Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pentingnya Pendidikan Politik bagi Siswa Pemilih Pemula

14 Desember 2022   21:08 Diperbarui: 15 Desember 2022   12:30 1011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sosialisasi pemilih pemula di sekolah (Sumber: KOMPAS/ZULKARNAINI)

Pemilihan umum akan kembali diselenggarakan pada tahuan 2024. Idealnya, pesta demokrasi tersebut tidak hanya diikuti oleh jumlah pemilih yang banyak (secara kuantitas), melainkan juga kualitas partisipasi peserta pemilu. Agar harapan tersebut bisa terwujud, maka diperlukan pengkondisian para pemilih (voters), agar bisa menjadi voters yang melek, cerdas dan kritis secara politik.

Pemilih yang cerdas adalah pemilih yang bebas dari bentuk intimidasi, berani melawan politik transaksional seperti money politics dan sungguh memahami suara yang diberikan dan bagaimana konsekuensi politik di kemudian hari bagi keberlangsungan hidup bangsa dan negara. Untuk itu, sangat diperlukan adanya pendidikan pemilih (voter education), baik berupa sosialisasi atau dalam bentuk lainnya. Hal ini terutama sangat dibutuhkan bagi peserta pemilih pemula (first-time voters).

Pemilih pemula merupakan warga negara yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan sudah memenuhi syarat untuk pertama kalinya menggunakan hak suaranya dalam pemilihan umum. 

Ada banyak golongan pemilih pemula, namun dalam kajian ini penulis hanya membatasi pada pemilih pemula di kalangan para pelajar SMA atau sederajat.

Ada beberapa karakter yang ditemukan dalam diri pemilih pemula, antara lain: 

1) Belum pernah memiliki pengalaman berada di dalam TPS dan belum mengetahui cara mencoblos, dll ; 2) Belum memiliki pengalaman dalam menentukan pilihan politik; 3) Biasanya memiliki antusias yang tinggi atau malah sebaliknya; 4) Kadang kurang rasional atau yang penting memilih; 4) Belum terlalu memahami apa pentingnya memberikan hak suara dalam pemilu.

Perlu disadari pula bahwa di era digital yang berkembang saat ini, tingkat pastisipasi politik sangat dipengaruhi oleh berbagai bentuk informasi yang diperoleh dari media sosial. 

Pemilih pemula merupakan pengguna media sosial yang sangat aktif. Mereka bisa saja dipengaruhi oleh informasi politik yang diterima dari media sosial, baik itu dalam arti positif maupun justru berpengaruh negatif ketika mereka terpapar informasi yang salah.

Berbagai upaya untuk meningkatkan kecerdasan pemilih pemula telah dilakukan oleh berbagai pihak, khususnya KPU dan Bawaslu. Namun perlu disadari bahwa upaya untuk menumbuhkan literasi politik (political literacy) bagi pemilih pemula tidak hanya merupakan usaha tunggal dari pihak tertentu dan dengan cara tertentu pula.

Literasi politik bagi pemilih pemula tidak cukup jika hanya dengan melakukan sosialisasi untuk meningkatkan pengetahuan teknis elektoral seperti waktu kapan akan dilaksanakan pemilu, di mana, dan bagaimana cara memberikan hak suara di TPS. Literasi politik seharusnya juga mencakup aspek-aspek substantif elektoral, yang sangat penting untuk dimiliki pemilih pula. 

Aspek substantif tersebut antara lain membangun kesadaran peserta akan pentingnya hak suara yang diberikan, pentingnya kemandirian politik berdasarkan suara hati, konsekuensi dari transaksi politik seperti money politics, dan dampak dari pilihan politik untuk masa depan bangsa dan negara.

Sosialisasi teknis elektoral bagi pemilih pemula dapat dilakukan dalam jangka pendek (misalnya beberapa bulan sebelum pemilu). Namun literasi politik secara substantif elektoral, tentu membutuhkan persiapan jangka panjang atau waktu yang cukup lama. 

Dalam hal ini jika peserta pemilih pemula adalah siswa-siswi SMA kelas XII maka paling kurang pendidikan literasi politik ini mulai ditanamkan dalam diri anak sejak ia masuk SMA.

Bernard Crick (2000) mendefinisikan literasi politik sebagai pemahaman praktis tentang konsep-konsep yang diambil dari kehidupan sehari-hari, upaya memahami isu politik, keyakinan para kontestan, dan bagaimana kecenderungan mereka mempengaruhi diri sendiri dan orang lain. 

Dalam hal ini literasi politik di sekolah merupakan upaya menanamkan pengetahuan tentang proses dan isu-isu politik yang memungkinkan paras siswa sebagai bagian dari warga negara untuk dapat secara efektif melaksanakan perannya dalam demokrasi.

Literasi politik di sekolah bisa dimasukan dalam pendidikan kewarganegaraan. Mata pelajaran ini cocok untuk masksud tersebut karena mater-materi pembelajaran dalam pendidikan kewarganegaraan berkaitan juga dengan isu-isu politik, demokrasi, serta kenegaraan dan pemerintahan.

Secara praktis guru dapat memberikan pengetahuan kepada siswa tentang hakikat pemilu dalam negara demokrasi, pentingnya menggunakan hak suara (tidak golput), bagaimana cara menentukan pilihan secara benar, dan berbagai isu politik lainnya.

Namun perlu diperhatikan bahwa literasi politik ini harus dilakukan dengan cara-cara yang sehat secara politik. Artinya guru harus mengedepankan independensi, integritas, dan bercorak edukasi. 

Guru harus menghindari model-model doktrinasi yang mengekang kebebasan siswa. Guru harus menghilangkan propaganda untuk mendukung kelompok tertentu. Netralitas dalam memberikan pengetahuan politik bagi siswa, harus dijunjung tinggi.

Guru dapat menstimulus rasa ingin tahu para siswa dan mendorong mereka untuk bertanya secara cerdas dan kritis menyangkut berbagai isu penting politik, khususnya pemilu. Tentu guru pun dituntut memiliki wawasan yang luas akan hal ini.

Selain memberikan pengetahuan kepada siswa, guru pun hendaknya mengajak siswa untuk aktif mencari informasi. Komponen inkuiri ini dapat diimplementasikan misalnya dengan mengambil suatu isu penting dan aktual untuk dijadikan materi pembelajaran. 

Dari isu tersebut, guru menugaskan kepada siswa untuk mengumpulkan sebanyak mungkin data atau informasi. Kegiatan dapat dilakukan secara berkelompak. Pada tahap akhir, guru dapat menfasilitasi para siswa untuk mengemukakan kesimpulan masing-masing berdasarkan hasil temuan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun