Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Janji yang Paling Penting dan Penuh Konsekuensi dalam Pernikahan

15 Agustus 2022   10:06 Diperbarui: 23 Agustus 2022   15:15 1447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berhadapan dengan problematika tentang sifat tak-terputusnya perkawinan Gereja Katolik, Paus Yohanes Paulus II yang mendukung ajaran mengenai indissolubilitas perkawinan ini, mengkritik dan menolak pandangan yang mengatakan bahwa sifat tak-terputuskan itu sekedar aturan yang dikenakan atau dipaksakan dari luar. 

Ia juga melawan anggapan bahwa sifat tak-terputuskan hanyalah konsep yang berhenti pada benak kaum religius, yang tidak berhasil memaksakan pandangannya pada masyarakat sipil pada umumnya. 

Demikian pula Paus Benediktus XVI memandang budaya perceraian sebagai ungkapan kebebasan yang anarkis, yang menafsirkan secara keliru kebebasan manusia.

Setiap perkawinan yang serius pada pokoknya bersifat permanen, atau tak-terceraikan. Maka dalam Mat 19: 8, tertulis "pada mulanya bukan demikian halnya". Artinya bukan temporal, melainkan pada hakikatnya menurut kehendak Allah, "Apa yang dipersatukan Allah, tak boleh diceraikan manusia...karena keduanya menjadi satu daging" (Mat 19: 6; Kej 2: 24). Alasan pokok di sini bahwa perkawinan adalah persatuan dua pribadi yang saling memperkaya dan menyerahkan diri.

Namun perlu diingat bahwa dengan tetap mempertahankan sifat tak terputuskannya perkawinan, Gereja mengajarkan adanya jenis-jenis ikatan perkawinan yang tidak mutlak tidak diputus. 

Jadi ada alasan-alasan yang membenarkan pemutusannya dengan persyaratan tertentu, yakni: perkawinan antara dua orang yang tak dibaptis, perkawinan antara orang-orang yang dibaptis dengan yang tak dibaptis, dan perkawinan antara orang-orang yang dibaptis, tetapi belum disempurnakan dengan senggama suami-istri.

***

Daftar Rujukan:

Benediktus XVI, dalam Address to Rome's Ecclesial Diocesan Convention, dikutip oleh Catur Raharso.
Bria, Benyamin Yosef. Pastoral Perkawinan Katolik Menurut Kitab Hukum Kanonik. 1983.Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara, 2010.
Go, Piet. Pokok-Pokok Moral Perkawinan dan Keluarga Katolik. Malang: Dioma, 1984.
Himes, K.R. dan J.A. Coriden, "The Indissolubility of Marriage: Reasons to Reconsider", dalam Theological Studies 65. 2004.
Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes, no. 49.
Maas, C. Teologi Moral Perkawinan. Maumere: STFK Ledalero.
Paulus, Yohanes II, "Allocutio ad Rotae Romanae Tribunal", 28 Januari 2002, dalam L'Osservatore Romano (weekly edition in English), 6 Februari 2002.
Raharso, Catur. Paham Perkawinan dalam Hukum Gereja Katolik. Malang: Dioma, 2006.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun