Mohon tunggu...
Daud Amarato D
Daud Amarato D Mohon Tunggu... Warga Belajar -

Aktif memotret berbagai fenomena sosial di lapangan. “Segala sesuatu ADA WAKTUNYA”

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

7 Langkah Menyikapi Kritik Secara Positif

3 Februari 2019   18:20 Diperbarui: 3 Februari 2019   18:32 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gbr: QuoteHD.com

Setelah membaca beberapa tulisan sebelumnya tentang kritik, ada beberapa pembaca dari kalangan orang muda yang menanyakan: bagaimana cara kita menyikapi suatu kritik secara positif? Pertanyaan ini menghantarkan kami masuk dalam diskusi cukup bermanfaat.

Baca juga: Kritik yang Membangun

Adapun inti dari diskusi tentang bagaimana cara menyikapi suatu kritik secara positif tersebut, ada tujuh langkah sebagai berikut:

Pertama, ketika kita dicecar dengan sejumlah kritik, sikap terbaik yang diambil adalah menjadi pendengar yang baik. Saat mendengar, kita perlu mencermati apa latar belakang kritik itu, serta mencoba memahami apa maksud dan tujuannya. Dalam keadaan ini, kita tak usah emosional dan tetap tenang dengan pikiran yang positif. Kita terus membangun dan menjaga mindset bahwa si pengeritik ini bermaksud baik terhadap kita. Dengan begitu, maka kita akan bisa menjadi pendengar yang baik. Lalu kita akan mengerti dengan benar apa inti dan maksud baik dari kritik itu.

Baca juga: Sikap Anti Kritik yang Perlu Kita Waspadai

Kedua, sikap berikut yang dapat diambil adalah berterima kasih atas peduli mereka dalam bentuk kritik. Sepedas apapun kritikan itu kita tetap berterima kasih, walaupun mungkin sangat pahit hingga menyesakkan dada. Dalam situasi ini dibutuhkan kesabaran dan ketenangan bathin yang matang. Tetaplah berusaha untuk sabar dan berterima kasih, maka pasti akan terlaksana. Dalam hal ini butuh proses pematangan emosi yang mungkin membutuhkan waktu untuk berproses. Sekali, dua kali mungkin masih gagal untuk bisa sabar dan berterima kasih. Tetapi jika kita terus berupaya, sikap ini akan tertanam dan selanjutnya akan bisa lebih sabar, serta mudah berterima kasih atas adanya kritik.

Ketiga, setelah berterima kasih, hal berikut yang dapat dilakukan adalah bertanyalah untuk meminta kejelasan tentang beberapa hal yang membutuhkan klarifikasi dari si pengeritik. Diusahakan untuk tidak membantah atau membela diri karena belum saatnya bagi kita untuk membela diri. Saat ini hal yang sangat diperlukan adalah kejelasan tentang masalah yang sedang dikritik oleh si pengeritik. Agar selanjutnya dijadikan sebagai pijakan yang tepat ketika melakukan perbaikan dan/atau menjadi acuan dasar untuk memberikan penjelasan apabila diperlukan.

Keempat, berusaha tenang dan menguasai diri, dengan cara terus menarik napas yang dalam serta tetap fokus dan berpikir positif. Dalam hal ini sangat dibutuhkan adanya kesabaran diri. Jika tak ada penguasaan diri ini, maka kita akan terbawa emosi untuk membantah bahkan bisa marah dan seterusnya.

Baca juga: https://www.kompasiana.com/daudamaratod/5c5665a5ab12ae782f244528/sikap-anti-kritik-itu-warisan-keluarga-atau-bukan

Kelima, setelah bisa tenang dan menguasai diri dengan baik, selanjutnya kita meminta maaf kepada si pengeritik yang merasa terganggu atas sikap atau tindakan kita. Kita meminta maaf tak selamanya karena kita sudah bersalah, sebab bisa saja kita tidak bersalah. Lalu mengapa kita harus meminta maaf? 

Minta maaf dilakukan sebagai suatu upaya cerdas emosi yang menunjukan padanya bahwa kita telah berempati atas kekecewaannya. Empati dimaksud yakni memposisi diri kita sebagai diri si pengeritik yang sedang kecewa tersebut. Dengan kita berempati, si pengeritik akan mendapatkan suatu kepuasan bathin atas tindakan ini. Selanjutnya ia akan lebih mudah menghilangkan rasa kecewanya terhadap kita. Bahkan kecewanya bisa berubah menjadi suatu simpati yang luar biasa atas kita. Berarti kita untung jika kita minta maaf khan? hehehe...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun