Ketiga, realitas dalam ilmu pengetahuan adalah realitas publik yang menjadi perhatian banyak orang. Yang real berarti yang memiliki dimensi sosial, karena itu yang real harus dibedakan dari ilusi. Yang real dari ilmu pengetahuan adalah yang lepas dari apa yang dapat dipikirkan oleh individu dan yang menjadi bahan informasi publik. Jelas, pengetahuan yang benar harus bereferensi pada realitas, menjadi obyek penelitian bersama dan disetujui komunitas.
Evolusi Obyek Pengetahuan Ilmiah
Ada dua aspek pemahaman tentang evolusi obyek pengetahuan ilmiah: 1) obyek pengetahuan ilmiah selalu berubah-ubah sehingga pengetahuan yang telah dicapai bisa selalu ditinjau kembali sekalipun sangat akurat; 2) obyek pengetahuan itu selalu berkembang kepada regularitas, dalam arti menjadi semakin mudah dimengerti dan dikenal.
Dengan dua alasan ini pengetahuan kita selalu rentan terhadap kesalahan, tapi tetap ada harapan tercapainya suatu pemahaman yang lebih baik tentang alam semesta asalkan penelitian selalu dibuat. Kalau penelitian berhenti akan muncul dua akibat fatal yakni, a) ilmu tidak lagi menjelaskan realitas yang sesungguhnya karena realitas selalu berubah; b) ilmu pengetahuan memutuskan hubungannya dengan realitas yang semakin lama semakin terbuka untuk diketahui.
Jelas bahwa dalam kebenaran empiris yang menjadi soal bukannya kepastian (rasional dan logis), melainkan evidensi. Memang dalam hal ini subyek dapat merasa pasti akan apa yang dikatanya sebagai yang diketahui. Namun ini hanya terjadi apabila dia memiliki bukti-bukti yang nyata.
Bagi ilmu empiris, kepastian dimengerti dalam dua arti, yakni tentang pernyataan yang menjelaskan gejala-gejala yang diselidiki, dan tentang kesimpulan yang ditarik sebagai suatu hukum yang berlaku umum. Kepastian kebenaran dari dua pernyataan ini dicek dengan mengacu pada realitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H