempatkan etnis Jawa dengan jumlah populasi terbanyak merupakan salah satu indikator bahwa sesungguhnya Sumatera Utara itu adalah daerah multi etnis, plural dan sangat terbuka, oleh karena itu tidak berlebihan kiranya jika Sumatera Utara layak disebut sebagai miniatur Indonesia dan merupakan lahan subur bertumbuhnya nilai-nilai nasionalisme sejak lama.

Mencari jejak keberadaan etnis Jawa di Sumatera Utara tidak ubahnya bagaikan menyelusuri jalan panjang perjalanan sejarah perkembangan sosial ekonomi Sumatera Utara.  

Secara historis kehadiran etnis Jawa di Sumatera Utara, khususnya di Sumatera Timur sudah terjadi sejak zaman pra-kemerdekaan, yaitu tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan pesat perkebunan tembakau di Sumatera Utara tahun 1800-an.

Oleh karena itu etnis Jawa yang kini bermukim di Sumatera Utara sudah generasi turun temurun, dan banyak diantara mereka merupakan generasi yang sudah familier lagi dengan kampung asal di Pulau Jawa. Sehingga mereka sudah mengidentikkan dirinya sebagai putra asli Sumatera Utara. Hal ini ditunjukkan dengan telah lama berdirinya paguyuban mereka dengan nama Pujakesuma (putra Jawa keturunan sumatera).

Bahkan untuk lebih menguatkan identitas sebagai etnis Jawa keturunan Sumatera, bahkan mereka sering menarik garis perbedaan dengan etnis Jawa yang datang belakangan dengan sebutan Pujakesuma versi "Putra Jawa Keluyuran Sumatera".  Sebutan itu diberikan kepada etnis Jawa yang datang merantau ke Sumatera Utara yang Nenek atau Orang Tuanya bukan bermukim di Sumatera Utara sebelumnya.

Memang etnis Jawa yang sudah turun temurun bermukim di Sumatera Utara ini wajar merasa dirinya merupakan putra asli Sumatera Utara karena mereka sendiri tidak dapat dilepaskan dengan sejarah perkembangan Sumatera Utara, khususnya Sumatera Timur daerah Tanah Deli yang telah mereka huni sejak zaman Indonesia belum memperoleh kemerdekaan.

Secara historis kedatangan Etnis Jawa ke Sumatera Utara tidak dapat dipisahkan dengan kehadiran perusahaan-perusahan perkebunan besar (Onderneming) Eropah di Tanah Deli Sumatera Timur, sehingga mereka juga sering disebut dengan Jawa Deli (Jadel). 

Karena mereka sudah lama hadir dan bermukim di Sumatera Timur maka wajar mereka mempunyai populasi sangat besar dan menjadi orang yang merasa sebagai putra Sumatera.

Keberadaan mereka di Sumatera Timur juga memiliki sejarah panjang dan perjalanan hidup penuh dinamika suka duka, serta tidak bisa dipungkiri peranannya dalam mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bahkan etnis Jawa di Sumatera Timur di jaan kolonial memiliki peranan penting dalam proses kemajuan ekonomi daerah. 

Karena menurut sejarahnya kehadiran mereka ke Sumatera Timur merupakan buruh atau sering juga disebut dengan kuli kontrak di perkebunan-perkebunan tembakau yang ketika itu sangat maju dan jaya di Sumatera Timur, dan terkenal sampai ke belahan benua Eropa.

Secara kronologi sejarah, etnis Jawa didatangkan perkebunan tembakau ke Sumatera Utara untuk memenuhi kebutuhan besar buruh di perusahaan perkebunan tembakau yang sedang maju pesat dan memiliki potensi sebagai komoditi andalan ekspor saat itu ke Eropa, khususnya ke Belanda. 

Menurut catatan sejarah pada awalnya perkebunan tembakau di Sumatera Timur dibudidayakan oleh penduduk pribumi setempa t etnis Melayu dan Karo secara tradisional tetapi memiliki kualitas bagus sebagai pembungkus cerutu. Potensi ini dilihat oleh  seorang saudagar Arab Syaid Abdullah Ibn Umar Bilsagih, sehingga melakukan budidaya tanaman temabakau di Tanah Deli sekitar tahun 1863. namun karena kekurangan modal kemudian mengajak saudagar-saudagar Belanda untuk bersama-sama mennanam tembakau di Tanah Deli.

Abdullah mengabarkan kepada rekan-rekannya bahwa Tanah Deli mampu menghasilkan puluhan ribu pikul tembakau setiap tahunnya, kemudian memiliki potensi alam yang luas, bahkan sangat kaya dengan potensi lain seperti lada dan kopi untuk diekspor. Sejak itulah Sumatera Timur terkenal sebagai daerah penghasil komoditi pertanian yang kaya, sehingga menarik minat banyak pihak.

Kemudian kemashuran kekayaan alam Sumatera Timur terdengar oleh pengusaha-pengusaha  Eropah, khususnya yang sudah eksis di Pulau Jawa, sehingga Firma Van Leeuwen Maintz & Co selaku agen pembeli tembakau Van den Arend mengutus Jacobus Nienhuys untuk melakukan survey ke Tanah Deli.

Tahun 1864 Jacobus Nienhuys tiba di Tanah Deli untuk menemui Sultan Deli, sehingga pada tahun 1964 Nienhuys memperoleh konsesi tanah seluas  28.384.000 meter. Kemudian perkebunan tembakau ini sangat maju pesat dan sukses melakukan ekspor ke Rotterdam Belanda, hasil pengujian di Rotterdam menunjukan bahwa tembakau Deli memiliki kualitas sangat baik, dan sangat cocok sebagai pembungkus tembakau sehingga terjual dengan harga lumayan mahal.

Pada tahun 1865 produksi tembakau perusahaan perkebunan Nienhuys semakin meningkat  dari sebelumnya menghasilkan 50 pak menjadi 149 pak, dan harganya juga meningkat dari sebelumnya 48 sen gulden per-setengah kilogram menjadi 149 sen gulden per-setengah kilogram, sehingga semakin menarik minat perusahaan-perusahaan Belanda untuk menanamkan modalnya ke perusahanan Nienhuys, salah satu diantaranya yang berminat sebagai investor Nederlands Handel Maatschappij. Sehingga menananamkan modalnya sebesar 50 % sebagai pemegang pemegang saham perusahaan Nienhuys.

Bahkan, Raja Willem I, Raja Belanda menanamkan sahamnya di perusahaan perkebunan Nienhuys.

Kemudian Nienhuys bersama G.C. Clemen dan P.W. Janssen mendirikan perusahaan perkebunan DELI MAATSCHAPPIJ  yang kemudian sangat tersohor dan merupakan salah satu perusahaan perkebunan di Sumatera Timur. Dari tahun ke tahun Deli Maatschappij memperoleh kemajuan usaha sangat gemilamg sehingga tahun 1891 mampu memiliki 21 perusahaan perkebunan.

Melihat kemajuan pesat Deli Maatschappij membuat perusahaan-perusahaan lain tergiur dan kemudian datang ke Tanah Deli Sumatera Timur berinvestasi di bidang perkebunan, selain dari Belanda ada juga dari Inggris, Belgia, Prancis dan Jerman sehingga pada tahun 1872 sudah ada sebanyak 75 orang pengusaha perkebunan di Sumatera Timur, dan kemudian tahun 1884  meningkat menjadi sebanyak 688 orang pengusaha, dan jumlah perusahaan perkebunan yang pada tahun 1873 berjumlah 13 menjadi sebanyak 40 perusahaan di tahun 1876.

Perusahaan perkebunan dan geliat perekonomian di Sumatera Timur mengalami kemajuan serta  kejayaan sepanjang tahun 1865 - 1891, dan terkenal dengan sebutan "Deli Booming Industri Perkebunan".  Perpindahan jumlah penduduk juga meningkat ke Sumatera Timur. Demikian juga kebutuhan buruh atau tenaga kerja semakin meningkat, yang disebut juga dengan Kuli.

Istilah ini diduga bersala dari bahasa Inggris "Coooli" yang mengadopsi kata Kuli dari bahasa Tamil yang berarti upahan untuk pekerja kasar.

Pada awalnya perusahaan-perusahaan perkebunan ini mendatangkan buruh dari langsung dari China, maupun lewat Pulau Penang atau dari India karena penduduk pribumi setempat Tanah Deli tidak berminat jadi buruh perkebunan  karena mereka lebih tertarik jadi petani di lahannya sendiri. Namun tidak lama kemudian Pemerintah Inggris mempersulit pengiriman buruh dari India dan Pulau Penang, demikian juga penguasa China memperketat pengiriman penduduknya sebagai buruh ke Tanah Deli.

Kesulitan memperoleh pasokan buruh dari luar ini menjadikan pengusaha-pengusaha oerkebunan di Sumatera Timur mencari buruh ke Pulau Jawa melalui agen-agen pemasuk tenaga kerja di pulau Jawa. Menurut catatan sejarah kedatangan awal buruh dari pulau Jawa ke perkebunan-perkebunan Sumatera Timur terjadi tahun 1875 khususnya dari daerah Bagelan Jawa Tengah sebanyak 300 orang.

Untuk mengamankan ketersediaan buruh atau kuli di perkebunan-perkebunan Sumatera Timur penguasa Belanda kemudian mengeluarkan peraturan tentang kontrak buruh yang terkenal dengan nama "KOELI ORDONANTIE". Itulah awal sejarah perlakuan  buruk terhadap buruh perkebunan di Sumatera Timur yang terikat dengan kontrak, dan dalam peraturan itu ditegaskan bahwa setiap kuli harus taat menyelesaikan kontrak kerjanya, tidak bisa meninggalkan kontrak, apabila melarikan diri maka akan ditangkap oleh polisi, dan jika melawan akan diberikan hukuman berat.

Dengan naungan peraturan penguasa Belanda tersebut maka semakin besarnya arus manusia sebagai kuli kontrak di perkebunan-perkebunan yanng ada di Sumatera Timur, khususnya yang didatangkan dari Pulau Jawa dengan perantaraan agen pemasok tenaga kerja di Jawa yang menjanjikan bahwa di Sumatera Timur akan tercapai kehidupan lebih baik, sejahtera, banyak emas dan bebas berjudi.

ternyata buruh tersiksa, tertipu karena tidak sesuai dengan harapan sehingga terjadi perbudakan massif di perkebunan-perkebunan Sumatera Timur, bahkan ada perangkap memiskinkan terus menerus para buruh agar tetap terikat dan tergantung kepada perusahaan-perusahaan perkebunan dengan cara menjerumuskan buruh perkebunan ke dalam permainan judi, perempuan penghibur, hiburan malam untuk menyedot uang pribadi buruh, sehingga kemudian terjerat utang dan kemudian terpaksa teken kontrak kerja kembali. 

Secara terselubung terjadi eksploitasi terhadap kuli atau buruh perkebunan terhadap buruh perkebunan yang didatangkan dari Pulau Jawa sehingga mereka terikat untuk tetap jadi buruh di perkebunan-perkebunan tempat mereka bekerja, tidak bisa kembali lagi ke Pulau Jawa, sehingga selamanya bermukim di Sumatera Utara.

Menyelusuri sejarah kelam nasib kuli kontrak di perkebunan-perkebunan besar milik orang Eropah selama masa sebelum Kemerdekaan Indonesia merupakan sebuah sejarah kelam yang menimpa buruh kebun yang didatangkan dari Jawa ke Sumatera Timur, dan secara sejarah sudah tercatat bahwa mereka memiliki peran sejarah penting dalam perkembangan sosial ekonomi di Sumatera Timur, khususnya memajukan perkebunan di Sumatera Timur khususnya. 

Mereka sudah bermukim lama di Sumatera Utara baik dalam suka dan suka, dan turut menorehkan catatan sejarah perkembangan Sumatera Utara maka layak dan pantas juga mereka sangat mencintai Sumatera Utara dan mengibarkan bendera bernama Pujakesuma, Putra Jawa Keturunan Sumatera. Karena mereka juga lahir dan besar di Sumatera Utara sejak Indonesia belum merdeka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun