Mohon tunggu...
Humaniora

Pacaran Sehat, Awal Keluarga Bahagia dan Sejahtera

22 Maret 2017   08:54 Diperbarui: 22 Maret 2017   17:00 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pacaran dari kata “pacar” yang berarti teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih; kekasih; (http://kbbi.web.id/pacar) mendapat akhiran an yang bermakna kegiatan berteman dengan lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih, lebih kurang hal tersebut yang terkandung dalam kata “pacaran” yang dalam perkembangannya tentunya budaya dan agama mempengaruhi kegiatan “pacaran” ini. Dapat kita sepakati bahwa “pacaran” dilakukan oleh dua insan berlawanan jenis (pria dan wanita) dalam hubungan teman yang tetap dan mempunyai dasar cinta kasih, dan seperti kita ketahui hubungan teman tidak memerlukan legalitas secara agama dan pemerintah. Hal ini yang membedakan dengan pernikahan dimana hubungan dua insan berlawanan jenis (pria dan wanita) terikat tetap oleh hukum agama dan pemerintah. Lazimnya pacaran menjadi fase awal sebuah pernikahan, dan tujuan pernikahan tentunya membangun keluarga yang bahagia dan sejahtera.

Seberapa penting pacaran sehingga perlu perhatian yang lebih bagi setiap orang yang berencana berkeluarga. Pacaran menjadi penting karena hubungan ini akan menentukan kesuksesan hubungan yang akan terjalin lama bahkan mungkin separuh hidup kita. Etika berpacaran mungkin perlu diperhatikan supaya masa ini menjadi masa yang bermanfaat bagi setiap individu dan meminimalkan kerugian yang timbul baik secara moril dan material.

Hal yang perlu diketahui waktu berpacaran :

  • Jangan mabuk kepayang oleh cinta, tetap mendarat objektif dalam menilai pasangan dan keluarga.
  • Pacaran bukan saat bermain-main namun sifatnya penjajakan.
  • Jangan sampai ada aktifitas seksual selama pacaran, ciuman, petting, bahkan senggama sebelum nikah. Hal ini merugikan bagi kaum wanita, juga menjadi aib dan sebab kekecewaan dalam berkeluarga. Seks sebelum menikah secara rohani juga merusak bejana berkat, anugerah dari Yang Maha Kuasa.
  • Keterbukaan dan penerimaan kepada pasangan, pikirkan masak-masak bila menjumpai sifat buruk dari pasangan ataupun keluarga dari pasangan karena hal itu yang harus kita terima setelah menikah dan terjadi dalam sisa hidup kita selama menikah.
  • Tidak menuntut pasangan dan keluarga untuk mengubah suatu sifat/ perangai buruk, kalau memang tidak bisa menerima sifat/ perangai buruk tersebut lebih baik tinggalkan saja, maka untuk bisa melakukan hal tersebut kita harus objektif dan tidak mabuk kepayang pada pasangan dan jangan sampai ada aktifitas seksual dalam berpacaran.
  • Khusus wanita bila anda tidak perawan karena mantan lebih baik jujur saja pada pasangan dan lihat reaksinya bila dia bisa menerima itu adalah anugerah, kalaupun dia mengungkit-ungkit terus kembali kepada anda bahwa kita tidak dapat menuntut pasangan untuk tidak mengungkit masa lalu, jadi kalau tidak sanggup diungkit-ungkit masa lalu kita tinggalkan saja pacar kita. Bila anda jujur bahwa tidak perawan karena mantan dan kemudian pasangan anda juga meminta seperti yang dilakukan mantan anda lebih baik sudahi hubungan itu berarti pasangan anda saat ini hanya memanfaatkan kejujuran dan kelemahan anda.

Saran untuk yang melakukan penjajakan, carilah kekurangan pasangan kita dan keluarganya, kemudian renungkan dengan bijak dan objektif bahwa kekurangan dari pasangan dan keluarganya itulah yang harus kita terima di sisa hidup kita dalam perkawinan, bila tidak sanggup sudahi penjajakan dan kembali berteman. Jangan percaya kalau dia akan berubah, sebaiknya kita siap walau dia tidak berubah. Karena kita sendiri juga sukar untuk mengubah sesuatu yang sudah menjadi karakter kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun