Mohon tunggu...
Daud A Gerung
Daud A Gerung Mohon Tunggu... lainnya -

Seperti senja, pendiam, tetapi menyenangkan.....

Selanjutnya

Tutup

Politik

Aburizal Bakrie [ARB] Dalam Cita-Cita Sukarno; Menatap Masa Depan Indonesia

18 Desember 2013   10:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:47 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Munculnya nasionalisme di Indonesia ditandai oleh semangat anti-penjajah dengan menggalang kekuatan-kekuatan etnik-lokal dan membentuk gerakan-gerakan yang berdasar pada ”prinsip-prinsip nasionalisme”. Gerakan-gerakan inilah yang kemudian melakukan protes dan tuntutan-tuntutan bahwa sudah saatnya mereka menentukan nasib sendiri dengan membentuk pemerintahan oleh mereka sendiri. Pendek kata, nasionalisme Indonesia lahir dari reaksi atas kolonialisme-imperialisme Eropa Barat. Seperti yang dikatakan Roeslan Abdulgani bahwa nasionalisme mempunyai tiga aspek, yaitu: pertama, Aspek politis (politik dominasi) yang bersifat menumbangkan dominasi politik bangsa asing untuk menggantinya dengan suatu sistem pemerintahan yang demokratis. Kedua, aspek Sosial-ekonomis (ekonomise-exploitasi) yang bersifat menghentikan eksploitasi ekonomi asing dan membangunkan suatu masyarakat baru bebas dari kemerlaratan dan kesengsaraan. Ketiga, aspek kultural (cultureele-penetrasi) yang bersifat menghidupkan kembali kepribadiannya disesuaikan dengan perubahan zaman.

Dalam perjalanannya, kebangsaan (nasionalisme) kita mempunyai beberapa tahapan-tahapan perkembangan. Pertama; kesadaran kultural. Tahapan ini ditandai dengan penemuan indentitas kultural dalam konteks sebagai rakyat jajahan. Pembedaan ini dilakukan semata-mata berdasarkan kultur dan cenderung rasial. Kesadaran kultural ini timbul dari penyerapan gagasan nasionalisme yang berkembang pada pertengahan abad ke-19 dan awal abad ke-20. Melalui pembentukan organisasi-organisasi dan penggalangaan dimensi-dimensi sosial dan kultural. Sejak berdirinya Budi Utomo, Jong Java, Jong Islamieten Bond, sampai pada SDI dan SI, misalnya. Melalui organisasi­organisasi inilah ”an imagined political community” mulai mengambil bentuknya dalam masyarakat Indonesia. Inilah pertumbuhan awal dan kristalisasi gagasan nasionalisme (Proto-nasionalisme). Proto-nasionalisme ini mencapai puncaknya pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Tokoh-tokoh utamanya berasal dari tiga tempat, yakni: dari Studiclub (Bandung); Sukarno dan Anwari, dari Perhimpunan Indonesia (di Negeri Belanda); Datuk Nazir Pamoentjak, Nazier, Muhammad Hatta, Soekiman, Budiarto, Sartono, Soenario, Ishaq, Samsi, dan dari Perkumpulan Pelajar-pelajar Indonesia (Jakarta); Mohamad Yamin, Amir Syarifudin, Assaat, Wongsanegoro, Abbas, Suwirjo, Reksodiputro, Tamzil, dll.

Cita-cita Sukarno; Menatap Masa Depan Indonesia

Pada tahun 1930an melalui tulisannya dalam ”Fikiran Rakyat”, Sukarno mengatakan bahwa nasionalisme kita adalah sosio-nasionalisme dan demokrasi kita adalah sosio-demokrasi. Sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi ini merupakan istilah yang dibuat oleh Sukarno sendiri untuk membedakannya dengan nasionalisme dan demokrasi bangsa lain. ”Nasionalisme kita haruslah nasionalisme yang tidak mencari ”gebyarnya” atau kilaunya negeri luar saja, tetapi ia haruslah mencari selamatnya semua manusia.” Lalu, apa itu sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi? Marilah kita simak ulasan Sukarno tentang sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi sebagai berikut:

”sosio adalah terambil daripada perkataan yang berarti: masyarakat, pergaulan-hidup, hirup-kumbuh, siahwee. Sosio-nasionalisme adalah dus: nasionalisme-masyarakat, dan sosio-demokrasi adalah demokrasi-masyarakat.

…..

Nasionalisme-masyarakat adalah nasionalisme yang timbulnya tidak karena ”rasa” saja, tidak karena ”gevoel” saja, tidak karena ”lirik” saja, —tetapi ialah karena keadaan-keadaan yang nyata di dalam masyarakat. Sosio-nasionalisme bukanlah nasionalisme ”ngelamun”, bukanlah nasionalisme ”kemenyan”, bukanlah nasionalisme ”melayang”, tetapi ialah nasionalisme yang dengan kedua kakinya berdiri di dalam masyarakat. …. Memperbaiki keadaan-keadaan di dalam masyarakat itu, sehingga keadaan yang pincang itu menjadi keadaan yang sempurna, tidak ada kaum yang tertindas, tidak ada kaum yang celaka, tidak ada kaum yang papa-sengsara. …. Jadi, sosio-nasionalisme adalah nasionalisme politik dan ekonomi, —suatu nasionalisme yang bermaksud mencari keberesan politik dan keberesan ekonomi, keberesan negeri dan keberesan rejeki.

Dan sosio-demokrasi adalah demokrasi-masyarakat yang timbul karena sosio-nasionalisme. Demokrasi yang berdiri dengan kedua kakinya di dalam masyarakat. Sosio-demokrasi tidak ingin mengabdi kepentingan gundukan kecil saja, tetapi kepentingan masyarakat. Sosio-demokrasi bukanlah demokrasi ala Prancis, bukan demokrasi ala Amerika, ala Inggris, ala Nederland, ala Jerman, dll. —tetapi ia adalah demokrasi sejati yang mencari keberesan politik dan ekonomi, keberesan negeri dan keberesan rejeki. Sosio-demokrasi adalah demokrasi-politik dan demokrasi-ekonomi.”

Sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi ini merupakan asas. Menurut-nya, kedua asas ini tidak boleh berubah sampai dunia ini hancur lebur, sampai kiamat sekalipun. Dalam hal ini Sukarno membedakan antara asas dan asas perjuangan.Kedua asas ini lahir dari kritik Sukarno terhadap demokrasi barat yang lahir setelah terjadi pemberontakan Prancis 1917 dengan semboyan: ”liberte, fraternite, egalite”, kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan!!!

Sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi merupakan konsep sentral dalam pemikiran politik Sukarno. Yang membedakan-nya dari nasionalisme ala Ghandi maupun demokrasi ala Barat. Nasionalisme dan demokrasi yang sesuai dengan ”kepribadian bangsa” yang disebut juga dengan ”jiwa bangsa”, yang tertuang dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Pada titik inilah Sukarno mengingatkan kita pada pentingnya sosok pemimpin yang tidak hanya memahami demokrasi sebatas politik, tetapi juga ekonomi.

ARB; Masa Depan Indonesia 2014

Aburizal Bakrie [ARB], yang akrab disapa Ical adalah politikus dan pengusaha. Lahir di Jakarta pada 15 November 1946 dari keluarga pengusaha Achmad Bakrie yang memang sudah tersohor. Pria yang akrab disapa Ical ini terbukti mampu meneruskan bisnis sang ayah, dan bahkan makin sukses kala beliau memimpin Bakrie Grup pada tahun 1992 hingga 2004.

Sejak lulus kuliah hingga tahun 1992 Aburizal Bakrie telah dipercaya untuk memegang banyak jabatan penting di Bakrie Grup antara lain direktur, wakil direktur utama, dan direktur utama. Di bawah pimpinannya, Bakrie Grup melebarkan sayap ke berbagai bidang seperti pertambangan, kontraktor, telekomunikasi, informasi, industri baja dan media massa. Menurut analisis para ekonom, kepiawaian manajemen untuk melihat peluang dan waktu pengambilan keputusan menjadi kunci kesuksesan Bakrie. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla pun pernah menyatakan kebanggaannya pada Ical karena ia adalah orang pribumi pertama yang mendapat titel orang terkaya di Indonesia.

