Hari Anak Sedunia menekankan pentingnya bagi dunia untuk mendengarkan ide dan permintaan anak-anak dan remaja. Selama dua dekade terakhir, dunia kita telah menjadi lebih digital, lebih mendunia, dan lebih beragam. Perubahan-perubahan ini membentuk latar belakang asuhan generasi muda saat ini, serta pengalaman, dan sikap mereka (UNICEF).
Para guru seringkali mengeluh ketika melihat fakta bahwa saat ini di mana gadget seringkali mengalihkan perhatian siswa dari tugas utama belajar mereka. Beberapa lembaga pendidikan telah berusaha bagaimana merumuskan kebijakan untuk membatasi penggunaan ponsel, iPod, dan akses internet di sekolah. Â
Hal yang sama juga dikeluhkan oleh orang tua, disertai kekhawatiran bagaimana dengan nasib masa depan anaknya yang seringkali lebih akrab dengan medsos. Beberapa iklan dan hal sensitif lain yang ditampilkan media ditakuti akan berbahaya bagi kesehatan fisik dan mental anak-anak.
Kekhawatiran ini sah-sah saja, tetapi hal ini tidak dapat diatasi dengan penyangkalan, kemarahan, atau harapan agar dunia kembali lagi seperti zaman dahulu. Bagi guru, orang tua, dan orang dewasa lainnya perlu memahami dan menghayati dengan baik perubahan-perubahan itu terjadi dalam kehidupan mereka.
Kita harus berhenti melihat perubahan ini sebagai ancaman dan sebaliknya mengidentifikasi peluang yang harusnya dilakukan untuk kebaikan mereka.
Yang harus diakui adalah prinsip otoritas tradisional itu telah mendefinisikan hubungan antara anak-anak dan orang dewasa telah diubah dengan cara-cara yang tidak dapat diubah. Saat ini, tidak hanya siswa yang lebih dahulu mengakses informasi sebelum guru atau orang tua mereka melakukannya, tetapi seringkali merekalah yang pertama mempelajari teknik terbaru untuk mendapatkan akses informasi dan membuat konten serta memproses informasi.
Seorang guru digital, Marc Prensky, pada tahun 2001 dalam artikelnya "Digital Native, Digital Immigrants", menggunakan istilah "imigran digital" dan "penduduk asli digital" untuk menggambarkan fenomena ini. Penduduk asli digital adalah anak-anak, remaja dan kaum muda, sedangkan yang dewasa hanyalah imigran digital. Di sini kemudian sering terjadi kesejajaran hubungan antara generasi yang dipengaruhi oleh teknologi informasi, dan hubungan antara pribumi dan pendatang. Â Â
Kelompok sebaya yang didukung oleh teknologi baru menghadirkan tantangan serius bagi hubungan otoritas tradisional di sekolah. Untuk menghadapi situasi ini secara produktif, guru dan tenaga kependidikan di sekolah harus belajar bagaimana menghidupkan kekuatan loyalitas kelompok sebaya menjadi mekanisme untuk mengikat perhatian siswa pada tujuan pendidikan yang bermanfaat.
Daripada melawan jaringan elektronik, pendidik perlu pelajari bagaimana memanfaatkan inovasi ini untuk tujuan pendidikan yang positif. Guru, orang tua dan kaum dewasa lainnya, hanyalah imigran yang berpindah dari zaman tradisional ke dunia digital. Sedangkan para siswa yang lahir pada zaman digital adalah penduduk asli digital. Melarang anak menggunakan media sosial adalah sikap yang kurang tepat. Sebaliknya mereka perlu diarahkan untuk memanfaatkan perkembangan teknologi dengan baik.
Siswa perlu diarahkan untuk mempelajari konsep-konsep dasar bidang informatika dan alat informasi, serta memperoleh seperangkat keterampilan penggunaannya. Standar pencapaian pembelajarannya antara lain:
- Menguasai konsep kompleksitas algoritma, pengetahuan dasar algoritma melalui proses digitalisasi dan teks informasi
- Struktur komputer modern, yaitu pembentukan gambaran perkembangan teknologi komputer
- Pembentukan gagasan umum prinsip pembuatan dan pengoperasian aplikasi internet
- Pembentukan gagasan dasar prinsip organisasi dan pengoperasian jaringan komputer
- Norma dan hak etika informasi, seperti prinsip untuk memastikan keamanan informasi
- Metode dan sarana untuk memastikan pengoperasian sarana TIK yang andal, dll
Selain mengasah ketrampilan dan pengetahuan digital, anak-anak atau siswa pun harus terus diarahkan untuk menggunakan media sosial dengan baik dan bijak. Imigran digital tidak boleh melarang penduduk asli menggunakan media sosial, tetapi juga tidak membiarkan mereka terbawa oleh arus perkembangan teknologi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H