Sejak Megawati Soekarno Putri muncul di panggung politik praktis, salah satu hal yang relatif sulit untuk dilakukan terhadap Mega adalah memahami kehendaknya. Untuk dapat memahami Megawati sama halnya dengan upaya untuk memprediksi seorang supir bajaj hendak mutar kemudi mau kemana, hanya dia dan Allah yang tahu.
Sikap Megawati ini sangat berbeda kontras dengan elit politisi sezamannya seperti Gus Dur dan Amien Rais. Sampai hari ini, Megawati juga masih menunjukkan perbedaan sikapnya dengan elit politik lainnya, ketika elit politik lain tengah sibuk melakukan pencitraan dan berbicara tentang target meraih kursi Presiden, Megawati masih tetap teguh dengan sikapnya irit berbicara. Bahkan sangat erat menutup rahasia pigur calon Presiden yang hendak diusung PDIP untuk pilpres tahun 2014.
Sikap irit berbicara ini menimbulkan banyak spekulasi, terutama dalam hal memprediksi keberadaan Joko Widodo sebagai calon Presiden yang akan diusung oleh PDIP. Ditengah publikasi hasil survey yang menempatkan Jokowi sebagai calon Presiden paling berpeluang besar terpilih, Megawati menunjukkan sikap seakan tidak tergiur dengan fenomena ini, dan sepertinya tidak tertarik memanfaatkan peluang ini.
Walau secara kasat mata nampak dengan jelas betapa besarnya dukungan terhadap pencalonan Jokowi, bahkan dengan terang-terangan telah muncul banyak manuver yang mengarah untuk memaksa PDIP agar mencalonkan Jokowi, Megawati sampai hari ini masih saja membiarkan pencalonan Jokowi bagaikan teka-teki yang justru mengundang semakin tingginya tanda tanya bagi publik.
Dalam penampilannya di televisi dalam acara Mata Najwa, pembawa acara yang selama ini terkenal sangat lihat mengkorek informasi dari narasumbernya, ternyata sampai acara dialog berakhir Megawati tetap teguh dengan sikapnya untuk tidak mau menunjukkan sikapnya tentang siapa bakal calon Presiden yang akan diusung PDIP, Jokowi yang juga turut menyaksikan acaranya itu justru kembali diberi nasihat oleh Megawati agar tidak besar kepala merespon hasil survey yang mengemuka selama ini.
Maka wajar jika sampai hari ini kita juga masih tetap bertanya "Apa sebenarnya maunya Megawati ?"
MEGAWATI TIDAK MAU TERJEBAK KEDUA KALI ?
Setelah mencoba melakukan permenungan dan kilas balik ingatan, sikap Megawati sampai saat ini tidak mau terpengaruh begitu saja dengan hasil survey yang menempatkan Jokowi paling unggul sebagai calon Presiden, tidak ubahnya bagaikan pengulangan sejarah bagi PDIP dan Megawati khususnya.
Jika kita masih ingat sejarah perjalanan karir politik Megawati, maka terurai dengan jelas bahwa pada awalnya Megawati merupakan politisi yang paling tidak diinginkan oleh pemerintah orde baru berperan aktik di politik praktis dan berkecimpung di PDI, apalagi menjadi pemimpin tertinggi partai tersebut. Segala cara dan upaya dilakukan rezim penguasa orde baru untuk menyingkirkan Megawati dari perahu PDI.
Namun yang terjadi justru sebaliknya, semakin keras upaya penyingkiran terhadap Megawati justru semakin besar dukungan dan sikap simpati publik terhadap Megawati, bahkan ketika itu Megawati merupakan pigur idaman dan simbol pengharapan akan munculnya pemimpin baru yang dianggap akan mampu memberi atmosfir kehidupan sosial politik yang lebih baik.
Antusiasme publik ini dapat dilihat dari dukungan terhadap Megawati yang menggelembung dari hari demi hari sampai kepada Pemilu 1999 yang mengantar PDIP sebagai partai besutan Megawati mampu unggul memperoleh suara terbanyak pada Pemilu pertama era reformasi tersebut. Namun karena manuver beberapa partai yang berkoalisi dalam kelompok yang dinamakan poros tengah, kemenangan PDIP ternyata tidak menjadi garansi untuk mengantarkan Megawati sebagai Presiden Indonesia, dengan penuh rasa kecewa Megawati hanya diberi kesempatan sebagai wakilnya presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang dipilih melalui sidang anggota DPR / MPR.