Draf RUU Sisdiknas dan naskah akademiknya, sudah disiapkan oleh Kemendikbudristek dan akan segera diajukan ke DPR. Dengan mengetahui draf rancangan yang sudah beredar, banyak pihak, khususnya para guru yang mempersolahkan tentang hilangnya Tunjangan Profesi Guru (TPG), dalam RUU yang  akan diajukan masuk dalam Prolegnas Prioritas 2022 tersebut. Selain TPG, apa saja isi RUU yang berbeda dengan UU Sisdiknas sebelumnya? Berikut ini adalah 10 perbedaan antara UU Sisdiknas sebelumnya dan RUU Sisdiknas saat ini:
1. Standar Nasional Pendidikan Lebih Sederhana
a. Sebelum: Standar nasional pendidikan diatur secara rinci ke dalam 8 standar sehingga peraturan turunannya terlalu mengikat dan cenderung bersifat administratif. Pada Pendidikan Tinggi, standar nasional Pendidikan yang berlaku berjumlah 24, yaitu 8 standar untuk masing-masing darma pada tridarma.
b. Sesudah: Standar nasional pendidikan disederhanakan menjadi 3 standar yaitu input, proses dan capaian. Pada pendidikan tinggi, standar nasional pendidikan yang berlaku kurang 24 menjadi 9, yaitu 3 standar untuk masing-masing darma pada tridarma.
2. Penguatan Otonomi Perguruan Tinggi Negeri
a. Sebelum: Perguruan Tinggi Negeri (PTN) memiliki tingkat otonomi berbeda-beda, yaitu satuan kerja, badan layanan umum dan badan hukum.
b. Sesudah: Semua PTN akan berbentuk PTN Badan Hukum untuk mengakselerasi transformasi layanan dan kualitas pembelajaran. Walaupun demikian, hal tidak akan mengurangi dukungan pembiayaan dari pihak pemerintah serta afirmasi terhadap calon mahasiswa dari pihak keluarga yang tidak mampu.
3. Perguruan Tinggi Makin Fokus Mencapai Visi dan Misinya
a. Sebelum: Tridarma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat) diterapkan secara seragam pada semua perguruan tinggi.
b. Sesudah: Perguruan tinggi dapat menentukan proposisi pelaksanaan tridarma sesuai dengan visi, misi dan mandatnya.
4. Penghasilan Layak Bagi Guru dan DosenÂ
a. Sebelum: Hanya guru dan dosen yang sudah memiliki sertifikasi yang berhak mendapatkan tunjangan profesi.
b. Sesudah: Guru dan dosen yang sudah mengajar, tetapi belum memiliki sertifikat pendidik, berhak langsung mendapatkan penghasilan layak. Guru dan dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki hal untuk mendapatkan penghasilan yang layak sesuai dengan undang-undang ASN yang berlaku. Sedangkan guru dan dosen lainnya berhak mendapatkan penghasilan yang layak sesuai undang-undang ketenagakerjaan.
5. Definisi Guru yang Lebih Inklusif
a. Sebelum: Pendidikan PAUD, pendidikan kesetaraan, dan pendidikan dalam pesantren formal selama ini dapat diakui sebagai guru.
b. Sesudah: Individu yang menjalankan tugas selayaknya dan memenuhi persyaratan akan diakui sebagai guru. Dengan demikian, pendidikan PAUD 3-5 tahun, pendidik dalam satuan pendidikan kesetaraan, dan pendidik dalam pesantren formal dapat masuk dalam kategori guru.
6. Pendidikan Pancasila Mejadi Mata Pelajaran Wajib
a. Sebelum: Pancasila bukan merupakan muatan maupun mata pelajaran wajib di kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
b. Sesudah: Pendidikan Pancasila menjadi mata pelajaran wajib bersama dengan Pendidikan Agama dan Bahasa Indonesia. Selain mata pelajaran Pancasila, Pendidikan Agama dan Bahasa Indonesia, juga ada muatan wajib matematika, IPA, IPS, seni budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kecakapan hidup, dan muatan lokal.
7. Mobilitas Pelajaran Pesantren Formal dengan Satuan Pendidikan Lain Semakin Mudah
a. Sebelum: Pesantren diatur secara terpisah dari sistem pendidikan Nasional. Lulusan pesantren formal seringkali kesulitan jika ingin pindah ke satuan pendidikan lain di luar pesantren.
b. Sesudah: Standar nasional pendidikan berlaku pada keseluruhan jalur pendidikan formal termasuk untuk pesantren formal. Lulusan pesantren formal bisa lebih mudah pindah sekolah, madrasah, maupun universitas dan begitupun sebaliknya.
8. Nomenklatur Satuan Pendidikan dapat Disesuaikan
a. Sebelum: Penamaan satuan pendidikan seperti Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Madrasah Tsanawiyah, dan sebagainya ada dalam UU Sisdiknas, sehingga nomenklatur yang ada tidak bisa diubah.
b. Sesudah: Sekolah, madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan tingkat dasar dan menengah diatur sebagai bentuk satuan pendidikan tingkat dasar dan menengah dalam batang tubuh RUU. Nomenklatur sekolah dasar, madrasah ibtidaiyah, sekolah menengah persama, madrasah tsanawiyah, dan sebagainya menjadi contoh dalam penjelasan, sehingga pemerintah dapat menyesuaikan nomenklatur tersebut jika diperlukan.
9. Pendanaan Wajib Belajar Semakin Jelas
a. Sebelum: Satuan pendidikan negeri seringkali menghadapi masalah jika masyarakat ingin berkontribusi secara sukarela.
b. Sesudah: Pemerintah mendanai penyelenggaraan wajib belajar. Satuan pendidikan negeri tidak memungut biaya namun masyarakat  boleh berkontribusi secara sukarela, tanpa paksaan dan tidak mengikat.
10. Perluasan Program Wajib Belajar
a. Sebelum: Cakupan wajib belajar dalam UU Sisdiknas yang berlaku saat ini adalah pendidikan dasar 9 tahun. Perluasan wajib belajar ke pendidikan menengah sering dilakukan di daerah tanpa memastikan terlebih dahulu kualitas pendidikan dasar apakah sudah mencukupi atau belum.
b. Sesudah: Wajib belajar 13 tahun dimulai dari: 10 tahun pendidikan dasar (prasekolah dan kelas 1-9), dan 3 tahun pendidikan menengah. Perluasan ke pendidikan menengah akan dilakukan secara bertahap di daerah-daerah yang kualitas pendidikan dasarnya telah memenuhi standar. Pemerintah pusat akan membantu daerah yang paling membutuhkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H