Hanya sebulan setelah Hamas dan  Benyamin Netanyahu bertempur selama  11 hari, perang di mana lebih dari 4.000 roket dan proyektil lainnya ditembakkan jauh ke dalam Israel --- dan tampaknya hampir dirancang secara transparan untuk menghindari pemungutan suara Knesset agar pemerintahan Bennett-Lapid yang akan dibentuk gagal.
Kini Benyamin Netanyahu yang selama ini menjadi seorang pemimpin yang paling diapresiasi berobah menjadi pemimpin yang membahayakan Israel, dan dicurigai bersiap untuk mengambil risiko gejolak baru dengan kembali berperang dengan Hamas  untuk mencegah kejatuhan politiknya, (baca posting saya tentang ancaman Hamas untuk kembali menyerang Israel, jika dana qatar tidak kunjung sampai seperti yang dijanjikan)
"Jangan membumi hanguskan Israel di belakangmu. Kami ingin mengingat kebaikan, banyak kebaikan, yang Anda lakukan selama pelayanan Anda [sebagai perdana menteri]," pinta Bennett sang calon Perdana Menteri pada hari Minggu lalu.
Tapi Netanyahu tidak mendengarkan. Dia sibuk mengklaim kecurangan pemilu, menjajakan teori konspirasi prpvokatif, menimbulkan perpecahan dan kebencian internal. Dan banyak hal seperti yang dilakukan Trump saat kekalahannya dari Biden.
Israel dan Palestina, akan terus bergejolak dan mempengaruhi perdamaian dunia, kecuali ada solusi yang menguntungkan kedua belah pihak, yakni pengakuan kedaulatan atas Israel dan Palestina, dan dalam hal ini peranan Indonesia dan Saudi Arabia sangat dibutuhkan, bahkan Syaykh Alzaytun menekankan betapa pentingnya peran serta Indonesia dalam hal ini, tanpa menyebut Saudi Arabia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H