Mohon tunggu...
Daud A Gerung
Daud A Gerung Mohon Tunggu... lainnya -

Seperti senja, pendiam, tetapi menyenangkan.....

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menyoal Kinerja KPK terhadap Kasus Nazaruddin

19 Desember 2013   12:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:44 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KPK kini sudah berusia lebih dari sepuluh tahun, sudah menangani 385 kasus korupsi dengan conviction rate 100 persen, artinya tidak ada satu pun terdakwa kasus korupsi yang lepas dari jeratan-nya. Komisi ini menemui pasang-surut perjuangan, dipimpin tiga periode kepemimpinan yang berbeda.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad menilai lembaga yang dipimpinnya sudah cukup berhasil dalam memerangi korupsi. Pernyataan keberhasilan KPK ini tepat apabila dikaitkan dengan data dan fakta capaian hasil akhir (result) –nya. Tetapi, apabila pernyataan tersebut dikaitkan dengan proses penanganan kasus (legal process), KPK masih belum berhasil. Sebut saja misalnya, kasus BLBI, kasus Bank Century, hingga kasus pencucian uang oleh M Nazaruddin berjalan lambat.

Menurut Donal Fariz (Divisi Korupsi Politik-ICW) mengatakan bahwa pelimpahan sejumlah perkara yang menjerat M Nazaruddin kepada penegak hukum lainnya, penanganannya justru tidak terkontrol. Nazaruddin sebagai simpul kejahatan dan otak perusahaan tidak kunjung diperiksa. Ini menandakan KPK tidak mampu menangani kasus Nazaruddin yang tersebar di sejumlah kementerian dan instansi. KPK kehilangan kontrol dan dalam mengoordinasikan tindak pidana lain yang dilimpahkan kepada penegak hukum lainnya.

Mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Gorup Yulianis (seperti yang dilansir pada Tribunnews.com), mengungkapkan bahwa mantan bosnya Muhammad Nazaruddin yang juga pemilik Permai Group memiliki keuntungan yang besar dari pengerjaan proyek-proyek negara. Beberapa keuntungan itu didapat Nazaruddin dari memenangkan PT Duta Graha Indah dalam lelang tender.

Dalam catatan Yulianis, keuntungan yang diperoleh Permai Group dari kepengurusan proyek-proyek setiap tahunnya mencapai Rp 800 miliar. "Tahun 2010 itu keuntungannya sekitar Rp 800 miliar, 2009 equal lah ya, keuntungannya sekitar 800. Itu Grup Permai," ujarnya di kantor KPK, Jakarta, Rabu (18/12/2013).

Selain mengelola Permai Group, menurut Yulianis, Nazaruddin memiliki pabrik crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah yang sudah disita KPK. Sedangkan kendaraan, menurut Yulianis, mantan Bedahara Umum Partai Demokrat itu memiliki 60 mobil. Semua aset Nazaruddin tersebut sudah disampaikan Yulianis kepada tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. "Saya sudah kasih tahu ke KPK kok list-nya, nomor SHM (sertifikat hak milik), HGB (hak guna bangunan), nomor mobil, saya sudah kasih semua. Mobilnya sekitar 60 mobil," kata Yulianis. Selain mobil, Yulianis mengatakan bahwa aset Nazaruddin ada yang berupa uang dalam rekening, namun sudah diblokir penyidik KPK sekitar 2011. "Duitnya kan sudah diblokir semua waktu saya pertama kali di 2011, April itu sudah langsung (diblokir)," ujarnya.

Selain itu, Yulianis mengaku kecewa dan keberatan atas penilaian aneh yang disampaikan Abraham Samad kepada media massa. "Kalau Pak Samad bilang saya aneh, jadi, tiga tahun kesaksian saya menjadi seperti apa? Karena bukan Ibas saja yang saya bicarakan, tapi semua, banyak. Di pengadilan teman-teman (wartawan) juga sudah tahu," kata Yulianis di Gedung KPK.

"Saya hanya minta Pak Samad untuk menarik ucapannya. Ini saya bikin surat resmi tanggal 13 Desember, yang isinya saya keberatan untuk ucapan Pak Abraham Samad yang bilang saya orang aneh," ujarnya. Sebelumnya, Abraham Samad menyebut Yulianis sebagai orang yang aneh dengan mengaku pernah memberikan keterangan dalam BAP di KPK, bahwa Ibas mendapatkan uang sebesar 200 ribu dolar AS saat Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010.

Nazaruddin menjadi tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia dan korupsi pelaksanaan proyek PT Duta Graha Indah. Nazaruddin diduga membeli saham Garuda senilai total Rp 300,8 miliar dengan menggunakan uang hasil korupsi. Selain kasus yang masih disidik KPK tersebut, Nazaruddin juga menjadi terpidana dalam kasus suap wisma atlet SEA Games. Dia divonis tujuh tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta. Mantan anggota DPR itu dianggap terbukti menerima suap Rp 4,6 miliar berupa lima lembar cek dari PT DGI. Nazar juga dinilai memiliki andil membuat PT DGI menang lelang proyek senilai Rp 191 miliar di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Selain itu, Nazaruddin juga menggunakan PT DGI untuk mendapatkan proyek Hambalang, Gedung Baru DPR, dan proyek rumah sakit di beberapa daerah.

Jika dilihat kenyataan seperti gambaran kasus Nazaruddin tersebut, maka untuk menilai KPK sudah berhasil atau tidak dalam pemberantasan korupsi, harus dilihat utuh dari proses penanganan kasus hingga hasil akhir. KPK sebagai agen utama pemberantasan korupsi harus sigap, jangan hanya tebang pilih. Jangan hanya menjadikan Nazaruddin seperti burung Pleci Kacamata, burung yang pandai bernyanyi. Tuntaskan kasus Nazaruddin !!! []

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun