Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Aku Anak IPA, Kamu Anak IPS

16 November 2022   19:27 Diperbarui: 16 November 2022   21:26 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gengsi-gengsian soal jurusan, pasti dialami oleh para pelajar SMA yang kurikulumnya masih memberlakukan adanya penjurusan tingkat SMA yaitu jurusan IPA, IPS, dan Bahasa.  Dari ketiga jurusan ini, IPA dan IPS seakan menjadi El Clsico  seperti halnya dalam klup sepak bola dunia.

Hal ini perlahan akan pudar ketika adanya Kurikulum Merdeka yang menghapus penjurusan di SMA. Namun dalam sejarah perkembangannya, kedua rumpun ilmu ini memiliki dinamika yang menarik.

Perkembangan Ilmu

Ilmu antropologi memperlihatkan bahwa pada permulaan manusia menjelaskan pelbagai peristiwa alamiah hidupnya melalui mitologi dan peran-peran yang ilahi atau dewa/i amat kuat terlibat di sana. Kepercayaan akan roh-roh dan kekuatan gaib amat kuat dan mereka dapat mendatangkan kebaikan tapi juga keburukan dalam manusia. 

Namun perlahan-lahan kepercayaan seperti ini hilang dan lewat logos-pemikiran rasional, semua gejala alam dapat dijelaskan secara rasional dalam hubungan sebab-akibat.

Proses ini berjalan amat lambat. Proses ini dapat dibagi dalam dua tahap perkembangan yang saling berhubungan yaitu 1) tingkat empiris di mana ilmu terdiri dari relasi empiris yang dapat diamati dari pelbagai gejala dalam bentuk-bentuk "X" menyebabkan "Y" tanpa mengetahui mengapa hal ini terjadi; 

dan 2) tingkat penjelasan yang memungkinkan suatu struktur teoretis yang tidak hanya menjelaskan relasi empiris yang terpisah-pisah tetapi juga menginterpretasikannya menurut suatu pola yang berarti. 

Inilah tingkat yang paling maju dalam ilmu, satu tahap yang belum dicapai secara penuh oleh ilmu-ilmu sekarang termasuk ilmu-ilmu sosial.

1. Pengalaman: merupakan dasar atau titik tolak suatu ilmu. Pengamatan merupakan awal mula suatu ilmu dan dihubungkan dengan pelbagai pengamatan lain hingga diperoleh kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Daripadanya dapat disusun sistem prinsip-prinsip dasar untuk menerangkan pelbagai pengalaman. Tujuan ilmu ialah memperoleh dan mensistematisasikan pengetahuan tentang gejala yang kita alami.

2. Klasifikasi: merupakan prosedur yang paling dasar untuk merubah data terpisah menjadi dasar yang fungsional. Lewat klasifikasi kita dapat mengetahui kelas-kelas pengelompokan gejala-gejala. Klasifikasi selalu didasarkan pada tujuan tertentu. Yang penting kita dapat membedakan mana yang penting dan mana yang kurang penting atau kurang berarti.

3. Kuantifikasi: Setelah pengumpulan dan penjelasan pengalaman muncul kebutuhan untuk melihat observasi secara kuantitaif demi suatu catatan yang lebih saksama terhadap observasi kualitatip. Ini perlu demi suatu klasifikasi ilmu yang lebih matang.

4. Melihat hubungan-hubungan: lewat pelbagai macam klasifikasi kita dapat melihat hubungan-hubungan fungsional tertentu antara sekian banyak aspek dan komponen. Relasi fungsional antara pelbagai gejala juga dapat diamani lewat urutan kejadian.

5. Perkiraan kebenaran: Ilmuwan pada umumnya lebih memberikan perhatian pada hubungan yang lebih fundamental daripada hubungan yang bersifat lahiriah dan tampak saja. Di sini kita melihat adanya dua langkah mendasar dalam perkembangan ilmu: proses perkiraan kebenaran yang terus menerus dan proses redefinisi masalah ditinjau dari keterbukaan atau kegagalan perkiraan tersebut.

Ilmu Teoretis

Ilmu teoretis merupakan tingkat yang paling maju dalam perkembangan ilmu. Di sini hubungan dan gejala yang ditemukan dalam ilmu empiris dijelaskan berdasarkan pemikiran sebab-musabab sebagai langkah untuk meramalkan dan menentukan cara mengontrol pelbagai kegiatan demi mencapai hasil yang diharapkan.

Ilmu-Ilmu Alam dan Ilmu-Ilmu Sosial

Selama sekian lama terdapat cukup banyak ilmuwan yang bersikap amat kritis terhadap ilmu-ilmu sosial di samping karena klaim sejarah bahwa ilmu-ilmu sosial tidak mungkin tetapi juga karena menurut mereka, terlalu banyak pengetahuan sosial akan membahayakan kebebasan manusia. Justru karena itu mereka ragu terhadap status keilmuan ilmu-ilmu sosial.

Dasar argumentasi para kritisi adalah sebagai berikut: Gejala-gejala sosial selalu rumit dalam tata keilmuan karena hukum keilmuan selalu berupa kemungkinan. Namun ada sekian banyak pendapat berbeda dari para kritisi ini. Karena tidak hanya gejala-gejala sosial itu rumit dalam ilmu-ilmu sosial, tetapi juga dalam semua ilmu terdapat kerumitan gejala. 

Jelas bahwa bukan hanya perilaku manusia yang terlalu kompleks untuk ditangkap oleh ilmu, tetapi juga termasuk di dalamnya bidang-bidang yang bukan sosial karena eksistensi mereka yang rumit; permainan cahaya dan bayang-bayang di tengah padang rumput pada suatu petang yang redup, mengalirnya suatu anak sungai secara perlahan, dll.

Kesalahan tentang hakikat ilmu

Yang dimaksudkan dengan kesalahan di sini ialah pengertian yang salah tentang ilmu dan apa yang dikerjakan ilmu. Orang mengira bahwa fungsi ilmu ialah memproduksikan kenyataan dan karena itu suatu ilmu dikatakan gagal kalau dia tidak berhasil dalam hal ini. Pada dasarnya kesalahan terjadi karena orang tidak membedakan antara deskripsi dengan apa yang dideskripsikan.

Keilmuan harus membawa serta sensasi atau reaksi terhadap rangsangan yang betul-betul sama. Ada anggapan bahwa semua kegiatan tersebut merupakan fungsi seni, puisi atau seni lukis, dan fungsi-fungsi ini tidak sesuai dengan tujuan perumusan keilmuan karena gambaran pengalaman seperti itu tidak cocok dengan penggunaannya dalam membuat ramalan, menjelasakan dan fungsi keilmuan lainnya.

Tuduhan terhadap ilmu-ilmu sosial

Tuduhan terhadap ilmu-ilmu sosial yang dianggap gagal menangkap atau memberikan gambaran psikologis yang ekuivalen kerap didasarkan pada kegagalan membedakan antara pernyataan serta sistematika yang dipakainya dengan gejala sosial yang dinyatakan oleh pernyataan tersebut (mis. kebimbangan seorang remaja). Namun tidak semua tuduhan tentang ketakmungkinan ilmu-ilmu sosial mendasarkan diri pada alasan ini.

Ada pula yang mengatakan bahwa metode keilmuan tidak mampu menangkap "keunikan" gejala sosial dan manusiawi. Karena telaah-telaah sosial lebih tertarik kepada keunikan tiap-tiap kejadian sosial, padahal metode keilmuan hanya mampu membuat sistematisasi berdasarkan generalisasi dan karena itu harus diterapkan juga metode yang lain dalam ilmu-ilmu sosial.

Agar argumentasi ini lebih meyakinkan, kita perlu memahami arti "unik" atau istilah-istilah serupa dalam cakupan ini. Suatu bentuk dikatakan unik secara hakiki, apabila bentuk itu berbeda dari bentuk-bentuk lainnya. Atau secara hakiki juga berarti bahwa semua bentuk berbeda dengan semua bentuk lainnya jika dan hanya jika tidak terdapat bentuk-bentuk lain yang memiliki sifat-sifat yang sama.

Jelas bahwa tidak mungkin terdapat dua bentuk yang identik karena kalau mereka identik mereka tidak akan berjumlah dua. Berdasarkan pemahaman tentang keunikan ini, bukan hanya ilmu-ilmu sosial tetapi juga semua ilmu adalah tidak mungkin, karena semua gejala fisik sama uniknya seperti setiap gejala atau bentuk sosial.

Verstehen

Di sini dilihat bahwa tujuan ilmu-ilmu sosial bukannya mengetahui melainkan mengerti suatu kejadian sosial. Oleh karena itu metode untuk ilmu-ilmu sosial harus berbeda dari metode ilmu-ilmu alam. Penting bagi kita untuk membedakan dalam pikiran kita antara pengertian metodologi dengan teknik, antara pengesahan  dengan penemuan.

Soal utama ialah apakah verstehen merupakan metode yang dapat diandalkan dalam proses pengesahan hipotesis gejala sosial. Tujuan dari telaah sosial yaitu untuk mendapat pengertian yang mendalam dari gejala-gejala yang sedang diselidiki, di mana hal ini dapat dicapai atau disyahkan baik dengan verstehen maupun dengan cara partisipasi aktif dari peneliti.

Max Weber dan sejumlah ahli yang mendukung verstehen ini beranggapan bahwa untuk memperoleh suatu pengertian yang diperlukan dalam ilmu-ilmu sosial, misalnya tentang para martir keagamaan, maka hal ini haruslah melalui pengertian para martir tersebut. 

Untuk sungguh memahami martir dan untuk mengesahkan hipotesis tentang martir dalam lingkup sosial budaya mereka, maka kita harus membayangkan diri kita sendiri sebagai martir atau menciptakan kembali keadaan psikologis para martir tersebut untuk sampai pada pengertian atau bahkan pengesahan yang diperlukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun