Mohon tunggu...
Datuk Marwan Al Jafari
Datuk Marwan Al Jafari Mohon Tunggu... Lainnya - Ketua PW MABMI Kepulauan Bangka Belitung

Pegiat Budaya Melayu Kepulauan Bangka Belitung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gelar Adat untuk Dirut Timah Kita

11 November 2022   13:40 Diperbarui: 11 November 2022   13:45 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sultan Palembang yang diwakili Penasehat Agung Kesultanan, Datok Seri Dr H Mgs Ramli Sutanegara saat pemberian gelar adat kepada Dirut PT Timan| Foto: PW/MABMI

Marwan Al-Ja'fari  (Ketua PW MABMI Kepulauan Bangka Belitung)

Datuk Wangka Setia Alam. Itulah gelar pemberian keluarga besar MABMI (Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia) kepada Ir Achmad Ardianto MBA, Dirut PT Timah Tbk. Prosesi penganugerahan berlangsung di Gedung Mahligai Serumpun Sebalai, Rabu (9/11) lalu, disaksikan langsung oleh Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Dr Ridwan Djamaluddin, Ketua Umum PB MABMI Datuk Sri Syamsul Arifin, dan saya selaku Ketua PW MABMI Kepulauan Bangka Belitung (KBB) 2022-2026. Turut menjadi saksi, perwakilan Forkopimda KBB, pejabat pemerintahan, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan segenap pengurus wilayah MABMI KBB yang dilantik sesaat sebelum pemberian gelar berlangsung.

Selain itu, yang membuat istimewa, hadir pula dalam kesempatan penganugerahan ini Sultan Palembang Darussalam (yang diwakili Penasehat Agung Kesultanan, Datok Seri Dr H Mgs. Ramli Sutanegara) dan Sultan Deli, Sultan Mahmud Lamanjiji Perkasa Alam. Tidak sekadar hadir, Sultan Palembang Darussalam justru menjadi figur yang menyerahkan watikah (piagam gelar adat)  dan keris kehormatan kepada Achmad Ardianto. 

Tertera dalam watikah tersebut pernyataan yang mengukuhkan Achmad Ardianto dengan gelar datuk pemberian MABMI yang disebutkan di atas, dan gelar Darjah Paduka Mahkota Palembang (DPMP). Watikah tersebut ditandatangani langsung oleh Sultan Mahmud Badaruddin IV Fawwaz Diraja Jayawikramo, yang  menandakan bahwa Achmad Ardianto telah resmi menjadi bagian dari keluarga besar puak Melayu khususnya Melayu Kepulauan Bangka Belitung sepanjang masa, dan kerabat Kesultanan Palembang Darussalam.

Gelar Datuk
Tentu tidak sembarangan orang bisa mendapatkan gelar datuk, apalagi dengan darjah khusus seperti DPMP. Tak ubahnya gelar akademik, gelar adat diberikan kepada seseorang dengan syarat-syarat tertentu yang ketat. Bedanya, dalam dunia akademik persyaratan itu selain diketahui  oleh pemberi gelar, juga oleh yang ingin mendapatkan gelar. Parameternya kuantitatif, ditandai dengan adanya angka-angka dalam penilaian hasil berbagai tes dan penugasan.   

Sementara gelar datuk, tak ada angka-angka dalam penilaian, bahkan tak ada tes dan penugasan sama sekali dari otoritas pemberi gelar kepada yang diberikan gelar. Bahkan seringkali sosok yang akan diberikan gelar, tidak menyadari bahwa dirinya berada dalam radar pengamatan dan penilaian otoritas pemberi gelar.

Demikianlah yang dialami Achmad Ardianto. Bisa dipastikan, pria Jawa kelahiran Bogor itu tak membayangkan bahwa dirinya akan mendapatkan gelar adat tersebut. Maklum, usia pengabdiannya di Kepulauan Bangka Belitung selaku Direktur Utama PT Timah belum genap setahun, terhitung sejak Desember tahun lalu. Selain itu, insinyur tambang ITB itu juga belum pernah mendapatkan anugerah gelar adat sehingga hal penggelaran adat mungkin tak pernah tersimpan dalam hard disk pikirannya.  

Lalu apa yang membuatnya mendapatkan gelar adat? PW MABMI KBB jelas memiliki alasan kuat, sehingga berani mengusulkan pemberian gelar kepada Pengurus Besar MABMI dan meminta penguatan dari Kesultanan Palembang Darussalam.  Jika tidak, tentu PB MABMI dan lebih-lebih lagi Kesultanan Palembang Darussalam tak akan bersedia menganugerahkan gelar.  Lihat saja ketentuan yang digariskan oleh Kesultanan Palembang Darussalam perihal gelar Dato' dan Darjah Paduka Mahkota Palembang (DPMP)  di bawah ini, yang dirumuskan dalam kalimat berbahasa Melayu yang lazim dipakai di Malaysia. 

Darjah ini dianugerahkan kepada golongan bangsawan yang berjaya, kebiasaannya kejayaan dalam NGO, Politik, Sukan, Budaya dan Perniagaannya. Ianya dikelaskan sebagai darjah dalam keluarga pertama. Darjah ini juga sesuai dianugerahkan kepada Pengerusi Persatuan yang aktif dalam pelbagai kegiatan antara Negara atau pun dalam peringkat Negeri, mereka-mereka yang dikira sesuai oleh baginda atau kaum kerabat Istana juga boleh menerima darjah ini manakala darjah ini tiada had limit dan sesuai digelarkan sebagai Yang Berbahagia (YBhg.)

Terjemahan bebas dalam bahasa Indonesianya: Gelar ini diberikan kepada bangsawan sukses, biasanya sukses di organisasi non pemerintahan, sukses di bidang politik, olahraga, budaya dan bisnis. Gelar Ini diklasifikasikan sebagai gelar tingkat pertama dalam keluarga kesultanan. Gelar ini juga pantas untuk diberikan kepada ketua perhimpunan yang aktif dalam berbagai kegiatan antarnegara atau bahkan di tingkat provinsi. Mereka yang dianggap cocok oleh Baginda atau kerabat Istana juga dapat menerima gelar ini.  Gelar ini tidak memiliki batas waktu, dan penyandangnya pantas disebut sebagai Yang Berbahagia (YBhg.)

Tentu bisa dilihat adanya faktor subyektif dari Baginda Sultan yang sudah pasti tak mudah ditembus. Subyektifitas adalah hal yang biasa dalam relasi Kawulo-Abdi, Raja atau Sultan dengan Rakyat. Sebab, firasat, bisikan batin yang tertempa dari olah jiwa para penguasa, adalah konsep-konsep absah dalam filsafat timur, yang menempatkan spiritualitas pada posisi yang seimbang dengan rasionalitas. Berbeda dengan filsafat barat, yang menempatkan rasionalitas-objektif jauh di atas spiritualitas-subyektif. 

Bahwa Achmad Ardianto adalah pribadi sukses tentu tak ada yang menyangkal. Jabatan Direktur Utama yang disandangnya itu suatu pertanda yang telah jelas. Belum lagi kalau dilihat dari rekam jejaknya sebelum menjadi Dirut PT Timah. Yaitu pernah menjadi Dirut PT Garam di Madura, Direktur Sumberdaya Manusia di PT Nestle Indonesia, PT  Freeport Indonesia, dan PT Aneka Tambang. Namun bagaimana dengan kesuksesannya dalam mengemban peran Direktur Utama PT Timah itu?
Meski belum genap setahun memimpin Timah, Achmad Ardianto telah mendapatkan dua penghargaan. Pertama sebagai CEO Top Leader On CSR Commitment 2022 dari Majalah Top Business, dan The Best Chief Executive Officer 2022 dari Majalah Business News Indonesia.

Tapi lebih daripada "sekadar" penghargaan-penghargaan prestisius yang realtif objektif  itu, PW MABMI KBB melihat dengan terang bahwa Ardianto adalah figur direktur utama  yang membuat PT Timah tak lagi terkesan sebagai perusahaan yang ekslusif. Dia bagai pembongkar tembok yang selama ini membuat masyarakat KBB tampak berjarak dengan perusahaan yang menggali timah di bumi mereka.  Terbukti dengan kehadirannya langsung di berbagai acara atau kegiatan yang digelar masyarakat. Baik acara yang memberikannya mimbar untuk berbicara maupun hanya sebagai pendengar.

Timbul rasa yang tidak hanya diakui oleh satu atau dua orang saja, melainkan banyak orang, di KBB, bahwa Achmad Ardianto adalah sosok yang tulus dalam pengabdiannya. Ia tidak semata-mata berkerja dengan logika-logika kepentingan yang umum dimiliki para pemburu keuntungan materi. Lebih tinggi daripada sekadar itu, ia tampak memikirkan dan mengambil langkah agar masyarakat KBB bisa mendapatkan timbal balik yang selayaknya atas penambangan timah. Secara singkat, apa yang ia lakukan adalah mewujudkan ekosistem pertimahan yang sehat. Karena itulah, istilah "setia" diusulkan sebagai bagian dari nama gelar untuknya.         

Sejenak melihat masa lalu alumnus Twentee University Belanda itu di tempat-tempat pengabdian sebelumnya, terasa cukup mudah memahami, mengapa ia berlaku laksana brahmana, yang melampaui peran ksatria dan waisya. Laksana begawan bukan sekadar usahawan. Minatnya kepada kebudayaan adalah satu jawaban yang mewakili banyak jawaban. Kedekatan dan kekagumannya terhadap sastrawan dan budayawan Madura, Zawawi Imron, adalah konsekuensi dan pelengkap dari kegandrungannya mendaki gunung, yang dilakoninya sejak mahasiswa hingga saat ini. Intinya, adalah kemauannya berdekatan dengan alam seperti kata pepatah Jawa: Memayu Hayuning Bawono (Mengindahkan keindahan alam yang telah diciptakan Yang Maha Kuasa), dan konsekuesninya seperti kata pepatah Melayu: Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.

Di hadapan Sultan Mahmud  Badaruddin IV yang bernama asli Raden Fawwaz Diraja, tentu kecenderungan batin demikian, lebih mudah untuk mendapatkan klik di hati sultan. Apalagi kalau dirasakan,  bahwa bukanlah hal mudah untuk menjadi sosok yang setia dengan alam, ketika peran yang diembannya justru sangat mudah merusak alam. Sebagaimana disebutkan oleh seorang pemikir: Orang akan lebih mudah menjadi idealis ketika ia tidak memiliki apa-apa. Tapi berilah ia kuasa. Akankah ia setia dengan idealismenya? Terbukti banyak yang tak mampu.
Dirut PT Timah sekarang, sejauh ini masih tampak sebagai seorang yang setia untuk menemani alam dan mengelolanya dengan bijaksana. Karena itulah ia diberi gelar sebagaimana telah disebutkan, dan dengan gelar itu pula dititipkan reminder kepadanya serta do'a  kepada Tuhan Seisi Alam.

Selamat, Datuk  Dirut !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun