Pada satu sisi, ada spekulasi yang mengira bahwa aksi itu adalah perbuatan lawan politik. Kalau bicara lawan politik berarti yang dimaksud adalah pihak Capres Jokowi-Ma'aruf. Spekulasi ini menggunakan cara berpikir linear yang bisa diterapkan oleh siapa saja, termasuk kaum awam politik.
Menurut spekulan ini bahwa aksi penolakan itu dimaksudkan untuk membentuk opini bahwa Capres Prabowo-Sandi tidak diterima oleh warga di daerah-daerah dan berharap agar para pemilih yang belum memiliki pilihan (swing voter) dapat ikut arus untuk tidak memilih Capres Prabowo-Sandi.
Pada sisi yang berbeda, ada pula spekulasi yang beredar bahwa hal itu bisa saja didalangi oleh pihak tertentu dari kubu Capres Prabowo-Sandi untuk tujuan sebaliknya. Maksudnya adalah agar swing voter dapat bersimpati, lalu jatuh hati untuk memilih Capres Prabowo-Sandi pada tanggal 17 April 2019.
Spekulasi ini dapat dimengerti karena sebagian pemilih di Indonesia belum rasional, cenderung mendasarkan pilihan pada rasa kasihan (ibah) dan sedikit emosional. Hal ini sudah teruji pada sejumlah pemilu sebelumnya, baik aras nasional maupun di daerah. Kita bisa melacaknya secara mandiri dari pemilu ke pemilu bahwa ada pemilih yang memilih kandidat tertentu karena kandidat yang bersangkutan dianggap terzolimi.
Menyadari bahwa dua spekulasi di atas sama-sama kuat, hal yang dibutuhkan untuk memastikan spekulasi mana yang benar, caranya adalah tunjukan sejumlah bukti yang akurat. Guna memperoleh bukti yang akurat ini, maka perlu dilakukan suatu upaya khusus, baik oleh kubu Jokowi-Ma'aruf maupun Prabowo-Sandi.
Selama kita belum memiliki bukti-bukti yang akurat, maka rasanya kurang elok jika dengan mudah kita menuding salah satu dari kedua pihak yang sedang bertanding untuk merebut Kursi RI 01/02 itu. Jangan lupa bahwa tuduhan tanpa bukti adalah fitnah.
Para pemain, tim kampanye dan pendukung kedua capres akan menggunakan peristiwa ini untuk membentuk opini warga pemilih guna mencapai tujuannya masing-masing. Kepiawaian mengelola isu dapat merubah kelemahan menjadi kekuatan. Demikian pula sebaliknya.
Terlepas dari siapa sebenarnya dalang dari aksi-aksi penolakan tersebut di atas, beberapa catatan penting bagi kita, adalah:
Pertama, biasanya dalam berpolitik praktis hampir tak pernah ada rumus dan strategi baku untuk memenangkan suatu kontes politik. Strategi menyerang atau melemahkan lawan dengan cara-cara yang kurang fair bisa menguntungkan, bisa pula sebaliknya.
Kedua, kemalangan yang tertimpah atas diri lawan saat ini, tidak serta merta dapat dianggap sebagai hal yang merugikan lawan yang bersangkutan. Bahkan bisa sebaliknya kemalangan terjadi saat ini dapat berubah wujud menjadi suatu kemenangan diakhir permainan.
Ketiga, kepada sang dalang mohon hentikan sikap dan tindakan anti demokrasimu. Jangan kotori pikiran, sikap dan tindakan politik rakyat dengan hal-hal yang tidak mendidik.