Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Lakukan 3 Model Supervisi Ini untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran

20 September 2022   07:39 Diperbarui: 29 September 2022   01:31 1719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Wiles (1987) supervisi pendidikan adalah segenap bantuan yang diberikan oleh seseorang dalam mengembangkan situasi belajar mengajar di sekolah ke arah yang lebih baik. 

Melalui teori yang diungkapkan oleh Wiles diatas, dapat dilihat bahwa supervisi adalah berpusat pada suatu pengembangan dan tentunya kearah yang lebih baik dari sebelumnya. Supervisi ini sendiri memiliki tujuan yang sangat penting bagi suatu perubahan khususnya dilingkungan sekolah sebagai tempat formal dalam menuntut ilmu pengetahuan bagi peserta didik.

Dalam dunia pendidikan, sekolah ataupun para pegawainya pasti menginginkan suatu perkembangan, dan perkembangan tersebut hanyalah bisa diciptakan apabila pendidik sebagai pengajar maupun kepala sekolahnya dapat berpastisipasi dengan baik dan menokohkan dengan baik karakter mereka sebagai pedoman bagi para peserta didik dalam menerima ilmu pengetahuan baru. 

Dengan mengharapkan suatu perkembangan, pendidik maupun kepala sekolah yang merupakan objek penting dari kegiatan supervisi ini harus siap dengan adanya penilaian tentang kinerja mereka selama mengajar di dalam kelas. 

Penilaian inilah yang nantinya akan mempengaruhi perkembangan sekolah tersebut, apakah dilihat dari metode pembelajarannya, media pembelajaran yang digunakan, maupun pendekatan yang dilakukan oleh pendidik agar bisa merubah peserta didik seperti yang dijelaskan dalam tujuan pendidikan itu sendiri yaitu bisa memanusiakan manusia, artinya pendidik sebagai pengajar mampu merubah dengan baik prilaku maupun mental peserta didik agar menjadi lebih baik lagi.

Pendapat lain mengatakan bahwa supervision is what school personal do with adults and things to maintain or change the school operation in ways that directly influence the teaching process employed to promote pupil learning. Supervision is a major function of the school operation, not a task or specific job or a set of technique (Harris, 1975, dalam Sergiovanni and Starrat, 1979). 

Teori tersebut memberikan pengertian bahwa supervisi adalah proses yang dilakukan oleh personil sekolah dengan tujuan dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik. Peningkatan ini sendiri merupakan tujuan dari supervisi pendidikan, seperti yang diungkapkan oleh Sergiovanni dan Starrat (1979) tentang tujuan khusus supervisi yakni untuk mengembangkan "setting" belajar mengajar yang lebih baik secara kooperatif.

Dalam penerapannya di dunia pendidikan, supervisi memiliki beberapa model pengembangan yang disebut dengan model supervisi pendidikan, dalam sebuah buku yang berjudul supervisi pendidikan dan pengajaran oleh Burhanuddin, dkk (2005) mengatakan ada 3 model atau pendekatan dalam supervisi pedidikan dan pengajaran ini, yaitu: pendekatan atau model supervisi ilmiah, artistik, dan klinik. 

Berikut beberapa penjelasan mengenai model-model supervisi pendidikan serta orientasinya dalam proses pengajaran.

1. Model dan pendekatan Supervisi Ilmiah

Model supervisi ilmiah dalam supervisi pengajaran diartikan sebagai sebuah science atau ilmu pengetahuan dengan demikan pengadaan perubahan pada supervisi ilmiah ini tentunya menggunakan metode-metode ilmiah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh supervisor guru dalam meningkatkan dan mengupayakan perbaikan pengajaran yaitu dengan memperhatikan beberapa pendekatan ilmiah berikut ini:

  • Mengimplementasikan hasil temuan para peneliti.
  • Bersama-sama dengan peneliti mengadakan penelitian dibidang pengajaran dan hal-hal lain yang menyangkutpaut dengannya.
  • Menerapkan metode ilmiah dan mempunyai sikap ilmiah dalam menentukan efektifitas pengajaran

2. Model dan pendekatan Supervisi Artistik

Pada penerapannya dalam dunia supervisi pendidikan, model supervisi artistik ini sendiri muncul karena adanya ketidakpuasaan terhadapat model supervisi sebelumnya yakni supervisi ilmiah. 

Menurut Elliot W. Eisner dalam tulisannya berjudul "An Artistic Approach to Supervision" seorang professor pemdidikan dan seni pada Stanford University, Palo Arto, California, sebagaimana yang dikemukakan oleh Sergiovanni dalam bukunya yang berjudul "Supervision of Teaching" mengemukakan secara medasar mengenai beberapa kegagalan yang dilakukan oleh supervisor dengan menggunakan pendekatan ilmiah secara internal. 

Supervisi pengajaran dalam menggunakan pendekatan ilmiah disinyalir gagal karena terlalu berani menggeneralisasikan tampilan-tampilan pengajaran yang tampak sebagai keseluruhan peristiwa pengajaran.

Dalam menangkap pengajaran, supervisi artistik ini berusaha menerobos keterbatasa-keterbatasan yang dimiliki oleh pendekatan supervisi ilmiah yang sebelumnya telah dijelaskan. 

Supervisi artistik ini berbeda dengan supervisi ilmiah, dimana supervisor guru harus memperhatikan kondisi psikologi dan sosiologik pelakunya, artinya tidak perlu memperhatikan temuan ilmiah karena dianggap sangat monoton pada teori daripada gurunya langsung sebagai subjek yang akan disupervisi. 

Oleh karenanya dalam menyupervisi guru, seorang supervisor turut mengamati, merasakan dan mengapresiasikan pengajaran secara langsung dilakukan oleh guru tersebut.

Ilustrasi supervisi di dalam kelas (Sumber: Edukasi Kompas)
Ilustrasi supervisi di dalam kelas (Sumber: Edukasi Kompas)

3. Model dan pendekatan Supervisi Klinis

Pendekatan atau jenis model supervisi pendidikan yang terakhir yaitu supervisi klinis. Supervisi ini terbagi menjadi dua yaitu suprvisi klinis dan non-klinis.

Menurut Herijono, dkk (1996) mengatakan bahwa supervisi klinis  merupakan suatu bentuk bantuan professional yang diberikan kepada calon guru maupun guru itu sendiri berdasarkan kebutuhannya melalui siklus yang sistematis dalam perencanaan, pengamatan yang cermat, dan pemberian umpan balik segera secara objektif tentang penampilan pengajarannya yang nyata untuk meningkatkan keterampilan dan sikap profesionalnya. 

Upaya dalam penerapan supervisi ini, guru diharapkan mampu mengetahui kelemahan dan kelebihannya dalam proses pengajaran serta dapat mengembangkan diri secara maksimal dengan tujuan dapat meningkatkan pengarannya didalam kelas.

Ciri-ciri supervisi klinis:

  • Pembimbingan yang dilaksanakan oleh supervisor guru atau calon guru adalah berupa bantuan bukan sebuah perintah atau instruksi untuk melakukan sesuatu sehingga guru sebagai objek supervisi mengetahui tanggung jawabnya sebagai seorang guru. Hal penting yang perlu dilakukan oleh supervisor adalah bagaimana meningkatkan prakarsa guru agar kemampuan mengajarnya semakin meningkat.

  • Jenis kemampuan yang menjadi faktor penilaian supervisor guru adalah sesuai dengan usul yang diajukan oleh guru, kemudian dikaji oleh keduanya (antara supervisor dan guru) untuk dijadikan kesepakatan semacam kontrak latihan.

  • Usul yang diajukan berupa hasil analisi yang dilakukan oleh keduannya setelah mendapatkan kelemahan atau kelebihan pada proses pengajaran guru tersebut, sehingga guru mengusulkan pada supervisor mengenai cara agar kelemahannya tersebut dapat diperbaiki sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kemampuan guru dalam mengajar.

  • Supervisi klinis lebih memfokuskan pada kemampuan da keterampilan tertentu saja pada guru. Contoh: di kelas, guru menggunakan banyak keterampilan seperti metode, media dan keterampilan lainnya, namun untuk meningkatkanya kemampuan perlu ditekankan pada aspek terntentu sehingga prilaku guru pada saat melakukan supervisi mudah diamati dan langsung diberikan balikan.

  • Instrument observasi dipilih dan dikembangkan bersama oleh kedua bela pihak sesuai kontrak keduanya.

  • Balikan terhadap kegiatan mengajar guru harus diberikan segera setelah pengamatan yang dilakukan oleh supervisor.

  • Kegiatan supervisi klinis dilakukan dengan cara tatap muka dalam suasan intim dan terbuka.

  • Supervisor lebih banyak bertanya dan mendengarkan dari pada memerintah.

  • Kegiatan supervisi klinis berlangsung dalam 3 siklus, yaitu pertemuan awal, observasi, dan pertemuan balikan.

  • Supervisi klinis ini bisa digunakan baik dalam proses pra-jabatan maupun dalam jabatan disamping untuk meningkatkan proses belajar dan mengajar.

Referensi:

Burhanuddin, dkk.  2007. Supervisi Pendidikan dan Pengajaran (konsep, pendekatan dan penerapan pembinaan professional). Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.

Harris, B. M. Supervisory Behavior in Education. 2nd ed. Englewood Cliffs, N. J.: Prentice Hall, Inc, 1975.

Sergiovanni, T. J,. and Starrat, R. J. Supervision: Human Perspectives. 2nd ed. Newyork: McGraw-Hill, Inc, 1979.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun