Setiap tahun umat Katolik mengawali Pekan Suci dengan Minggu Palma, yang pada tahun ini jatuh pada tanggal 2 April 2023. Perayaan minggu palam diadakan secara simbolis dengan pemberkatan daun-daun palma yang kemudian diadakan prosesi. Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan dan menghayati kembali apa yang terjadi dua ribu tahun yang lalu ketika Yesus masuk ke kota Yerusalem, diarak dan disambut dengan meriah.
Injil yang dibacakan sebelum perarakan mengisahkan tentang masuknya Yesus ke kota Yerusalem. Ia masuk ke kota Yerusalem dengan menunggang seekor keledai, yang menjadi lambang binatang damai, binatang yang dipakai oleh petani, rakyat kecil. Dan sungguh benar, Dia adalah Raja Damai. Ia merendahkan diri menjadi setingkat dengan keledai yang ditunggangi-Nya: rela dipukul dan ditendang, seperti biasanya orang perbuat terhadap keledai. Relah difitnah, diejek, didera, dimakotai duri dan disalibkan.
Waktu itu Yesus menyuruh murid-murid-Nya untuk mencari seekor keledai. Untuk memenuhi nubuat para nabi, Yesus ingin masuk ke kota Yerusalem secara lain dari biasanya. Hal itu terjadi, supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi: "Lihat, Rajamu datang kepadamu, Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda." (Mat 21: 4-5; Za 9:9).
Yesus disambut dengan gegap gempita seperti seorang Raja yang baru pulang dari medan peperangan dan membawa kemenangan. Bahkan tidak segan-segan orang menghamparkan pakaiannya di jalan yang akan dilewati Yesus, seraya berteriak-teriak dan melambaikan daun-daunan: "Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan" (Mat 21:9).
Kegairahan massa atau orang banyak menyambut Yesus, tentu saja menimbulkan rasa iri hati dan waswas dari musuh-musuh Yesus, yang mencari akal untuk menjebak dan menangkap Yesus. Usaha ini pun berhasil mereka lakukan dengan menyogok Yudas Iskariot, yang kemudian mengkianati dan menjual Yesus. Suasana pun berubah, dari suasana gembira menjadi suasana duka, menyedihkan. Hal ini nampak juga dalam liturgi pada saat dibacakan Kisah Sengsara, juga nubuat dari Yesaya dan surat kepada orang Filipi yang mempunyai nada serupa.
Orang-orang yang tadinya dengan antusias menyambut Yesus, kemudian dengan ganas berbalik menuntut kematian Yesus disalib. Bahkan mereka pun siap menerima kutukan atas perbuatannya penyalibkan Yesus: "Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami" (Mat 27:25).
Pesan Perayan
Liturgi Minggu Palma dimulai dengan karakter ritual yang penuh kegembiraan, dilanjutkan dengan kisah sengsara-Nya. Trdapat dua aspek liturgi sekaligus berpadu dalam satu perayaan yang merupakan karakter dasar misteri paskah, yakni; penderitaan dan kemuliaan.
Saat memasuki Yerusalem, Yesus hanya menunggang seekor keledai sebagai simbol kedamaian dan kerendahan hati. Bagi umat yang merayakan Minggu Palma, diajak untuk berjuang menjadi pembawa damai bagi sesama. Berjuang untuk menjadi orang yang rendah hati dan bersedia menjadi "alat" yang digunakan Tuhan sebagai penyalur rahmat-Nya. Tuhan memerlukan orang yang rendah hati.
Pada zaman Yesus, orang-orang di Yerusalem dengan gembira menyambut Yesus, beberapa waktu kemudian dengan semangat berkobar-kobar yang sama juga beramai-ramai menolak Yesus. Kita mungkin mengkritik, atau mencela mereka. Namun bukankah pengalaman sehari-hari, dalam hidup kita masing-masing, memperlihatkan sikap serupa? Bukankah setiap dosa yang kita lakukan merupakan penghojatan dan penolakan pada Allah sendiri?
Yesus masuk menuju ke kota Yerusalem, kota di mana Dia akan dijatuhi hukuman mati dengan sukacita. Kisah sengsara memperlihatkan bahwa palma kemenangan dan salib penderitaan bukanlah suatu pertentangan atau kontradiksi. Di sinilah letak intisari atau jantung hati misteri, yang diwartakan kepada kita selama Pekan Suci ini. Selamat memasuki pekan suci.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H