Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menggugat Peran Partai Politik Sebagai Terminal Kader

24 Oktober 2022   01:01 Diperbarui: 24 Oktober 2022   02:28 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Partai politik sering diibaratkan bagai kapal rental, dibayar sewanya, dan ketika sudah sampai di tujuan maka kapal itu ditinggalkan tertambat di tepi pantai, dan tidak diperlukan lagi. Seandainya suatu saat nanti diperlukan maka dilakukan Kembali negoisasi untuk dirental.

Minimnya loyalitas terhadap partai politik sudah pasti memperlemah kemampuan partai politik untuk merealisasikan azas perjuangannya, idiologi, visi misi maupun program partai yang berorientasi kepada kepentingan umum yang telah disusun sebagai program partai politik. Oleh karena itu partai politik mengalami degradasi peran dimata masyarakat. Partai-partai politik yang ada tidak dapat dibedakan berdasarkan idiologi atau asas perjuangan. Semua partai politik terlihat hanya sekedar mesin pengumpul suara, dan dipandang  hanya bergerak saat even pemilu.

Fenomena degradasi peranan partai politik dalam system pemilu liberal semakin parah karena maraknya praktek "money politics", keberhasilan memperoleh suara dalam pemilu dianggap bukan karena faktor kemampuan partai politik, tetapi karena kemampuan para calon membeli suara. 

Praktek "money politics" ini marak terjadi dalam pemilihan umum calon legislatif dan pemilihan bupati atau walikota, sehingga sering mengemuka istilah -ada uang ada suara-, atau "Wani Piro". Praktek beli suara konstituen ini bukan melulu karena kesalahan partai politik yang lemah dalam melakukan proses kaderisasi menciftakan kader partai yang militan dan loyal.Maraknya praktek money politics tidak dapat dihindari karena banyak partai peserta pemilu dan banyak caleg yang ikut bertarung disuatu wilayah. 

Ironisnya caleg yang bertarung tersebut bukan karena dirinya merupakan kader militan partai politik, tetapi ikutan sebagai caleg hanya karena memiliki uang dan hanya sekedar mau meningkatkan level posisi sosial di mata masyarakat. Karena memang bukan merupakan kader partai politik yang terdidik secara idiologis maka mereka tidak memiliki rasa percaya diri,  tidak yakin  hanya mengandalkan performance atau popularitas dan elektabilitas partai politik untuk merebut suara pemilih. Sehingga muncul caleg opurtunis yang berpikir tidak ada jalan lain untuk menang kecuali dengan jalan pintas melakukan "money politics".

Bila fenomena ini terus berlanjut dari pemilu ke pemilu maka partai politik dikuatirkan hanya akan dianggap sebagai "Terminal Kader", yaitu sebagai tempat singgah, dan hanya sekedar tempat mendaftarkan diri atau bernaung ke partai politik.  Sehingga kecil kemungkinan akan  lahir partai politik yang berorientasi sebagai partai kader. 

PENINGKATAN PERANAN PARTAI SEBAGAI TANTANGAN

Mencermati kecenderungan semakin memudarnya peranan partai politik di Indonesia, maka sangat menarik memperbincangkan langkah-langkah yang mesti dilakukan untuk meningkatkan peranan partai politik dalam kehidupan berdemokrasi. Karena semakin baik peranan partai politik maka semakin baik juga pelaksanaan demokrasi dan pemilihan umum. 

Bila kita cermati pelaksanaan pemilu dalam kurun era reformasi saat ini, ada kecenderungan mengutamakan kebebasan mendirikan partai politik tanpa memikirkan meningkatkan kualitas partai politik itu sendiri. Seakan ukuran kehidupan politik yang demokratis ditentukan oleh kebebasan mendirikan partai politik. Padahal banyaknya jumlah partai politik belum tentu menjadi indikator semakin tingginya antusias dan keikutsertaan masyarakat dalam politik.

Partai politik banyak muncul dari ranah para elit politik, dan dibidani sendiri oleh elit politik, bukan lahir dari rahim masyarakat. Sehingga kemunculan partai politik itu tidak mengakar kuat di tengah masyarakat, bahkan cenderung nampak kelahiran partai politik hanya untuk kepentingan elit politik sendiri. Banyak partai politik tidak memiliki azas perjuangan yang jelas, tidak memiliki struktur organisasi yang lengkap menjangkau seluruh wilayah Indonesia.

Dalam proses verifikasi partai pemilu yang dilakukan KPU pada tahun 2022, bahkan ada ditemukan partai politik yang mendaftar tidak memiliki data base anggota yang jelas, malah ada partai politik yang menggandakan daftar anggota partai politik yang lain. hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya tidak mudah mendirikan sebuah partai politik. Wilayah Republik Indonesia yang demikian luas merupakan medan pertempuran yang sengit bagi partai politik, baik disaat pemilihan umum maupun ketika melakukan konsolidasi, maupun untuk mendirikan pimpinan cabang. Tidak hanya butuh energi yang banyak tetapi membutuhkan dana yang besar juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun