Aspek substantif tersebut antara lain membangun kesadaran peserta akan pentingnya hak suara yang diberikan, pentingnya kemandirian politik berdasarkan suara hati, konsekuensi dari transaksi politik seperti money politics, dan dampak dari pilihan politik untuk masa depan bangsa dan negara.
Sosialisasi teknis elektoral bagi pemilih pemula dapat dilakukan dalam jangka pendek (misalnya beberapa bulan sebelum pemilu). Namun literasi politik secara substantif elektoral, tentu membutuhkan persiapan jangka panjang atau waktu yang cukup lama.Â
Dalam hal ini jika peserta pemilih pemula adalah siswa-siswi SMA kelas XII maka paling kurang pendidikan literasi politik ini mulai ditanamkan dalam diri anak sejak ia masuk SMA.
Bernard Crick (2000) mendefinisikan literasi politik sebagai pemahaman praktis tentang konsep-konsep yang diambil dari kehidupan sehari-hari, upaya memahami isu politik, keyakinan para kontestan, dan bagaimana kecenderungan mereka mempengaruhi diri sendiri dan orang lain.Â
Dalam hal ini literasi politik di sekolah merupakan upaya menanamkan pengetahuan tentang proses dan isu-isu politik yang memungkinkan paras siswa sebagai bagian dari warga negara untuk dapat secara efektif melaksanakan perannya dalam demokrasi.
Literasi politik di sekolah bisa dimasukan dalam pendidikan kewarganegaraan. Mata pelajaran ini cocok untuk masksud tersebut karena mater-materi pembelajaran dalam pendidikan kewarganegaraan berkaitan juga dengan isu-isu politik, demokrasi, serta kenegaraan dan pemerintahan.
Secara praktis guru dapat memberikan pengetahuan kepada siswa tentang hakikat pemilu dalam negara demokrasi, pentingnya menggunakan hak suara (tidak golput), bagaimana cara menentukan pilihan secara benar, dan berbagai isu politik lainnya.
Namun perlu diperhatikan bahwa literasi politik ini harus dilakukan dengan cara-cara yang sehat secara politik. Artinya guru harus mengedepankan independensi, integritas, dan bercorak edukasi.Â
Guru harus menghindari model-model doktrinasi yang mengekang kebebasan siswa. Guru harus menghilangkan propaganda untuk mendukung kelompok tertentu. Netralitas dalam memberikan pengetahuan politik bagi siswa, harus dijunjung tinggi.
Guru dapat menstimulus rasa ingin tahu para siswa dan mendorong mereka untuk bertanya secara cerdas dan kritis menyangkut berbagai isu penting politik, khususnya pemilu. Tentu guru pun dituntut memiliki wawasan yang luas akan hal ini.
Selain memberikan pengetahuan kepada siswa, guru pun hendaknya mengajak siswa untuk aktif mencari informasi. Komponen inkuiri ini dapat diimplementasikan misalnya dengan mengambil suatu isu penting dan aktual untuk dijadikan materi pembelajaran.Â