Sekolah yang menerima siswa laki-laki ini, memperbolehkan siswanya berambut grondrong, dan tidak perlu bersepatu.Â
Sekolah Swasta Katolik yang berdiri sejak tahun 1948 tersebut, memiliki semangat kebebasan untuk menjadi pribadi yang bebas.Â
Kebijakan ini sengaja dibuat oleh sekolah sejak awal pendiriannya agar mendidik siswa dalam mengambil keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada diri sendiri, sesama, maupun Tuhan.
Dengan tidak memakai seragam sekolah, bukan berarti siswa yang mengenyam pendidikan di sekolah ini jauh dari kedisiplinan dan prestasi belajar.Â
Sekolah yang menerapkan model pembelajaran 1L 5C (Leadership, Competen, Conscien, Compation, Consistent dan Comitment Leadership), menjadi salah satu sekolah unggulan di Yogyakarta yang banyak diminati para pelajar karena segudang prestasinya.Â
Dikutip dari Kompas.com (16/05/22), SMA Kolose De Britto berada di jejeran 20 besar SMA Terbaik dan Sekolah Swasta Terbaik (urutan 1) di DIY. Â Â
Kembali ke pertanyaan awal dari artikel ini. Pertama: apalah artinya kurikulum merdeka, jika masih ada siswa yang dipaksa memakai jilbab? Kedua: apakah kurikulum merdeka juga bisa memberikan peluang kebebasan para siswanya untuk tidak berseragam dalam mengikuti pelajaran, sehingga dapat mengatasi persoalan mahalnya pungutan uang seragam?
Mari kita semua menjawabnya, karena pertanyaan ini bukan ditujukan pada rumput yang bergoyang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H