Selama menduduki Ketua Umum KADIN, Ical telah berhasil menjadikan KADIN sebagai organisasi yang sangat berpengaruh terhadap kebijakan pemerintah. Pada masa kepemimpinan beliau, KADIN berhasil menuntaskan kasus penyelundupan gula, kayu, beras yang saat itu marak terjadi. Hingga saat ini pun Aburizal Bakrie masih lekat dengan image sebagai ketua KADIN meskipun telah lama turun dari jabatan itu. Selain di kancah bisnis dan politik, beliau ternyata juga pernah mengetuai Bidang Dana PBSI (Persatuan Bulu Tangkis Indonesia) pada tahun 1985 – 1993.

Ketua Umum Partai Golkar sejak 9 Oktober 2009 ini dilantik sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) dalam Kabinet Indonesia Bersatu pada 5 Desember 2005 setelah sebelumnya menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian dalam kabinet yang sama.

Pada bulan Mei 2006, areal sumur pengeboran gas alam milik Lapindo Brantas Inc., salah satu unit usaha Grup Bakrie, keluar semburan lumpur panas. Bencana itu telah membuat lebih dari 10 ribu orang mengungsi dan 400 hektar lahan terendam, termasuk sawah, rumah, pabrik dan sekolah. Jalan poros menuju kota Surabaya pun rusak dan akibatnya perekonomian Jawa Timur sempat lumpuh.

Di sisi lain, Ical masuk jajaran orang terkaya versi Forbes pada tahun 2006. Kekayaan Ical dalam setahun terus bertambah berkat salah satu anak usaha PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) di industri tambang, PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Ical dinobatkan jadi orang terkaya nomor 1 versi majalah Forbes Asia. Dia juga bertahan selama enam tahun di posisi 40 orang terkaya se-Indonesia selama enam tahun.[*]

PERJALANAN POLITIK ARB

Sebelum memutuskan meninggalkan karier di dunia usaha, dia menjabat sebagai Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) selama dua periode (1994-2004). Pada 2004, ical memutuskan untuk mengakhiri karier di dunia usaha setelah mendapat kepercayaan sebagai menteri kodinator Bidang Kesejahteraan Rakyat kabinet indonesia bersatu periode 2004-2009. Dan sejak terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar 2009-2010, waktu dan energinya tercurah untuk mengurus partai.

Ical pernah disebut-sebut sebagai orang terkaya se-Asia Tenggara. Ia pengusaha yang terbilang paling gemilang pada sepuluh tahun reformasi di Indonesia. Selain bisa keluar dari krisis ekonomi yang mengancam perusahaannya Bakrie Group justru bisa menduduki posisi penting di pemerintahan.

Keluarga Bakrie pernah pula dinobatkan oleh Majalah Forbes Asia sebagai orang terkaya di Indonesia pada tahun 2007. Dia tidak membantah tetapi juga tidak menaggapi secara berlebihan. Apa rahasia sukses bisnis keluarga ini? KABAR af nama orang-orantarheboh itu bertiup dari singapura. dari negeri itulah, majalah Forbes Asia edisi 13 Desember 2007 dilansir. Isinya, seperti tahun-tahun sebelumnya, memanjang datar nama orang-orang super-tajir alias terkaya dari Indonesia. Dan yang bikin heboh, jawaranya untuk tahun ini adalah Aburizal Bakrie, pengusaha sekaligus politisi yang pernah tersuruk di masa krisis ekonomi satu dekade silam.[**]

MENUJU INDONESIA 2014

Sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi tidak boleh kita tinggalkan, sebagai asas yang berdiri dengan dua kakinya ditengah-tengah masyarakat, yang meluruskan kepincangan-kepincangan di dalam masyarakat dan dengan semangat perjuangan; non-kooperasi, machtvorming, massa-aksi, dll. Sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi ini juga tertuang dalam Pancasila.. …. Inilah weltanschauung kita, —ialah dasar-dasarnya Indonesia Merdeka.

Saatnya kita menentukan pilihan, memilih dengan hati. Kita butuh sosok pemimpin yang paham perekenomian nasional juga global. Pada pemilihan umum tahun 2014 mendatang, Ical akan maju sebagai wakil dari Partai Golkar sebagai calon presiden. Ia cukup yakin akan memperoleh suara yang cukup banyak, namun belum dipastikan siapa yang akan mendampingi Ical untuk posisi calon wakil presiden nanti.[]

________________________

[*]Riset dan analisa oleh Swasti Prawidya Mukti.

[**]http://kolom-biografi.blogspot.com/2011/10/biografi-aburizal-bakrie-pengusaha.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun